Nibung (Oncosperma tigillarium syn. O. filamentosum) adalah sejenis palma yang tumbuh di rawa-rawa Asia Tenggara, mulai dari Indocina hingga Kalimantan. Nibung memiliki nama-nama yang berbeda dari setiap daerah, seperti: andudu (Bali), palun (Ambon), walut (Buru), dan ramisa (Makassar).[2]
Tumbuhan ini berupa pohon dengan bentuk khas palma: batang tidak atau jarang bercabang, dapat mencapai 25m, dapat memunculkan anakan yang rapat, membentuk kumpulan hingga 50 batang. Batang dan daunnya terlindungi oleh duri keras panjang berwarna hitam. Daunnya tersusun majemuk menyirip tunggal (pinnatus) yang berkesan dekoratif.
Kayu nibung sangat tahan lapuk sehingga dipakai untuk penyangga rumah-rumah di tepi sungai dan diatas rawa gambut.[3] Temuan arkeologi di daerah Jambi menunjukkan sisa-sisa penyangga rumah dari kayu ini di atas tanah gambut dari perkampungan abad ke-11 hingga ke-13.[4] Kayunya juga dipakai untuk jala ikan (di Kalimantan).
Nibung adalah tumbuhan indentitas Provinsi Riau.[5]
Referensi
- ^ Kew World Checklist of Selected Plant Families
- ^ Crawfurd, John (2017). Sejarah Kepulauan Nusantara: Kajian Budaya, Agama, Politik, Hukum dan Ekonomi. 1. Diterjemahkan oleh Zara, Muhammad Yuanda. Yogyakarta: Penerbit Ombak. hlm. 322. ISBN 9786022584698.
- ^ Puspitaloka, Dyah; Purnomo, Herry; Andriyana, Wiene, ed. (2020). Pembelajaran pencegahan kebakaran dan restorasi gambut berbasis masyarakat. Pusat Penelitian Kehutanan Internasional. hlm. 120. ISBN 9786023871278.
- ^ Kompas Daring Bekas Pemukiman kuno di Delta Sabak ditemukan. Diakses 4 Juni 2008
- ^ Kusumo, Rizky (1 Oktober 2021). "Pohon Nibung, Tanaman Multifungsi yang Jadi Simbol Persatuan Masyarakat Riau". www.goodnewsfromindonesia.id. Diakses tanggal 2022-02-09.
Pranala luar
|
---|
Oncosperma tigillarium | |
---|
Areca tigillaria | |
---|