Michel Aflaq
Michel Aflaq (bahasa Arab: ميشيل عفلق, pelafalan dalam bahasa Arab: [miːʃeːl ʕaflaq], 9 Januari 1910 – 23 Juni 1989) adalah seorang filsuf, sosiolog dan nasionalis Arab asal Suriah. Gagasannya memainkan peran menonjol dalam perkembangan Ba'athisme dan gerakan politiknya; ia dianggap oleh beberapa Ba'athis sebagai pendiri utama pemikiran Ba'athis. Ia menerbitkan berbagai buku sepanjang masa hidupnya, salah satu yang paling terkenal adalah Pertempuran untuk Satu Takdir (1958) dan Perjuangan Melawan Kesenjangan Gerakan Revolusi Arab (1975). Lahir dalam sebuah keluarga kelas menengah di Damaskus, Suriah, Aflaq belajar di Sorbonne, dimana ia bertemu dengan orang yang kelak menjadi pengikut politiknya Salah al-Din al-Bitar. Ia kembali ke Suriah pada 1932, dan memulai karier politik dalam politik komunis. Aflaq menjadi seorang aktivis komunis, tetapi memutus hubungannya dengan gerakan komunis saat Partai Komunis Suriah-Lebanon mendukung kebijakan-kebijakan kolonial Prancis. Kemudian pada 1940, Aflaq dan al-Bitar mendirikan Gerakan Ihya Arab (kemudian berganti nama menjadi Gerakan Ba'ath Arab, yang mengambil nama dari kelompok Zaki al-Arsuzi dengan nama yang sama). Gerakan tersebut meraih kesuksesan, dan pada 1947, Gerakan Ba'ath Arab digabung dengan organisasi Ba'ath Arab pimpinan al-Arsuzi untuk mendirikan Partai Ba'ath Arab. Aflaq dipilih pada komite eksekutif partai dan menjadi "'Amid" (artinya pemimpin partai). Partai Ba'ath Arab digabung dengan Partai Sosialis Arab pimpinan Akram al-Hawrani untuk mendirikan Partai Ba'ath Sosialis Arab pada 1952; Aflaq dipilih menjadi pemimpin partai pada 1954. Pada pertengahan menjelang akhir 1930an, partai tersebut mulai mengembangkan hubungan dengan Gamal Abdel Nasser, Presiden Mesir, yang kemudian berujung pada pendirian Republik Arab Bersatu (RAB). Nasser memaksa Aflaq untuk membubarkan partai tersebut. Permintaan tersebut ia turuti, tetapi tanpa berkonsultasi dengan para anggota partai. Tak lama setelah pembubaran RAB, Aflaq terpilih kembali menjadi Sekretaris Jenderal Komando Nasional Partai Ba'ath. Setelah Revolusi 8 Maret, posisi Aflaq di partai tersebut dipulihkan karena menyadari bahwa ia dipaksa turun dari jabatan pemimpin partai pada 1965. Aflaq melangsungkan kudeta Suriah 1966, yang berujung pada perpecahan di dalam Partai Ba'ath. Ia kabur ke Lebanon, tetapi kemudian datang ke Irak. Pada 1968, Aflaq terpilih menjadi Sekretaris Jenderal Partai Ba'ath pimpinan Irak; pada masa jabatannya, ia tidak memegang kekuasaan de facto. Ia memegang jabatan tersebut sampai kematiannya pada 23 Juni 1989. Teori-teori Aflaq tentang masyarakat, ekonomi, dan politik, yang secara kolektif dikenal sebagai Ba'athisme, menyatakan bahwa dunia Arab perlu bersatu dalam satu Negara Arab dalam rangka mencapai sebuah negara dengan pengembangan maju. Ia adalah kritikus kapitalisme sekaligus komunisme, dan menyangkal pandangan materialisme dialektikal buatan Karl Marx sebagai satu-satunya kebenaran. Pemikiran Ba'athis menjunjung kebebasan dan sosialisme Arab – sebuah sosialisme dengan karakteristik Arab, yang bukan bagian dari gerakan sosialis internasional seperti yang didefinisikan oleh Barat. Aflaq meyakini pemisahan negara dan agama, dan penganut kuat sekulerisasi, tetapi menentang