Konstitusi Republik Korea atau UU Dasar Republik Korea (Hangul: 대한민국 헌법; Hanja: 大韓民國憲法) adalah hukum dasar tertulis negara Korea Selatan. Diundangkan pada tanggal 17 Juli 1948 dan amendemen terakhir pada tanggal 29 Oktober 1987.
Sejarah
Konstitusi Pertama Korea Selatan tahun 1948 disusun oleh Dr. Chin-O Yu (Hangul: 유진오; Hanja 兪鎭午) yang menggabungkan sistem presidensial dan sistem parlementer. Presiden bertindak sebagai kepala negara yang dipilih langsung oleh Majelis Nasional dan berbagi kekuasaan eksekutif dengan kabinet.[1] Piagam Konstitusi Pemerintahan Sementara Republik Korea tahun 1919 menjadi cikal bakal Konstitusi Republik Korea tahun 1948.[2]
Amandemen pertama terhadap Konstitusi dilakukan pada tahun 1952 menjelang pemilihan ulang Syngman Rhee, yang menghasilkan pemilihan langsung presiden dan terbentuknya sistem dua kamar pada cabang legislatif. Konstitusi tersebut disahkan dengan prosedur yang tidak teratur setelah perdebatan sengit. Pada tahun 1954, amendemen kedua terhadap Konstitusi dilakukan secara terpaksa akibat paksaan oleh Syngman Rhee yang menghasilkan dihapuskannya batas masa jabatan Syngman Rhee sebagai Presiden dan menekankan model ekonomi kapitalis.
Menghadapi maraknya protes masyarakat terhadap gerakan tersebut, Republik Kedua didirikan pada tahun 1960 dengan model yang lebih demokratis bersamaan dengan disahkannya Konstitusi hasil amendemen ketiga, pembentukan kabinet, presiden boneka, legislatif dua kamar, komisi pemilihan, dan komisi konstitusional. Serta menghasilkan pemilihan untuk para hakim mahkamah agung dan gubernur-gubernur provinsi.
Dengan Kudeta 16 Mei yang dipimpin oleh Park Chung-hee pada tahun 1961, Konstitusi hasil amendemen tahun 1960 dibatalkan, dan pada tahun 1962, Konstitusi Republik Ketiga disahkan, dengan tambahan kesamaan dengan Konstitusi Amerika Serikat, seperti pengujian yudisial. Pada tahun 1972, Park Chung-hee memperluas kekuasaannya setelah disahkannya Konstitusi Republik Keempat disahkan, yang disebut dengan Konstitusi Yusin, yang bersifat kediktatoran.
Setelah Park Chung-hee dibunuh pada tahun 1979, Republik Kelima didirikan pada tahun 1980 dengan Konstitusi hasil amendemen yang disahkan oleh Presiden Chun Doo-hwan. Kekuasaan presiden menjadi terbatas dan tidak dapat dipilih kembali setelah menjabat selama tujuh tahun. Serta mengubah sistem dua kamar menjadi sistem satu kamar dalam tubuh legislatif dan pembentukan sistem kabinet.
Dengan gerakan protes pada tahun 1987 (Gerakan Juni Demokrasi), Konstitusi Republik Keenam disahkan pada tahun 1988. Konstitusi tersebut disahkan oleh Majelis Nasional pada tanggal 12 Oktober 1987 dan telah disetujui oleh 93 persen dalam referendum nasional pada tanggal 28 oktober 1987, yang menghasilkan Roh Tae-woo yang dilantik menjadi Presiden pada tanggal 25 Februari 1988.
Kami, rakyat Korea, bangga dengan sejarah yang gemilang dan tradisi-tradisi dari zaman dahulu, menjunjung tinggi penyebab lahirnya Pemerintahan Sementara Republik Korea melalui Gerakan Kemerdekaan 1 Maret 1919 dan cita-cita demokrasi dari Pemberontakan 19 April 1960 yang melawan ketidakadilan, telah mengambil alih misi reformasi demokratis dan unifikasi damai tanah air kita dan telah bertekad untuk mengkonsolidasikan persatuan nasional dengan keadilan.
