Pemakzulan Yoon Suk Yeol
Pada tanggal 14 Desember 2024, Yoon Suk Yeol dimakzulkan dari jabatannya sebagai Presiden Korea Selatan ke-13 menyusul hasil dari pemungutan suara pemakzulan kedua yang ditujukan kepadanya. Tindakan ini disebabkan oleh pengumuman darurat militer yang kontroversial pada tanggal 3 Desember 2024 yang dibatalkan oleh Majelis Nasional dan secara resmi dicabut oleh Yoon enam jam kemudian. Perdana Menteri petahana Korea Selatan Han Duck-soo memangku jabatan sebagai pejabat presiden sementara sambil menunggu putusan Mahkamah Konstitusi mengenai apakah Yoon akan dicopot dari jabatannya atau tidak. Usulan pemakzulan ini sebelumnya diajukan pertama kali pada 7 Desember 2024, akan tetapi pemungutan suara tersebut gagal disahkan karena jumlah anggota parlemen yang hadir tidak memenuhi kuorum yang disyaratkan untuk pengesahannya. Hal ini disebabkan anggota partai penguasa PPP memboikot pemungutan suara tersebut. Pemakzulan tersebut merupakan pemakzulan ketiga terhadap Presiden Korea Selatan. Sebelumnya Roh Moo-hyun dimakzulkan pada tahun 2004 namun dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, sedangkan Park Geun-hye dimakzulkan oleh Majelis Nasional pada tahun 2016 dan dicopot dari jabatannya oleh MK pada tahun 2017. Latar belakangHanya satu presiden, Park Geun-hye, yang dicopot dari jabatannya melalui pemakzulan, pada tahun 2017. Roh Moo-hyun dimakzulkan pada tahun 2004 atas tuduhan pelanggaran kampanye pemilu, inkompetensi, dan salah urus ekonomi, namun Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk tidak mencopotnya, sehingga dirinya tetap menjabat sebagai Presiden hingga habis masa jabatannya.[2][3][4] Tata cara pemakzulanTata cara pemakzulan diatur dalam Konstitusi Korea Selatan ke-10 tahun 1987. Pasal 65 ayat 1 menetapkan bahwa Majelis Nasional dapat memakzulkan presiden, perdana menteri, atau pejabat negara lainnya jika mereka melanggar konstitusi atau undang-undang lainnya saat menjalankan tugas resmi kenegaraan.[5][6] Agar mosi pemakzulan terhadap presiden dapat disahkan, dibutuhkan dukungan suara mayoritas minimal dua pertiga anggota Majelis Nasional – 200 dari 300 anggota – .[7] Setelah disahkan, pejabat tersebut langsung diberhentikan sementara dari tugasnya sambil menunggu putusan dari Mahkamah Konstitusi Korea Selatan. Cakupan pemakzulan terbatas pada pemberhentian dari jabatan publik, tanpa hukuman lebih lanjut yang dijatuhkan melalui proses ini.[8] Berdasarkan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Korea Selatan yang disahkan pada tahun 1988, Mahkamah Konstitusi harus memberikan putusan akhir dalam waktu 180 hari sejak diterimanya suatu perkara untuk diadili, termasuk perkara pemakzulan. Jika tergugat telah mengundurkan diri dari jabatannya sebelum putusan dibacakan, maka perkara tersebut batal demi hukum.[8] Pemberhentian presiden secara resmi mengharuskan dukungan suara enam dari sembilan hakim Konstitusi; karena ada tiga hakim yang kosong, keenam hakim Konstitusi harus memberikan suara untuk memberhentikannya. Pasal 23 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi mengharuskan setidaknya tujuh hakim Konstitusi untuk bermusyawarah.