ateisme. Meskipun menganut Kristen, ia meyakini Islam adalah "kejeniusan Arab". Setelah perpecahan Partai Ba'ath pada 1966, Partai Ba'ath pimpinan Suriah menuduh Aflaq mencuri gagasan-gagasan al-Arsuzi, dan menyebutnya "pencuri". Partai Ba'ath pimpinan Irak menyangkal hal tersebut, dan tidak meyakini bahwa al-Arsuzi berkontribusi pada pemikiran Ba'athis. Kehidupan awal: 1910–1939Lahir pada 9 Januari 1910 di Damaskus dari keluarga Kristen Ortodoks Yunani kelas menengah,[1] ayahnya, Yusuf, bekerja sebagai pedagang biji-bijian. Aflaq mula-mula dididik di sekolah-sekolah bergaya barat di Suriah Mandat Prancis.[2] Pada 1929, ia meninggalkan Suriah untuk belajar filsafat di Sorbonne, Paris. Disana, Aflaq terpengaruh oleh karya-karya Henri Bergson, dan bertemu kolaborator jangka panjangnya Salah al-Din al-Bitar, seorang nasionalis Suriah sejawatnya.[3] Aflaq mendirikan Serikat Pelajar Arab di Sorbonne, dan menemukan tulisan-tulisan Karl Marx. Ia kembali ke Suriah pada 1932, dan menjadi aktif dalam politik komunis, tetapi hengkang dari gerakan tersebut saat pemerintahan Léon Blum, yang didukung oleh Partai Komunis Prancis (PKP), meneruskan politik lama Prancis terhadap koloni-koloninya. Aflaq, dan para anggota lainnya, meyakini bahwa PKP melayangkan kebijakan-kebijakan pro-kemerdekaan terhadap koloni-koloni Prancis. Hal ini tak terwujud saat Partai Komunis Suriah-Lebanon (PKSL) mendukung keputusan PKP. Dari itu, Aflaq memandang gerakan komunis sebagai alat Uni Soviet.[4] Ia beralih ke organisasi dan ideologi Partai Nasionalis Sosial Suriah pimpinan Antun Saadeh.[2] Gerakan Ba'ath Arab: 1940–1947Setelah kembali ke Suriah, Aflaq dan al-Bitar menjadi guru di Tajhiz all'-Ula, "sekolah menengah paling prestisius di Suriah". Aflaq mengajar sejarah, sementara al-Bitar mengajar matematika dan fisika. Pada 1940, Aflaq dan al-Bitar memutuskan untuk membentuk sebuah lingkar palajar, yang biasanya bertemu pada hari jumat. Pada tahun tersebut, Gerakan Ihya Arab, sebuah partai politik, didirikan oleh Aflaq dan al-Bitar. Mereka menggunkan sebagian besar waktu mereka pada 1941 untuk mengurusi partai tersebut. Pada 1942, Aflaq menunjukkan kemampuannya sebagai "seorang pembicara menarik" yang mampu untuk memberikan "jeda teatrikal" untuk dampak besar.[5] Partai tersebut mengubah namanya menjadi Gerakan Ba'ath Arab untuk menyelaraskan perubahan-perubahan signifikan yang terjadi di Timur Tengah; Rashid Ali al-Gaylani, Perdana Menteri Irak, menantang dominasi Inggris atas Irak. Penggantian kata "Kebangkitan" dengan "Ba'ath" (bahasa Arab: بعث, secara literal artinya kebangkitan/kelahiran kembali) menandakan kebangkitan Arab secara ideologi digantikan oleh kebutuhan untuk kelahiran kembali Arab. Pengubahan nama tersebut membuat Zaki al-Arsuzi, pemimpin Partai Ba'ath Arab, menuduh Aflaq dan al-Bitar menjiplak nama partainya. Meskipun sama-sama mempromosikan sebuah wadah partai berbasis pendirian nasionalis Arab, Aflaq dan al-Arsuzi saling bersaing.[6] Pada 24 Oktober 1942, Aflaq dan al-Bitar mengundurkan diri dari pekerjaan mengajar mereka dan memutuskan untuk mendevosikan diri mereka kepada perjuangan politik secara penuh.[5] Pada 1941, Komite Suriah untuk Membantu Irak didirikan untuk mendukung pemerintah Irak yang dipimpin oleh Rashid Ali al-Gaylani menentang invasi Inggris saat Perang Inggris–Irak.