Đinđić pernah lolos dari upaya pembunuhan pada Februari 2003, di mana sebuah truk yang dikemudikan oleh Dejan Milenković (Bagzi), seorang anggota kelompok kriminal Klan Zemun, berusaha untuk memaksa mobil Perdana Menteri keluar dari jalan di Novi Beograd. Beruntungnya, Đinđić lolos dari cedera. Milenković ditangkap, tetapi dibebaskan dari penahanan hanya beberapa hari kemudian karena alasan yang tidak jelas.[1]
Đinđić punya banyak musuh di dalam negeri sepanjang karier politiknya terutama karena ia dianggap pro-Barat dan tindakannya yang tegas terhadap kejahatan terorganisir. Đinđić juga yang mengekstradisi Slobodan Milošević ke ICTY pada tahun 2001.
Pembunuhan itu diatur dan direncanakan oleh Dušan Spasojević dan Milorad Ulemek "Legija". Ulemek adalah mantan komandan Satuan Operasi Khusus (JSO), yang didirikan oleh dinas rahasia Slobodan Milošević (SDB) selama tahun 1990-an dan digunakan selama pemerintahan Milošević untuk operasi khusus di Kroasia, Bosnia-Herzegovina dan Kosovo, serta untuk menyingkirkan lawan politik Milošević.[2]
Ulemek memerintahkan Zvezdan Jovanović untuk melakukan pembunuhan tersebut. Ulemek terhubung dengan Klan Zemun yang merupakan salah satu mafia Serbia yang terkuat. Ulemek dijatuhi hukuman 40 tahun penjara karena kejahatan lain yang mencakup pembunuhan dan percobaan pembunuhan.
Pembunuhnya, Zvezdan Jovanović, lahir pada tahun 1965 di sebuah desa dekat kota Peć, Yugoslavia. Jovanović adalah seorang letnan kolonel di JSO.[3] Jovanovic mengaku bahwa dia membunuh Đinđić untuk memulihkan pemerintahan pro-Milošević.[4]
Pembunuhan
Pada pukul 12:25 siang Waktu Eropa Tengah, Đinđić mengalami luka tembak parah saat hendak memasuki Gedung Pemerintah Serbia di mana dia seharusnya bertemu dengan Menteri Luar Negeri Swedia Anna Lindh, dan rekannya Jan O. Karlsson. Tembakan itu menembus jantungnya dan membunuhnya hampir seketika.[5] Menurut pernyataan resmi pemerintah, Đinđić dalam keadaan tidak sadar dan denyut nadinya sudah berhenti saat tiba di bangsal darurat.[6] Pengawalnya, Milan Veruović, juga terluka parah di perut akibat tembakan lain.
Jovanović menembak mati Đinđić dari jendela sebuah gedung yang berjarak sekitar 180 meter, menggunakan senapan Heckler & Koch G3 berkaliber 7,62 mm.[7]
Penangkapan dan pengadilan
Zvezdan Jovanović ditangkap pada Maret 2003 dan didakwa atas pembunuhan Đinđić. Dia diam selama sebagian besar persidangannya tetapi menurut dugaan, begitu dia mengaku membunuh Đinđić, dia mengatakan dalam laporan polisi bahwa dia tidak merasa menyesal telah membunuhnya.[8][9][10]
Dušan Spasojević dan rekannya Mile Luković, dibunuh oleh petugas polisi Serbia dalam penggerebekan pada 27 Maret 2003.[11]
Aleksandar Simović, salah satu rekan konspirator, ditangkap di Beograd pada 23 November 2006.[12]
Sidang yang berlangsung selama empat tahun itu diwarnai dengan tekanan politik yang besar, bahkan ancaman pembunuhan terhadap anggota majelis hakim dan saksi kejadian. Bebeberapa saksi juga dibunuh selama proses pengadilan.
Pada tanggal 23 Mei 2007, Pengadilan Khusus Beograd untuk Kejahatan Terorganisir menyatakan Simović dan sebelas pria lainnya - Milorad Ulemek, Zvezdan Jovanović, Dejan Milenković, Vladimir Milisavljević, Sretko Kalinić, Ninoslav Konstantinović, Milan Jurišić, Dušan Krsmanović, Željko Tojaga, Saša Pejaković dan Branislav Bezarević - bersalah atas pembunuhan berencana terhadap Zoran Đinđić.[13][14][15]
Teori alternatif
Pada September 2014, jurnalis Nikola Vrzić dan Milan Veruović, pengawal pribadi Zoran Đinđić, yang juga terluka parah tetapi selamat, menerbitkan buku The Third Bullet (bahasa Serbia: Treći metak). Nama buku tersebut berasal dari klaim bahwa Đinđić ditembak oleh penembak jitu kedua, tidak seperti versi resminya. Penulis mengklaim bahwa dakwaan (dan putusan pengadilan selanjutnya) tidak didasarkan pada bukti fisik atau kesaksian saksi mata, tetapi berdasarkan kesaksian palsu yang disusun dengan cermat oleh para saksi yang bersekongkol.[16]
Untuk mengetahui latar belakang politik dari pembunuhan tersebut, penulis kembali mencermati aktivitas politik Đinđić selama beberapa bulan sebelum kematiannya, yang menunjukkan bahwa Đinđić mulai berusaha lebih keras untuk kepentingan nasional Serbia (misalnya menyelesaikan status Kosovo dan Metohija, karena takut negara-negara barat sedang berupaya untuk kemerdekaannya), serta meminta dukungan pihak barat terhadap kepentingan nasional Serbia, meski menghadapi penolakan yang kuat.