[7] Jika Majelis Nasional memberikan suara untuk memakzulkan Presiden Yoon, dia akan segera diskors dari jabatanya, dan Perdana Menteri Han Duck-soo akan mengambil alih tugas tersebut sebagai penjabat presiden sementara. Jika Yoon mengundurkan diri atau diberhentikan oleh Mahkamah Konstitusi, pemilihan presiden awal harus diselenggarakan dalam 60 hari ke depan. Perdana menteri akan tetap menjabat sebagai penjabat presiden hingga pemilihan umum.[7] Desakan pemakzulan sebelumnyaPada bulan Juli 2024, sebuah petisi daring dirilis di situs web Majelis Nasional yang menyerukan pemakzulan Yoon Suk Yeol dan mengumpulkan lebih dari satu juta tanda tangan, dimana semua petisi dengan lebih dari 50.000 tanda tangan diwajibkan secara hukum untuk ditinjau oleh komite parlemen. Situs tersebut mengalami mogok, dimana sekitar 22.000 orang menunggu secara bersamaan untuk mengakses situs web dengan perkiraan waktu tunggu 30 menit.[9][10] Pada bulan November 2024, lebih dari 3.000 profesor dan peneliti di berbagai universitas menandatangani surat yang meminta Yoon mengundurkan diri.[11][12] Seorang pewawancara berspekulasi bahwa surat tersebut telah menerima jumlah tanda tangan tertinggi dari akademisi sejak aksi unjuk rasa selama pemerintahan Park Geun-hye.[11] Pada tanggal 28 November, 1.466 pendeta Katolik Korea Selatan juga menyerukan agar Yoon Suk Yeol dimakzulkan, dengan mengeluarkan pernyataan berjudul Bagaimana seseorang bisa menjadi seperti ini (어째서 사람이 이 모양인가), dan mengaku dirinya adalah "boneka" dan "wayang orang" yang mementingkan diri sendiri, tidak tahu apa yang diperbuatnya dan siapa dirinya, serta menyerahkan kekuasaan yang diamanahkan rakyat kepada istrinya.[13] Pengumuman darurat militerPada 3 Desember, Yoon mengumumkan darurat militer di Korea Selatan, dengan menyatakan bahwa darurat militer diperlukan untuk mempertahankan Korea Selatan dari kekuatan antinegara. Pasukan militer dan polisi berusaha mencegah anggota parlemen memasuki Ruang Sidang Majelis Nasional Korea, yang menyebabkan bentrokan antara polisi dan militer, pengunjuk rasa, dan ajudan kongres. Seluruh 190 anggota kongres yang hadir di ruang sidang dengan suara bulat memilih untuk mencabut darurat militer, yang menyebabkan Yoon mencabut darurat militer pada 4 Desember pukul 04.30 dini hari WSK (02.30 WIB).[3] PemakzulanUpaya pemakzulan pertama
Wikisource Korea memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Keenam partai oposisi, yang terdiri dari Partai Demokrat Korea, Partai Membangun Kembali Korea, Partai Reformasi Baru, Partai Progresif, Partai Pemasukan Dasar, dan Partai Sosial Demokrat, menyerahkan mosi untuk memakzulkan Yoon selama sidang paripurna Majelis Nasional pada tanggal 4 Desember. Pemimpin Partai Kekuatan Rakyat, Han Dong-hoon, awalnya mengumumkan penolakan secara bulat partai terhadap upaya pemakzulan Presiden,[14][15] dimana partai tersebut justru meminta Presiden Yoon untuk keluar dari Partai dimana Yoon merupakan anggotanya.[16] Namun, pada tanggal 6 Desember, Han mengungkapkan bahwa PPP menerima bukti yang menunjukkan bahwa Yoon memerintahkan Yeo In-hyung, komandan kontraintelijen pertahanan, untuk menangkap para politisi utama, termasuk Han sendiri,[17] atas "tuduhan anti-negara" selama darurat militer dan menahan mereka di Gwacheon. Hal ini mendorong Han untuk meminta Yoon untuk "segera menangguhkan tugasnya" dan memperingatkan bahwa warga negara bisa berada dalam "bahaya besar" jika Yoon tetap menjabat.