[7] Al-Arsuzi, pemimpin gerakan Ba'ath Arab lainnya, bersikap skeptis terhadap komite baru tersebut, dan menentang bantuan bangsa Irak dengan alasan bahwa mereka akan kalah bagaimanapun caranya.[8] Pada 1941, gerakan tersebut mulai menerbitkan dokumen-dokumen dengan nama "Gerakan Ihya Arab". Kemudian, pada 1945, Aflaq dan al-Bitar membujuk otoritas Mandat Prancis untuk memberikan lisensi partai kepada gerakan tersebut. Gerakan Ba'ath Arab belum menjadi partai resmi sampai 1947, daat gerakan tersebut digabung dengan Gerakan Ba'ath Arab pimpinan al-Arsuzi untuk mendirikan Partai Ba'ath Arab.[9] Gerakan Ba'ath Arab, yang dipimpin oleh Aflaq dan al-Bitar, menggalang dukungan dari Gerakan Ba'ath pimpinan al-Arsuzi; pada 1940an, al-Arsuzi mulai menjauhkan diri dari ranah umum, ia makin menjauhkan diri dari orang lain dan menjadi paranoid, menurut para kenalannya.[10] Saat dua gerakan Ba'ath tersebut digabung dan mendirikan Partai Ba'ath Arab pada 1947, satu-satunya subyek yang dibahas adalah bagaimana sosialisme diliputkan; Wahib al-Ghanim dan Jalal al-Sayyid dari al-Arsuzi yang memimpin gerakan Ba'ath ingin Aflaq dan al-Bitar mengadopsi kebijakan-kebijakan sosialis yang lebih radikal.[11] Karier politik awal dan UAR: 1947–1963Pendirian dan tahun-tahun awalKongres pertama Partai Ba'ath Arab diadakan di Damaskus pada 1947.[12] Aflaq mengambil posisi menonjol Amid, yang terkadang diterjemahkan menjadi 'pemimpin';[13] dan terpilih pada komite eksekutif beranggotakan empat anggota. Di bawah konstitusi yang diadopsi di kongres, hal ini menjadikannya pemimpin efektif dari partai tersebut, dengan kekuasaan menyeluruh atas partai tersebut; al-Bitar terpilih menjadi Sekretaris Jenderal Komando Nasional. Zaki al-Arsuzi, pemimpin Ba'ath Arab, tidak diberikan posisi apapun, atau kenggotaan dalam partai tersebut.[11] Aflaq sebagai Amid bertanggung jawab atas urusan di ideologi dan menjadi mentor partai, sementara al-Bitar mengendalikan manajemen sehari-hari partai tersebut.[14] Penggabungan tersebut menjadi bermasalah, beberapa anggota Partai Ba'ath pimpinan al-Arsuzi menjadi lebih sayap kiri, dan kemudian, pada masa jabatan Aflaq sebagai pemimpim menjadi sangat kritis terhadap kepemimpinannya.[15] Pada akhir 1940an, Aflaq dan al-Bitar memberikan pelajaran-pelajaran gratis tentang pemikiran Ba'athis, dan pada 1948 mereka mendirikan surat kabar al-Ba'ath (Indonesia: kelahiran kembali/kebangkitan). Aflaq mengetes kekuatan Partai Ba'ath saat Perang Arab–Israel 1948 setelah awal kekalahan Suriah – ia memimpin beberapa unjuk rasa menentang pemerintahan pimpinan Presiden Shukri al-Quwatli. Ia secara pribadi memimpin unjuk rasa, dan mengklaim bahwa al-Quwatli, seorang tuan tanah, merupakan seorang politikus kapitalistik dan korup, yang menuduhnya menyebabkan kekalahan tentara Suriah. Aflaq menyerukan pelengseran al-Quwatli, dan menulis beberapa artikel al-Ba'ath yang mengkritik kepresidenannya dan perdana menterinya, Jamil Mardam Bey.[14] Aflaq kemudian ditangkap atau perintah perdana menteri al-Quwatli, Bey.