- Pembukaan Konstitusi Korea Selatan
Semangat Revolusi 19 April
Semangat 19 April dan Gerakan 1 Maret ditetapkan dalam pembukaan Konstitusi Korea Selatan. Tapi butuh waktu lama untuk disusun. Isi dari Revolusi April telah dihapuskan dalam amendemen keempat, dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam pembukaan dalam amendemen kelima, yang diidentifikasi dengan Kudeta 16 Mei. Setelah amendemen kedelapan, semangat Revolusi April dikecualikan dari pembukaan, dan kemudian dimasukkan kembali pada amendemen kesembilan.[4]
Semangat Piagam Sementara Korea
Piagam Sementara Korea merupakan konstitusi pertama Pemerintahan Sementara Shanghai yang diundangkan pada tahun 1919. Kemudian berganti nama menjadi 'Republik Korea', dan terdiri dari pembukaan 10 pasal. Piagam Sementara Korea menjadi semangat utama dari Konstitusi saat ini yang ditetapkan dalam pembukaan Konstitusi Korea Selatan.[5]
Republik Korea adalah sebuah negara republik demokratis.
Republik Korea harus diatur oleh pejabat sementara dari pemerintahan sementara.
Semua warga negara Republik Korea adalah sama tanpa memandang jenis kelamin, kekayaan, dan lapisan masyarakat.
Semua warga negara Republik Korea memiliki hak-hak untuk kebebasan dalam agama, media, menulis, penerbitan, berserikat, berkumpul, muatan alamat, badan dan kepemilikan.
Warga yang memiliki kualifikasi dari warga negara Republik Korea memiliki hak untuk memilih dan dipilih.
Warga negara Republik Korea memiliki tugas untuk pendidikan, perpajakan, dan militer.
Republik Korea akan bergabung dengan Liga bangsa-Bangsa dalam rangka untuk mengerahkan semangat pendiriannya di dunia dan untuk berkontribusi terhadap budaya manusia dan perdamaian dengan kehendak warga.
Republik Korea memberikan keutamaan kepada keluarga kekaisaran lama.
Republik Korea melarang hukuman seumur hidup, badan, dan prostitusi.
Pemerintahan Sementara mengadakan Majelis Nasional dalam waktu satu tahun setelah pemulihan negara.
Presiden dipilih untuk masa jabatan lima tahun dan tidak dapat dipilih kembali. Perdana Menteri ditunjuk oleh Presiden dengan persetujuan Majelis Nasional. Meskipun tidak diwajibkan oleh Konstitusi, Presiden juga menunjuk anggota kabinet.
Majelis Nasional terdiri dari sekurang-kurangnya 200 (saat ini 300) anggota majelis yang dipilih untuk masa jabatan empat tahun. Ketua Mahkamah Agung ditunjuk oleh Presiden dan 13 hakim agung diangkat oleh Presiden atas rekomendasi dari Ketua Mahkamah Agung dengan persetujuan Majelis Nasional. Ketua Mahkamah Agung menjabat selaman enam tahun.
Konstitusi menyatakan Korea Selatan adalah sebuah "republik demokratis" (diambil dari Pasal 1 Piagam Konstitusional Pemerintah Sementara Republik Korea 1919),[2] wilayahnya terdiri dari "Semenanjung Korea dan pulau-pulau di sekitarnya," dan bahwa "Republik Korea akan mencari cara dalam hal unifikasi dan akan merumuskan dan melaksanakan sebuah kebijakan unifikasi damai berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan dan demokrasi." Terdapat perselisihan mengenai arti dari "kebebasan dan demokrasi" dalam bahasa Korea, tetapi terjemahan langsung dari kata dalam bahasa Korea yang terdapat dalam Konstitusi (자유민주적 기본질서) adalah demokrasi liberal.
Hak Individu
Plakat Hak Korea Selatan (hak dasar) terdapat dalam BAB 2. HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA (4-687)
Setiap individu tidak dapat dihukum, ditempatkan di bawah pembatasan preventif, atau dikenakan kerja paksa keculi sebagaimana ditentukan oleh hukum. Mereka yang ditahan atau ditangkap harus diberitahukan alasannya dan hak mereka untuk didampingi oleh seorang pengacara, dan anggota keluarga mereka harus diberitahukan. Surat tuntutan harus dikeluarkan oleh hakim "melalui prosedur yang semestinya", dan orang yang dituduh dapat menuntut penangkapan yang salah dalam kasus-kasus tertentu.
