Oma adalah negeri di Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah, Maluku, Indonesia.
Etimologi
Nama Oma berasal dari kata "omo'o", yang diduga bermakna "bundar". Diduga, istilah bundar dalam hal ini dapat dimaknai sebagai bentuk Pulau Haruku yang mudah dikelilingi melalui laut, karena tidak terdapat teluk dan tanjung yang berarti seperti halnya di Pulau Saparua. Oleh karena itu, pada masa lalu, Pulau Haruku dikenal pula sebagai Pulau Oma atau Omo.
Negeri ini memiliki teun Leparissa Leamahu. Oma dan Pulau Haruku juga disebut dengan nama Buangbesi, yakni salah satu uli yang ada di pulau itu. Secara adat, Negeri Oma merupakan pemimpin uli atau persekutuan adat di sebelah selatan pulai, yang dikenal sebagai Uli Hatulohu atau Uli Buangbesi.
Demografi
Penduduk Oma semuanya beragama Kristen Protestan. Jemaat Oma dilayani oleh Gereja Protestan Maluku sebagai gereja utama dengan bangunan gerejanya bernama Pniel.[1][2] Selain itu, terdapat pula satu bangunan Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah (GSJA). Jumlah jemaat di negeri ini mencapai sekitar 700 orang.[3]
Hubungan sosial
Oma terikat pela dengan Pelauw sebagai pela perang dan dengan Kulur sebagai pela batu karang. Ada pun hubungan gandong dirajut dengan Negeri Buano (baik Buano Utara yang Islam, maupun Buano Selatan yang Kristen) di Seram Bagian Barat dan Ullath. Dalam hubungan ini, Buano merupakan kakak tua, Oma sebagai kakak tengah, dan Ullath sebagai bongso.
Ada pula cerita lisan yang menyebutkan bahwa Oma dan Wassu memiliki pertalian saudara, karena kapitan di Negeri Wassu merupakan adik dari Kapitan Ririasa yang merupakan kapitan di Negeri Oma. Oma dan Wassu sama-sama berada di Pulau Haruku sebelah selatan, pada masa lalu bergabung dalam satu uli atau persekutuan adat yang sama, yakni Uli Hatulohu, yang merupakan kebalikan dari Uli Hatuhaha. Pada masyarakat keturunan Buano, Oma, dan Ullath di Belanda, masyarakat keturunan Wassu juga diikutsertakan. Hal ini kemungkinan karena Oma dan Wassu adalah tetangga dekat dan masih berhubungan darah di satu sisi, serta di sisi lain Wassu dan Ullath adalah pela tua bagi masing-masing negeri. Persekutuan warga keempat negeri dikenal sebagai "Wulmano", akronim dari Wassu, Ullath, Oma, dan Buano.
Kehidupan Warga
Ketenangan akan langsung menyergap ketika tiba di Negeri Oma dan sangat berbeda dengan apa yang biasa ditemui di daerah padat perkotaan. Alih-alih suara bising kendaraan bermotor, di negeri Oma suara debur ombak menjadi satu-satunya hal yang akan memenuhi indra pendengaran. Suara televisi juga relatif jarang, hal itu terjadi sebab meskipun di Oma sudah tersedia listrik, tetapi mayoritas penduduk lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan bercengkerama bersama tetangga dan kerabat mereka ketimbang duduk termangu di depan televisi.
Masyarakat Negeri Oma juga masih mempertahankan salah satu tradisi ekonomi lokal hingga sekarang yakni mengolah cengkih secara tradisional untuk kemudian dijual di Ambon. Jadi jangan heran ketika langkah Anda terhalangi oleh hamparan buah cengkih yang dijemur di beberapa sisi jalan.
Referensi
pranala luar