Pembantahan Segala BidatPembantahan Segala Bidat (bahasa Yunani: Φιλοσοφούμενα ή κατὰ πασῶν αἱρέσεων ἔλεγχος, translit. Filosofoumena hē kata pasōn haireseōn elengkhos; bahasa Latin: Refutatio Omnium Haeresium), yang juga dikenal dengan judul Elengkhos atau Filosofoumena, adalah risalah polemik Kristen abad ke-3 yang dinisbatkan kepada Hipolitus dari Roma atau sastrawan anonim yang dijuluki Hipolitus Semu.[1][2] Risalah ini merinci keyakinan-keyakinan pagan dan 33 ragam gnostik Kristen yang dicap bidat oleh si/para penulis dan si/para penyusun, sehingga menjadikannya sumber informasi utama mengenai lawan-lawan sezaman dari ajaran yang dewasa ini dipahami sebagai ortodoksi Kristen.[3] Parwa pertamanya, yang berisi ikhtisar filsafat Yunani, beredar secara terpisah dalam beberapa naskah dan dikenal dengan judul Filosofoumena (bahasa Yunani: Φιλοσοφούμενα, "ajaran-ajaran filsafat"), yakni judul yang oleh sementara pihak dipakai untuk menjuduli keseluruhan risalah. Parwa keempat sampai parwa kesepuluh ditemukan kembali pada tahun 1842 di dalam sebuah naskah di Gunung Atos, sementara parwa kedua dan ketiga masih raib sampai sekarang. Risalah ini sudah lama dinisbatkan kepada Origenes. IsiPembatantahan Segala Bidat terbagi ke dalam sepuluh parwa. Delapan parwa yang sintas kurang lebih masih utuh isinya, tetapi parwa kedua dan ketiga tak kunjung ditemukan, sehingga isinya cuma bisa dikira-kira belaka.[4] Parwa pertama menyajikan ikhtisar pemikiran para filsuf Yunani. Catherine Osborne menyifatkan Parwa I sebagai sumber informasi penting tentang Filsafat Prasokrates.[5] Yang paling banyak dipaparkan adalah karya-karya tulis Pitagoras, Platon, dan Aristoteles. Parwa ini juga memuat garis-garis besar filsafat kaum Brahmana India, Zamolksis dari Trakia, dan kaum Druid Kelt, maupun syair-syair mitologis anggitan Hesiodos. Parwa IV merinci sekaligus berusaha membantah bermacam-macam kepercayaan maupun amalan yang bersumber dari bermacam-macam penenung maupun penyihir, yaitu orang-orang Kasdim, juru-juru tenung dahi, tukang-tukang sihir, dan ahli-ahli nujum. Parwa ini ditutup dengan penjelasan yang berangkat dari anggapan pribadi penulis tentang keterkaitan bidat-bidat Gnostik Valentinus dan Simon Magus dengan gagasan-gagasan tertentu yang dinisbatkan kepada Pitagoras, dan dengan demikian menautkan pembahasan filsafat Yunani di dalam Parwa I dengan argumen-argumen bantahan terhadap Gnostisisme di dalam parwa-parwa selanjutnya. Parwa V khusus menyoroti bidat-bidat Ofian. Penulis secara khusus mengidentifikasi kaum Naaseni, kaum Perates, kaum Setian, dan kepercayaan-kepercayaan seorang ahli bidat bernama Yustinus.[6] Kekeliruan kaum Ofian dikatakan berakar pada filsafat orang-orang dulu.[7] Di dalam bab 2 parwa ini, penulis menuduh kaum Naaseni (a) percaya bahwa Dewa Atis "sudah dikebiri, artinya sudah berpindah dari alam bawah yang duniawi ke alam atas yang kekal abadi, tempat...tidak ada lagi perempuan maupun laki-laki melainkan ciptaan baru, yakni insan baru yang berjenis kelamin laki-laki sekaligus perempuan" [terjemahan J. H. McMahon]; dan (b) menyamakan Yesus dengan Atis berdasarkan Injil Tomas dan Injil menurut orang Mesir.