[18][19][17] Beberapa jam sebelum Majelis Nasional bersidang pada 7 Desember, Yoon meminta maaf karena mengumumkan darurat militer, menggambarkannya sebagai "keputusan putus asa yang dibuat oleh saya, presiden, sebagai otoritas terakhir yang bertanggung jawab atas urusan negara" dan berjanji tidak akan ada pengumuman darurat militer kedua.[20] Dia juga berjanji untuk menyerahkan kekuasaan politiknya kepada PPP.[21] Ketua DPK Lee Jae-myung menyebut permintaan maaf itu "mengecewakan" dan bersikeras agar Yoon mengundurkan diri atau dimakzulkan.[22] Ia juga mengkritik pengaturan pembagian kekuasaan Yoon dengan PPP sebagai tindakan yang "menghancurkan tatanan konstitusional",[23] sementara ketua Fraksi DPK Park Chan-dae menyebut pengaturan ini sebagai "kudeta kedua".[24] Sebelum pemungutan suara pemakzulan, sebuah mosi dibahas mengenai apakah akan meluncurkan penyelidikan penasihat khusus terhadap istri Yoon Kim Keon-hee tetapi akhirnya gagal karena ditentang oleh PPP.[25] Sebelum pemungutan suara dimulai, semua anggota parlemen PPP kecuali satu orang, Ahn Cheol-soo, meninggalkan ruang pemungutan suara, yang berarti mosi pemakzulan tersebut tidak mungkin disahkan.[26] Hal ini terjadi di tengah kemungkinan anggota parlemen PPP menyimpang dari posisi partai melalui proses pemungutan suara rahasia.[27] Kim Ye-ji keluar namun kembali ke ruang sidang;[28][29] Kim Sang-wook kembali ke ruang sidang untuk memberikan suara tetapi mengatakan dia memberikan suara menolak pemakzulan.[30] Demonstran berupaya menghalangi pintu keluar Aula Sidang Majelis Nasional saat anggota DPR PPP meninggalkan gedung, dengan menjuluki anggota DPR tersebut sebagai "pengecut" dan mendorong mereka untuk memilih.[31] Anggota Partai Membangun Kembali Korea Kim Joon-hyung mengatakan bahwa ia memperkirakan pemungutan suara akan berlangsung paling lambat hingga 8 Desember pukul 00.00 WSK (7 Desember pukul 22.00 WIB);[32] Batas waktu pemungutan suara adalah pukul 00.48 WSK (7 Desember pukul 22.48 WIB), tiga hari setelah mosi diajukan.[33] Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik menutup pemungutan suara lebih awal pada pukul 21.20 WSK (19.20 WIB) dan awalnya mengumumkan dimulainya penghitungan suara segera setelahnya, tetapi kemudian mengumumkan bahwa suara tidak akan dihitung karena gagal mencapai kuorum, dimana hanya 195 anggota yang hadir dari 200 anggota yang dibutuhkan.[34][35] Upaya pemakzulan kedua
Pada tanggal 12 Desember, Yoon mengeluarkan pernyataan yang berisi tekadnya untuk "berjuang sampai akhir", menolak desakan agar ia mengundurkan diri.[36] Menyusul pernyataan Yoon, Han Dong-hoon menyerukan pemakzulan Yoon dan membentuk komite etik untuk membahas pengusiran Yoon dari PPP.[37] Kemudian pada hari itu, DPK mengajukan mosi kedua untuk memakzulkan Yoon, dengan agenda pemungutan suara yang dijadwalkan pada 14 Desember 2024.[38] Sebelum pemungutan suara, tujuh anggota Majelis Nasional dari PPP menyatakan keinginannya untuk berpartisipasi,[39] seperti Ahn Cheol-soo, Kim Ye-ji, dan Kim Sang-wook, yang berpartisipasi dalam pemungutan suara sebelumnya, serta Bae Hyun-jin, yang belum menyatakan keinginannya dalam pemungutan suara berikutnya. Pada tanggal 10 Desember, Kim Sang-wook, yang memberikan suara menentang mosi pemakzulan, mengumumkan bahwa ia akan mendukung pemakzulan dan meminta maaf atas keputusannya sebelumnya.