Nasakom (kepanjangan dari nasionalisme, agama, dan komunisme) adalah konsep politik yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno. Konsep ini berlaku di Indonesia dari 1959 masa Demokrasi Terpimpin hingga Orde Baru, tahun 1966. Gagasan Soekarno mengenai Nasakom ini merupakan upaya untuk menyatukan berbagai ideologi politik[1][2][3][4] Nasakom berupaya untuk menyatukan golongan nasionalis, agamis, dan komunis yang pada waktu itu memiliki kekuasan terbesar dalam perpolitikan di Indonesia.
Latar Belakang
Gagasan Nasakom sebenarnya sudah dipikirikan Soekarno sejak 1927, jauh sebelum Indonesia merdeka. Soekarno menulis rangkaian artikel berjudul "Nasionalisme, Islam, dan Marxisme" dalam majalah Indonesia Moeda. Kemudian, tahun 1956, ia menyampaikan gagasan ini. Ia mengkritik sistem Demokrasi Parlementer yang dianggap tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia.
Menurut Soekarno, Demokrasi Parlementer melindungi sistem kapitalisme. Sebab parlemen dikuasai oleh kaum borjuis. Sehingga menurutnya sistem ini tidak bisa memakmurkan rakyat. Selain itu, Soekarno juga menganggap bahwa Demokrasi Parlementer dapat membahayakan pemerintahan. Oleh sebab itu, bulan Februari 1956, Soekarno mengusulkan konsep baru yang disebut Nasakom dengan didasari oleh tiga pilar utama. Tiga pilar tersebut adalah Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Ketiga pilar ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan tiga faksi utama dalam politik Indonesia yaitu tentara, kelompok Islam, dan komunis. Melalui dukungan dari militer, bulan Februari 1956, ia menyatakan berlakunya Demokrasi Terpimpin dan mengusukan kabinet yang akan mewakili semua partai politik penting.[5]
Pelaksanaan Nasakom
Usai Nasakom terbentuk, Soekarno semakin gencar mengkampanyekan konsep Nasakom-nya. Soekarno menyatukan tiga kekuatan politik dengan tujuan untuk memperkuat posisinya. Tiga partai politik yang menjadi faksi utama dalam perpolitikan Indonesia saat itu adalah:
- Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berhaluan nasionalisme
- Nahdlatul Ulama (NU) yang berhaluan agama
- Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berhaluan komunisme
Soekarno bahkan mengampanyekan konsep Nasakom hingga ke forum internasional. Sebab saat itu, negara-negara pemenang Perang Dunia II saling bertentangan ideologi. Dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tanggal 30 September 1960 di Kota New York, Soekarno menyampaikan pidato berjudul "To Build the World a New". Melalui pidato tersebut, Soekarno menyampaikan konsep Nasakom yang ia buat. Selanjutnya, dalam Sidang Panca Tunggal Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, tanggal 23 Oktober 1965, Soekarno kembali menegaskan pentingnya Nasakom.[5]
Akhir Nasakom
Soekarno sangat gencar memperluas gagasan Nasakom miliknya. Namun, sekeras apapun ia mempertahankan konsep Nakasom-nya, gagasan tersebut akhirnya kandas juga. Kandasnya Nasakom diakibatkan oleh luruhnya pamor PKI akibat Gerakan 30 September. Selain itu, berakhirnya Nasakom juga diakibatkan oleh adanya peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, di mana pemimpin baru Indonesia, Soeharto, sangat anti-komunis. Dengan demikian, gagasan Nasakom pun berakhir.[5]
Referensi
- ^ Echols, John M.; Shadily, Hassan (1989), Kamus Indonesia Inggris: An Indonesian-English Dictionary (edisi ke-3), Jakarta: PT Gramedia, ISBN 979-403-756-7
- ^ Friend, T. (2003). Indonesian Destinies. Harvard University Press. hlm. 25, 82–83. ISBN 0-674-01137-6.
- ^ Ricklefs, M. C. (1991). A History of Modern Indonesia since c. 1300 (edisi ke-2). MacMillan. hlm. 268. ISBN 0-333-57689-6. LCCN 94102636. OCLC 30320024. OL 1135607M. ISBN 0-333-57690-X. alternate version at Google Books with preview
- ^ Vickers, Adrian (2005). A History of Modern Indonesia. Cambridge University Press. hlm. 146. ISBN 0-521-54262-6.
- ^ a b c Media, Kompas Cyber (2021-09-28). "Nasakom, Konsep Kesatuan Politik ala Soekarno Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-09-26.