Namun, hak individu dikualifikasikan oleh ketentuan konstitusional lainnya dan undang-undang yang sudah ada sebelumnya, termasuk UU Keamanan Nasional, yang membatasi hak proses hukum.
Netralitas Politik
Netralitas politik adalah konvensi konstitusional yang menetapkan bahwa pegawai negeri harus menghindari kegiatan yang cenderung merusak atau tampaknya merusak ketidakberpihakan politik mereka atau ketidakberpihakan politik dari pelayanan publik.[7] Netralitas politik di dalam Konstitusi Korea Selatan terjamin di bidang militer, administrasi, dan pendidikan. Dalam bentuk jaminan 'netralitas politik', konstitusi menyediakan sistem hukum obyektif untuk menjamin netralitas politik sebagai elemen penting dari sistem, tidak seperti bentuk jaminan hak-hak dasar.[8]
Militer
Pasal 5 (2) Konstitusi menetapkan bahwa "Angkatan Bersenjata Republik Korea harus memenuhi tugas suci dalam menjaga keamanan nasional dan pertahanan bangsa, dan netralitas politiknya harus ditaati".
Pendidikan
Pendidikan menyelenggarakan potensi individu sehingga setiap individu dapat mengembangkan kepribadian mereka di setiap bidang kehidupan. Mengingat fungsi-fungsi penting pendidikan, Pasal 31(6) Konstitusi menetapkan untuk menetapkan dalam undang-undang mengenai hukum dasar dan peraturan tentang sistem pendidikan dan operasinya, keuangan pendidikan dan status para guru.
Administrasi
Netralitas politik dari pejabat publik ditentukan di dalam hukum. Pasal 6(2) Konstitusi menetapkan bahwa "Status dan netralitas politik pejabat publik harus dijamin oleh hukum". Selain itu, Pasal 9(1) UU Pemilihan Umum Layanan Publik mengatur bahwa pegawai negeri atau orang lain (termasuk organisasi apapun) yang diwajibkan untuk berada dalam netralitas politik tidak boleh terlibat dalam pengaruh yang tidak adil pada pemilihan umum atau tindakan lainnya terhadap hasil pemilihan umum. Pasal 65 UU Pejabat Publik (Larangan Gerakan Politik) Bagian 2 mengatur bahwa pejabat Publik tidak akan terlibat dalam kegiatan berikut untuk mendukung atau menentang partai politik tertentu atau orang tertentu dalam pemilihan:
1. Membuat sebuah undangan untuk memilih atau tidak memilih
2. Memohon, memimpin, atau merekomendasikan gerakan penandatanganan.
3. Mempublikasikan atau mengirim dokumen atau buku ke fasilitas umum
4. Melakukan penggalangan donasi atau menggunakan dana publik
5. Mendorong orang lain untuk bergabung atau tidak bergabung dengan partai politik atau organisasi politik lainnya
Mahkamah Konstitusi
Setelah amendemen pada tahun 1987, Mahkamah Konstitusi didirikan pada September 1988. Berdasarkan model Eropa, Mahkamah Konstitusi adalah pengadilan khusus yang menentukan Konstitusionalitas hukum, perselisihan antara entitas pemerintah, keluhan Konstitusi yang diajukan oleh setiap individu, pemakzulan, dan pembubaran partai politik.[butuh klarifikasi]
Kesembilan hakim menjabat selama enam tahun dan dapat dipilih kembali. Pada Desember 2004, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa sebanyak 418 undang-undang yang bertentangan dengan Konstitusi dan mencabut sekitar 214 tindakan-tindakan pemerintah. [1][Verifikasi gagal]
Referensi
^Public Administration and Policy in Korea: Its Evolution and Challenges edited by Keun Namkoong
^ abRepublicanism in Northeast Asia edited by Jun-Hyeok Kwak, Leigh Jenco
^The History of Korean Constitution in terms of its Spirit: A Study on the Introduction of the April 19 Uprising into the Preamble to the Constitution edited by Hee Kyung Suh
^Reexamining Political Participation in Rousseau’s Political Thought: Does Citizens’Political Participation Include Public Discussions and Debates edited by KANG Jung In