[40][41] Sebelum pemungutan suara dimulai pada tanggal 14 Desember, Han Dong-hoon mengumumkan bahwa meskipun partainya menentang pemakzulan, partainya akan terlibat dalam pemungutan suara, dengan mendorong para anggota parlemen untuk memberikan suara "sesuai dengan hati nurani dan keyakinan mereka daripada mengikuti kepentingan partisan".[42] Tak lama setelah pukul 16.00 WSK (14.00 WIB), dengan kehadiran enam anggota PPP, ketua Majelis Nasional Woo Won-shik mengumumkan dimulainya pemungutan suara, dengan mengatakan "Saya harap setiap dari Anda akan berpartisipasi dalam pemungutan suara".[43][44] BBC News menggambarkan pemungutan suara kedua memiliki "perbedaan yang mencolok dari pemungutan suara pertama Sabtu pekan lalu", dengan alasan tidak adanya boikot PPP.[45] Media lokal mengatakan bahwa hasilnya kemungkinan akan dihitung pada pukul 17.30 WSK (15.30 WIB).[46] Sekitar pukul 16.50 KST (14.50 WIB) pada tanggal 14 Desember, Woo mengumumkan bahwa seluruh 300 anggota telah memberikan suara dan penghitungan suara dimulai.[47] Saat suara dihitung, para pengunjuk rasa menyanyikan lagu "March for the Beloved", sebuah lagu untuk mengenang mereka yang terbunuh selama Pergerakan Demokratisasi Gwangju, dan lagu "Into the New World" oleh Girls' Generation, yang juga digunakan selama Pemakzulan Park Geun-hye.[48] Majelis Nasional memilih untuk memakzulkan Yoon, dimana dari hasil tersebut 204 (68%) dari 300 anggota Majelis Nasional menyetujui mosi pemakzulan kedua.[49] Dari 204 anggota parlemen yang menyetujui mosi pemakzulan, 12 anggota diantaranya adalah anggota PPP, melebihi tujuh orang yang sebelumnya telah menyatakan niat mereka untuk melakukannya. 85 anggota (28,3%) memberikan suara menentang pemakzulan, sementara tiga suara (1%) lainnya abstain dan delapan suara (2,7%) lainnya dinyatakan tidak sah.[50] Tak lama kemudian, Yoon diberhentikan sementara dari kursi kepresidenan sejak pukul 19.24 WSK (17.24 WIB)[51] setelah kantor Kepresidenan menerima salinan dokumen pemakzulan.[52] Mosi Pemakzulan terkaitSelain Yoon, beberapa pejabat juga menjadi sasaran usulan dan mosi pemakzulan atas keterlibatan mereka dalam deklarasi darurat militer. Di antaranya adalah Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun,[53] yang mundur pada 5 Desember,[54] dan Menteri Dalam Negeri Lee Sang-min, yang mosi pemakzulannya diajukan oleh DPK pada 7 Desember.[55] Lee mundur pada keesokan harinya tanggal 8 Desember.[56][57] Pada tanggal 12 Desember, Majelis Nasional meloloskan mosi pemakzulan terhadap Menteri Hukum Park Sung-jae dan Kepala Kepolisian Korea Selatan Cho Ji-ho.[58] Persidangan di Mahkamah KonstitusiMosi pemakzulan Yoon Suk Yeol yang disetujui anggota Majelis Nasional diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi Korea Selatan pada 14 Desember 2024 malam hari waktu setempat, menjadikan Pemakzulan Yoon sebagai kasus pemakzulan kedelapan pada tahun 2024 yang diterima oleh Mahkamah Konstitusi, dimana jumlah kasus pemakzulan yang diterima MK tahun 2024 mencapai jumlah tertinggi dalam satu tahun dalam sejarah Korea Selatan.[59] Setelah dokumen pemakzulan tersebut diserahkan, pada 16 Desember, Mahkamah Konstitusi menggelar pertemuan pertama untuk membahas dan menentukan tanggal sidang perdana perkara pemakzulan, dimana pada saat itu jumlah hakim Konstitusi hanya terdiri dari enam orang, dikarenakan tiga orang hakim lainnya mengundurkan diri dari jabatannya karena pensiun dan belum diganti.