Kulur adalah salah satu dari tujuh negeri yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan Saparua, Maluku Tengah, Maluku, Indonesia. Kulur adalah satu-satunya negeri yang berpenduduk mayoritas Islam di Kecamatan Saparua, sekaligus satu dari tiga negeri Muslim di seluruh Pulau Saparua selain Iha dan Sirisori Islam di Saparua Timur.
Etimologi
Nama Kulur berasal dari kata ulu atau uru yang berarti kepala. Teung negeri ini dan pelabuhannya adalah Uru Haite Siralouw dan dalam bahasa tanah (Saparua), kerap dikenali sebagai Ama Ulu.
Geografi
Kulur adalah negeri pesisir yang terletak di ujung barat laut Pulau Saparua, di tepian Selat Seram dan Selat Saparua. Dari Kulur, tampak pesisir selatan Pulau Seram di arah utara dan pesisir Hulaliu di arah barat. Negeri ini merupakan yang terjauh dari pusat pemerintahan kecamatan, dengan jarak 17 km. Kulur memiliki luas 6,5 km2 atau setara dengan 8% luas Kecamatan Saparua, sekaligus menjadi yang terkecil di kecamatan tersebut.
Demografi
Negeri ini merupakan satu-satunya negeri berpenduduk mayoritas Islam di Kecamatan Saparua, serta satu dari tiga negeri Salam (Mohamedanen negeri)[3] di seantero pulau bersama Negeri Iha dan Sirisori Islam di kecamatan tetangga, Saparua Timur. Ada satu buah masjid di Kulur.
Penduduk Kulur adalah yang terkecil kedua di Saparua setelah Booi, dengan komposisi 528 jiwa laki-laki dan 549 jiwa perempuan, sehingga totalnya menjadi 1.077 jiwa. Jumlah ini setara dengan 5,93% populasi Kecamatan Saparua. Kepadatan penduduknya terbilang jarang, 166 jiwa per km2.
Statistika kesejahteraan
Tidak ditemukan kasus gizi buruk per tahun 2021 di Kulur maupun negeri-negeri lain di Saparua. Ada 347 keluarga pengguna listrik di negeri ini, 345 di antaranya melanggan listrik dari PLN, sementara 2 keluarga menggunakan sumber listrik lainnya. Kulur menjadi satu-satunya negeri di Saparua yang telah memiliki rambu-rambu jalur evakuasi saat bencana dan telah melakukan normalisasi atau perawatan tanggul, sungai, atau waduk yang ada di wilayahnya.
Fasilitas
Ada satu penginapan di Kulur. Negeri ini dilalui oleh jalan darat yang menghubungkannya dengan Dusun Pia dan kota kecamatan di Saparua, dengan trayek angkutan umum yang sifatnya tetap. Jalan darat yang menghubungkan Kulur dengan kota kecamatan telah diaspal dan dapat dilalui sepanjang tahun.
Terdapat 1 menara BTS dan 1 operator seluler yang melayani Kulur, dengan sinyal kuat, tetapi belum dilayani oleh 4G. Kantor pos dan atau jasa ekspedisi belum ada yang membuka pelayanan di Kulur.
Lembaga dan pranata adat
Raja
Tuhulele berkedudukan sebagai matarumah parentah yang berhak atas jabatan raja secara turun-temurun. Namun, fam lain seperti Tutupoho juga pernah menjabat sebagai raja di Kulur. Terakhir, dalam pemilihan raja tahun 2022 yang diklaim sarat kecurangan, Abdulah Tutupoho dinyatakan menang dengan 300 suara, melawan calon dari keluarga Tuhulele. Hasil pemilihan tersebut ditolak keluarga Tuhulele, tetapi pada akhirnya, Abdulah Tutupoho tetap dilantik oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah sebagai Raja Kulur.
Matarumah
Matarumah atau fam di Kulur terbagi atas kelompok fam asli dan fam pendatang. Berikut adalah seluruh fam di Negeri Kulur.
- Bartun
- Lilitoly (pendatang dari Iha)
- Luhulima
- Ningkeula atau Nengkelwa (pendatang dari Ullath)
- Patina
- Pupun
- Sahupala (pendatang dari Sirisori Islam)
- Saihitu
- Syauta
- Tuahuns
- Tuhulaha
- Tuhulaola
- Tuhulele
- Tuahuns
- Tutupoho
Soa
Matarumah di Kulur dikelompokkan menjadi tiga soa, yakni Soa Purwatan, Sepai, dan Pia. Matarumah pendatang kecuali Lilitoly dikelompokkan ke dalam Soa Pia. Soa Sepai berkedudukan sebagai soa raja.
Hubungan sosial
Hubungan dengan negeri-negeri tetangga
Pada konflik horizontal 1999, masyarakat Kulur yang mahir dalam pembuatan bom ikan terlibat dalam penghancuran dusun Pia termasuk gereja yang ada di sana. Pia sendiri merupakan bagian dari negeri Sirisori Amalatu dan menurut kepercayaan di Kulur, dahulu negeri mereka berkedudukan di Pia, sebelum akhirnya Belanda membagikan tanah tersebut kepada orang Sirisori Kristen atas balas jasa dalam penghancuran Kerajaan Iha. Belanda menyingkirkan Kulur ke lokasinya yang sekarang, di ujung barat laut Pulau Saparua.
Negeri ini memiliki hubungan yang cukup panas dengan negeri Porto terkait perbatasan petuanan dan sengketa lahan, umumnya perselisihan antara penduduk kedua negeri berbeda agama ini terjadi pada masa mulai tanam. Menurut masyarakat Kulur, orang Porto menyerobot tanah ulayat mereka.
Pela
Kulur memiliki hubungan pela dengan negeri Oma. Jenis pelanya adalah pela batu karang alias pela keras. Namun, ada sumber yang menyatakan bahwa Oma dan Kulur adalah gandong. Hal ini dikarenakan nenek moyang matarumah Uneputty di Oma berasal dari Kulur, khususnya daerah Tanjung Uneputty. Sang kakak yang bernama Pattinusa tetap tinggal di Kulur. Konon, suatu waktu Uneputty dan penduduk Oma secara umum menghadapi bencana besar karena singa yang mengamuk. Uneputty memanggil sang kakak, Pattinusa, mereka kemudian bersama-sama menumpas sang singa yang kemudian berubah wujud menjadi batu, yang dikenal di Oma sebagai "batu singa".
Selain itu, Kulur juga mengangkat pela dengan negeri Iha, Tuhaha,[17] Nolloth, Hatu, dan Kaibobo. Khususnya dengan Tuhaha dan Nolloth, Kulur pada masa lalu memberikan bantuan berupa kayu-kayu dari petuanannya guna dipakai untuk pembangunan sekolah dan gereja. Pada akhirnya, baik Tuhaha maupun Nolloth masing-masing mengangkat pela tampa siri dengan Kulur. Pela dengan Tuhaha juga dikaitkan dengan Perang Alaka antara Uli Hatuhaha yang dipimpin Pelauw melawan VOC. Tuhaha memberikan bantuan dan berperang bersama dengan Uli Hatuhaha. Dalam perjalanan dari Tuhaha ke Pulau Haruku, pasukan Tuhaha bersama kapitannya meminta izin untuk melintasi negeri Kulur. Izin diberikan dan kedua negeri mengangkat pela.
Gandong
Kulur memiliki hubungan gandong dengan negeri Samasuru di Pulau Seram. Samasuru dalam hubungan ini merupakan gandong kakak, sementara Kulur adalah gandong adik.
Referensi
Daftar pustaka