[16] Pemerintah Al-Quwali lengser dalam sebuah kudeta pimpinan perwira militer Husni al-Za'im. Al-Za'im mencekal seluruh partai, mengklaim bahwa Suriah belum siap untuk menganut demokrasi parlementer. Aflaq, yang telah bebas, ditangkap lagi pada masa kepresidenan al-Zai'm dan dikirim ke Penjara Mezzeh. Pemerintah Al-Za'im tidak berlangsung lama, dan pada Agustus 1949, ia dilengserkan, dan Hashim al-Atassi, yang terpilih secara demokratis, mengambil tempatnya. Al-Atassi mendirikan pemerintahan persatuan nasional, dan Aflaq dipilih menjadi Menteri Pendidikan, satu-satunya jabatan pemerintah yang pernah ia pegang; ia menjabat dari Agustus sampai Desember 1949. Kepresidenan Al-Attasi juga tidaklah berlangsung lama, dan pada 1951, Adib Shishakli mengambil alih kekuasaan dalam sebuah kudeta militer.[17] Aflaq mula-mula menyatakan dukungannya terhadap pemerintahan baru tersebut dengan meyakini bahwa ia dan Partai Ba'ath akan berkolaborasi dengan Shishakli karena mereka berbagi sentimen nasionalis Arab yang sama. Analisisnya terhadap Shishakli ternyata hanya isapan jempol, dan salah satu keputusan pertama Shishakli sebagai penguasa adalah mencekal seluruh partai politik, termasuk Partai Ba'ath.[17] Para pemimpin dan beberapa anggota utama Partai Ba'ath kabur ke Lebanon saat menyadari tekanan pemerintah meningkat. Di Lebanon, Aflaq dan al-Bitar sepakat untuk menggabung Partai Ba'ath Arab dan Partai Sosialis Arab (PSA), pimpinan Akram al-Hawrani, untuk mendirikan Partai Ba'ath Sosialis Arab pada 1952.[18] Partai yang baru dibentuk tersebut bekerja sebagai basis operasi melawan pemerintah Shishali – Aflaq dan sisa-sisa anggotanya juga bekerja sama dengan pasukan oposisi non-Ba'athis. Shishakli dilengserkan pada Februari 1954.[17] Politik kekuasaan: 1954–1963Setelah pelengseran al-Shishakli, Suriah mengadakan pemilihan demokratis pertamanya dalam lima tahun. Partai Ba'ath, pimpinan Aflaq, al-Bitar dan al-Hawrani, memiliki 22 anggota yang terpilih pada parlemen.[note 1] Peningkatan dalam pengaruh ini sebagian besar dapat diatributkan kepada al-Hawrani – beberapa anggota PSA lama memperkuat suara untuk Partai Ba'ath karena keberadaan al-Hawrani.[19] Pada masa itu, Aflaq menyerahkan kekuasaannya kepada al-Hawrani dan para pendukungnya, yang menjadi mayoritas dalam partai tersebut. Hal tersebut membuat Partai Ba'ath memutuskan untuk secara terbuka bekerja sama dengan Partai Komunis Suriah, suatu langkah yang ditolak Aflaq.[20] Aflaq terpilih menjadi Sekretaris Jenderal partai tersebut dari Komando Nasional yang baru didirikan, sebuah jabatan yang setara dengan 'pemimpin partai', oleh Kongres Nasional Kedua partai tersebut.[3] Saat berada di bawah Republik Arab Bersatu (RAB), Aflaq dipaksa oleh Nasser untuk membubarkan partai tersebut sehingga ia membubarkan partainya sendiri atas dasar materi kongres.[21] RAB memandang buruk Partai Ba'ath – partai tersebut dianggap sebagai ancaman besar bagi pemerintah Nasser. Gerakan Ba'ath, yang menjadi gerakan nasionalis Arab dominan pada 1958, menyadari hal tersebut setelah tiga tahun masa pemerintahan Nasseris.[22] Hanya orang-orang Ba'athis berkuasa penuh yang diberikan jabatan publik dalam pemerintahan RAB, al-Hawrani menjadi Wakil Presiden dan al-Bitar menjadi Menteri Budaya dan Pemanduan.[23] Beberapa anggota, yang kebanyakan kaum muda, mencemooh Aflaqatas keadaan tersebut; hal ini karena ia membubarkan partainya pada 1958 tanpa berkonsultasi kepada Kongres Nasional. Hafez al-Assad, Salah Jadid dan tokoh lainnya, kemudian mendirikan Komite Militer untuk menyelamatkan gerakan Ba'ath Suriah dari kekosongan.