[60] Dalam pertemuan tersebut, hakim Konstitusi Cheong Hyung-sik (yang ditunjuk oleh Presiden Yoon) dipilih sebagai hakim ketua, dan mantan Ketua Komisi Komunikasi Korea Kim Hong-il ditunjuk untuk memimpin tim pembela hukum Yoon. Ketua Komite Legislasi dan Peradilan Majelis Nasional Jung Chung-rae bertindak sebagai jaksa penuntut pemakzulan.[61] Sidang persiapan pendahuluan pertama kasus ini dijadwalkan pada 27 Desember.[62] AkibatAkibat upaya pemakzulan pertamaUsai pemungutan suara, Ketua PPP Han Dong-hoon mengatakan bahwa PPP akan terus "mendorong presiden untuk mundur secara tertib guna meminimalkan kekacauan",[63] sementara Ketua fraksi PPP di Majelis Nasional Choo Kyung-ho mengundurkan diri dan mengatakan bahwa ia akan bertanggung jawab atas "pemungutan suara pemakzulan presiden ketiga dalam sejarah konstitusional Korea Selatan]".[64] Perdana Menteri Han Duck-soo mengatakan bahwa dia akan "melakukan upaya habis-habisan untuk segera menstabilkan situasi saat ini".[65] DPK mengatakan pihaknya akan terus mengajukan mosi pemakzulan terhadap Yoon setiap minggu.[66] Pada tanggal 8 Desember, mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun ditangkap oleh jaksa penuntut atas dugaan melakukan pemberontakan dengan menyarankan Presiden Yoon untuk mengumumkan darurat militer dan mengirim pasukan ke Majelis Nasional untuk merebut gedung legislatif.[67][68] Pada hari yang sama, Han Dong-hoon mengatakan bahwa PPP "secara efektif memperoleh janji (Yoon) untuk mengundurkan diri" sebagai imbalan bagi partai yang memblokir pemakzulannya.[69] Satuan tugas khusus PPP mengusulkan agar Yoon meninggalkan jabatannya pada bulan Februari atau Maret 2025 dan menyerukan pemilihan presiden cepat yang akan diadakan pada bulan April atau Mei.[70] Pada tanggal 10 Desember, Majelis Nasional meloloskan RUU yang membentuk tim investigasi khusus permanen untuk menyelidiki Yoon atas tuduhan pengkhianatan terhadap negara terkait dengan deklarasi darurat militernya. Usulan tersebut disetujui oleh 210 anggota Majelis Nasional, termasuk 23 anggota PPP, setelah partai tersebut mengizinkan anggotanya untuk memberikan suara sesuai dengan keputusan masing-masing.[71] Akibat upaya pemakzulan keduaMenyusul pengesahan mosi pemakzulan kedua, Yoon menyampaikan pidato di hadapan rakyat, mengakui penangguhan jabatannya sambil berjanji untuk "berbuat yang terbaik bagi bangsa sampai akhir".[72] Lima orang anggota Dewan Tertinggi PPP mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab, yang mendorong dibentuknya sistem komite darurat untuk memimpin partai sesuai dengan peraturannya.[73] DPK mengatakan keberhasilan mosi tersebut merupakan "kemenangan bersejarah bagi demokrasi" dan berjanji akan terus menyelidiki Yoon karena mengumumkan darurat militer.[74] Dengan penangguhan sementara Yoon dari jabatan presiden, perdana menterinya, Han Duck-soo ditunjuk menjadi penjabat presiden sementara. Di tengah desakan agar Han diminta oleh polisi untuk diinterogasi dalam penyelidikan darurat militer, pemimpin DPK Lee Jae-myung mengatakan bahwa partainya tidak akan mengajukan pemakzulan kepadanya untuk sementara waktu guna menghindari "kebingungan dalam urusan negara". Lee juga menyerukan pembentukan badan konsultatif antara Majelis Nasional dan pemerintah untuk menstabilkan urusan negara.