[8] Di dalam Parwa VI, serangan yang dimulai pada akhir Parwa IV terhadap Simon Magus dan Valentinus kembali dilancarkan. Penulis memaparkan gagasan-gagasan mereka, dan sekali lagi menandaskan bahwa sumber kekeliruan mereka adalah ajaran Pitagoras.[9] Parwa ini untuk seterusnya membahas bidat-bidat yang konon dianut para pengikut Valentinus. Parwa VII menggugat ajaran ahli-ahli bidat antara lain Basilides serta muridnya yang bernama Saturnilus, Markion dari Sinope, dan Karpokrates dari Aleksandria. Semua hairesiarkhes tersebut berbeda paham tentang Allah Perjanjian Lama, mulai dari Saturnilus yang dikatakan percaya bahwa "Allah orang Yahudi adalah salah satu malaikat" dan secara langsung ditentang Kristus, sampai dengan Karpokrates yang berfatwa bahwa Bapa lebih sering jauh berjarak dari ciptaan jasmaniah yang dibentuk oleh malaikat-malaikat-Nya.[10] Pembahasan tentang kaum bidat Doketi membuka Parwa VIII. Hal ihwal kaum Doketi tidak jelas, tetapi tampaknya penulis membedakan kaum ini dari kelompok-kelompok lain yang berpandangan bahwa Yesus hanya tampak seakan-akan berwujud, yakni pandangan yang dewasa ini disebut sebagai "Doketisme".[11] Bidat ini dikait-kaitkan dengan tafsir yang keliru dari perumpamaan tentang seorang penabur di dalam Injil Matius dan keyakinan bahwa jiwa Kristus terpisah dari raganya pada peristiwa penyaliban.[12] Penulis selanjutnya menjabarkan dan menyanggah pandangan ahli bidat Gnostik Monoimos, Tatianos, dan Hermogenes, sebelum menyimpang dari tema Gnostik untuk membantah amalan-amalan kaum Caturdasa.[13] Dengan cara yang sama penulis mencerca "orang-orang Frigia", yakni para pengikut Montanus, dan bidat Gnostik yang dianut kaum pengekang diri.[14] Parwa IX dibuka dengan bantahan terhadap bidat Noetos. 'Kekeliruan' ini dikatakan turut menyeret nama Paus Zefirinus dan Paus Kalistus I.[15] Tema konflik dengan kepausan ini diperluas di dalam bab 2 Parwa IX, yang secara khusus menyoroti kekeliruan-kekeliruan Kalistus I, paus yang disifatkan penulis sebagai seorang "tukang sihir".[16] Penulis selanjutnya menyerang kaum Elkesait, yang ia sebut memiliki amalan pembabtisan yang berbeda dari amalan pembaptisan Kristen yang ortodoks.[17] Parwa IX ditutup dengan rangkuman bidat Yahudi, yang terbagi menjadi bidat Farisi, bidat Saduki, dan bidat Eseni.[18] Parwa X menamatkan risalah ini dengan merangkum keseluruhan isinya.[19] Warisan sejarahSejak ditemukan kembali, Pembantahan Segala Bidat sudah dijadikan sumber pustaka penting oleh para sarjana dalam berbagai bidang kajian.[20] Paparan Pembantahan Segala Bidat yang ringkas tetapi bernas tidak hanya mencerahkan pembaca dengan pengetahuan tentang bermacam-macam keyakinan Gnostik, tetapi juga menjadi sumber "informasi yang tak terhingga nilainya mengenai fikrah filsuf-filsuf Prasokrates."[21] Risalah ini juga merupakan sumber pengetahuan yang penting mengenai ajaran-ajaran Pitagoras dan Neopitagoras yang acap kali berkaitan dengan bidat-bidat yang dijabarkannya.[22] Rujukan
Kepustakaan
Pranala luar
|