Dia juga dikenal sebagai ulama ahli falak di Banjarmasin dan berperan dalam kegiatan di Masjid Jami Banjarmasin dan pemindahan masjid tersebut dari yang awalnya berada di daerah Panglima Batur ke tempat yang sekarang di Jalan Mesjid Jami.[1][2]
Riwayat Hidup
Kehidupan awal
Dia dilahirkan di daerah Antasan Kecil Timur, Banjarmasin pada hari Senin tanggal 11 Januari 1915. Ayahnya, Haji Abdurrahman Gobit adalah guru madrasah di Kampung Bugis (sekarang daerah Jalan Sulawesi, Banjarmasin) dan merupakan anak dari Gobit yang berasal dari Desa Satui, Kintap. Sedangkan ibunya bernama Intan.bin Corong. Baik pihak ayah maupun pihak ibu merupakan suku Banjar.[1]
Hanafie Gobit memiliki saudara kandung yang bernama Halifah. Selain itu, dia memiliki saudara tiri yang merupakan hasil pernikahan antara ayahnya dengan seorang gadis bernama Hj. Alus yang berasal dari Barabai, di antaranya H. Moeslaini Gobit, Hj. Alfiah Gobit, Hj. Ma’asiyah Gobit, dan H. Afriji Gobit.[1]
Pendidikan
Pendidikan yang dia tempuh antara lain Inlandche School di Balikpapan pada tahun 1922-1924, kemudian Madrasah Al-Ashriyyah di Kampung Bugis Banjarmasin pada tahun 1925-1927, dan Madrasah Ash-Sholatiyah di Makkah pada tahun 193-1940. Ketika belajar di Makkah, dia berhadil menyelesaikan dalam waktu enam setengah tahun dengan memperoleh nilai yang maksimal sehingga mendapatkan predikat Jayyid Mumtaz. Beberapa temannya sewaktu belajar di Makkah di antaranya H. Abdul Hamid, H. Abdullah Syafe’i dari Jakarta, Syah Ramli Gusti, dan H. Abdul Hadi.[1]
Selain pendidikan formal, dia juga pernah belajar dengan Tuan Guru Haji Said Midad pada tahun 1925-1933 di Kampung Sungai Jingah, dimana salah satu seorang teman belajarnya di antaranya Haji Ahmad Pamurus.[1]
Kiprah
Organisasi
Pada tahun 1931, dia terlibat dalam pendirian organisasi pelajar Islam Kalimantan yang diberi nama Musyawaratuth Thalibin. Dia juga menjadi pengurus di Jamiatut Thalibin (Organisasi Pelajar Islam Kalimantan) saat belajar di Mekkah. Dia juga menjadi Wakil Ketua Majelis Ulama yang dibentuk tahun 1962 oleh Pangdam X Lambung Mangkurat (ketuanya adalah K.H. Salman Taib). Saat MUI didirikan, dia menjadi Anggota Badan Pertimbangan MUI tahun 1975 dan masuk di Komisi III yang membidangi Ukhuwah Islamiyah dalam Munas II MUI tahun 1980 di Jakarta.[3] Dia juga pernah menjadi Ketua Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII) Cabang Kalimantan Selatan yang pertama.[1]
Departemen Agama
Pada tahun 1942-1950, dia pernah menjadi qadi besar di Kalimantan. Hal ini membuat dia turut menjadi penyusun Kantor Departemen Agama Kalimantan pada tahun 1949 di Yogyakarta. Pada tahun 1950, dia menjadi pimpinan kantor persiapan Departemen Agama Kalimantan yang pertama. Sejak tahun 1951 sampai dengan 1963, dia ditugasi menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Kalimantan.[3]
Politik
Dia bergabung dengan Partai Masyumi dan menjadi anggota pimpinan wilayah di Kalimantan Selatan pada tahun 1950-1959. Pada tahun 1956 hingga tahun 1959, dia menjadi anggota Konstituante Republik Indonesia dari fraksi Masyumi dengan nomor anggota 311.[4]
Selain itu, dia juga pernah menjadi penasehat PB Serikat Muslimin Indonesia yang kemudian dilebur menjadi Masyumi Kalsel, ketua Dewan Pertimbangan PW Parmusi Kalimantan Selatan pada tahun 1963-1971, dan anggota MPR-RI masa bakti 1977-1982.[3]
Pendidikan
Di bidang pendidikan, dia menjadi pendiri SMT (Sekolah Menengah Tinggi) sekaligus sebagai gurunya tahun 1946-1950. Dia juga menjadi menjadi anggota Persatuan Guru Sekolah Islam Banjarmasin, pendiri Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP 1946) pada tanggal 15 Oktober 1946, pendiri Al-Ma’had al-Islamy, guru pada Sekolah Hakim dan Jaksa (SHD), guru pada sekolah Kaikyo Gakko Ing. (Sekolah Qadhi, kini menjadi Kompleks Perguruan Muhammadiyah Jalan S. Parman, Banjarmasin), guru pada KNS (Kwekschool Nieuw Stijl) tahun 1947, dosen agama Islam di Universitas Lambung Mangkurat tahun 1967-1969, guru pamong praja selama 10 tahun, dosen tetap IAIN Antasari dan menjabat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Syari’ah tahun 1971-1972, dan dosen Luar Biasa IAIN Antasari tahun 1974-1983.[5]
Kehidupan pribadi
Dia menikah dengan seorang perempuan yang bernama Hj. Asiah binti H. Abdul Karim, dimana mereka dikaruniai 11 orang anak serta 24 orang cucu:
Dia menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 16 Ramadan 1410 Hijriah atau bertepatan dengan12 April 1990 Masehi pada pukul 05.20 WITA di rumah kediamannya Jalan Masjid No. 5, Banjarmasin Utara, Banjarmasin. Jenazahnya dikebumikan di alkah keluarga di Kuburan Muslimin Banjarmasin sekitar pukul 17.00 WITA, tidak jauh dari rumahnya dan Masjid Jami Banjarmasin.[1][3]
^ abcdBarije, Ahmad (2018). Mengenal Ulama dan Tokoh Banjar. Banjarmasin: CV Rahmat Hafiz Al Mubaraq.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)