[75] Reaksi masyarakatSaat sidang paripurna voting Pemakzulan Yoon yang pertama sedang berlangsung, massa di luar Gedung Majelis Nasional yang menuntut pemecatan Yoon dan mendesak anggota parlemen PPP untuk ikut serta dalam pemungutan suara pemakzulan diperkirakan berjumlah ratusan ribu orang.[76] beberapa diantaranya mencoba memanjat tembok dan barikade polisi.[77] Pada tanggal 5 Desember, nomor telepon anggota parlemen PPP dirilis secara daring, yang menyebabkan gelombang pesan teks dari masyarakat yang mendesak mereka untuk mendukung pemakzulan Yoon, yang terus berlanjut setelah mosi pemakzulan gagal. Seorang anggota parlemen, Shin Sung-bum, mengatakan bahwa ia telah menerima 10.501 pesan singkat hingga tanggal 9 Desember.[78] Setelah usulan pemakzulan pertama gagal, sejumlah kantor anggota parlemen PPP dirusak, sementara yang lain menerima karangan bunga pemakaman bertuliskan pesan-pesan seperti "kaki tangan pemberontakan".[79] Pemotong kotak juga ditemukan di kediaman anggota parlemen Kim Jae-sub. Sebuah petisi yang diajukan di situs web Majelis Nasional yang menyerukan pembubaran PPP mengumpulkan lebih dari 171.000 tanda tangan,[80] melebihi 50.000 tanda tangan yang dibutuhkan untuk menyerahkan proposal kepada komite tetap yang relevan.[81] Pada saat sidang paripurna voting Pemakzulan kedua, setidaknya 208.000 orang berkumpul di depan gedung Majelis Nasional untuk mendukung pemakzulan. Demonstrasi untuk mendukung pemakzulan Yoon juga diadakan di kota-kota di seluruh negeri, dengan 10.000 orang menghadiri demonstrasi di Jeonju dan 30.000 orang lainnya berpartisipasi di Daegu.[82] Pada saat yang sama, unjuk rasa besar-besaran untuk mendukung Yoon diadakan di Gwanghwamun Plaza di Seoul, yang dihadiri oleh sekitar 40.000 orang.[83] Kereta yang beroperasi di Jalur 9 dari Kereta Bawah Tanah Metropolitan Seoul menghindari berhenti di Stasiun Majelis Nasional untuk mencegah kecelakaan akibat kemacetan.[84] Pada 13 Desember, 50 Warga keturunan Korea di Amerika Serikat berunjuk rasa di depan Gedung Putih di Washington DC meminta Yoon dimakzulkan.[85] AnalisisThe Korea Times membandingkan antara pemakzulan Yoon dan pemakzulan Presiden Park Geun-hye pada tahun 2017 dan keberhasilan Yoon dalam upaya pemakzulan pertama dengan ketakutan PPP bahwa mereka akan mengalami kekalahan telak dalam pemilihan presiden sela, serupa dengan apa yang terjadi pada Partai Saenuri setelah Park dicopot dari kursi kepresidenan.[86] Jajak pendapat
Jajak pendapat yang dilakukan oleh Realmeter pada tanggal 4 Desember 2024 menunjukkan bahwa 73,6% responden mendukung pemakzulan Yoon sementara 24% menentangnya. Jajak pendapat tersebut juga menunjukkan bahwa 70% percaya bahwa tindakan Yoon tergolong sebagai tindakan makar sementara 25% percaya sebaliknya.[88] Jajak pendapat Realmeter lainnya yang dirilis pada 12 Desember menemukan bahwa 74,8% responden mendukung pengunduran diri Yoon dengan segera atau pemakzulan, sementara 16,2% mendukung usulan PPP agar Yoon mengundurkan diri secara tertib.[87] Sebuah jajak pendapat Gallup yang dirilis pada 13 Desember menemukan bahwa pemakzulan Yoon didukung oleh 75% responden dan ditentang oleh 21% responden. Jajak pendapat tersebut juga menemukan bahwa 27% pendukung PPP mendukung pemakzulan, dibandingkan dengan 66% pendukung PPP yang menentang. Di antara pendukung DPK, 97% responsen mendukung pemakzulan, sementara 3% responden menentang pemakzulan.[89] Referensi
|