[24] Kongres Nasional Ketiga partai tersebut pada 1959 mendukung keputusan Aflaq untuk membubarkan partai tersebut, tetapi Kongres Nasional 1960, dimana Jadid menjadi delegasi mewakili Komite Militer yang tidak diketahui pada waktu itu, menangkis keputusan tersebut dan menyerukan agar Partai Ba'ath didirikan kembali. Kongres tersebut juga memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Nasser dengan mendemokratisasikan RAB. Sebuah faksi dalam partai tersebut, yang dipimpin oleh al-Hawrani, menyerukan pemisahan diri dari Suriah.[25] Saar RAB terpecah pada 1961, beberapa anggota menyambut pembubarannya, beberapa diantaranya adalah al-Bitar.[23] Partai Ba'ath menduduki 20 kursi, turun dari 22, dalam pemilihan 1961.[26] Pada 1962, setelah empat tahun, Aflaq mengadakan Kongres Kelima di Homs. Al-Hawrani tidak diundang; sel-sel yang masih aktif dan mencela perintah Aflaq, dan kaum Ba'athis yang menjadi Nasseris pada masa RAB, tidak diundang pada kongres tersebut. Aflaq terpilih kembali menjadi Sekretaris Jenderal Komando Nasional, dan memerintahkan pendirian kembali organisasi Ba'ath regional Suriah. Pada kongres tersebut, Aflaq dan Komite Militer, melalui Muhammad Umran, mengadakan kontak untuk pertama kalinya; komite tersebut meminta ijin untuk mengadakan kudeta; Aflaq mendukung persekongkolan tersebut.[27] Setelah kesuksesan Kudeta Irak Februari 1963, yang dipimpin oleh Cabang Wilayah Irak dari Partai Ba'ath, Komite Militer memutuskan untuk melakukan kudeta melawan kepresidenan Nazim al-Kudsi. Revolusi 8 Maret, sebuah kudeta militer yang diluncurkan pada 1963, meraih kesuksesan, dan gerakan Ba'athis didirikan di Suriah.[28] Perintah pertama para pembuat rencananya adalah mendirikan Dewan Komando Revolusioner Nasional (DKRN), yang terdiri dari seluruh Ba'athis dan Nasseris, dan dikendalikan oleh personil militer ketimbang sipil dari awal permulaannya.[29] Perjuangan: 1963–1968Permulaan: 1963–1964Hubungan antara Ba'athis dan the Nasseris makin tak harmonis. Partai Ba'ath meraih kekuasaan di Irak dan Suriah dari Nasser, seperti ia menempatkannya "antara palu dan paron". Pendirian persatuan antara Irak dan Suriah akan menyadarkan pendiriannya sebagai seorang pemimpin pan-Arab.[30] Nasser mulai meluncurkan serangan propaganda melawan partai tersebut; Aflaq dituduh pakar teori tak berefek yang bertindak sebagai "kaisar Romawi" boneka dan menuduhnya "Kristen Siprus".[31] Dalam beberapa pertemuan Partai Ba'ath, Aflaq menanggapinya dengan murka, dan menjadi anti-Nasseris. Karena posisi yang ia pegang, terjadi keretakan hubungan antara Aflaq dengan al-Bitar yang masih percaya bahwa ada kesempatan untuk menjalin lagi hubungan baik dengan Nasser.[32] Perpecahan dengan Nasser terjadi di antara para pemimpin asli Partai Ba'ath, yang memutuskan untuk memperluas ruang Komite Militer. Setelah mengambil kekuasaan, Komite Militer dijadikan paduan teoretikal, tetapi sebagai gantinya dapat membuat Aflaq dapat menyelesaikan masalah (yang terjadi sebelumnya), mereka mengkontak faksi Marxis dari partai tersebut pimpinan Hammud al-Shufi.[33] Di Kongres Regional Ba'athis Suriah, Komite Militer "sepakat" bahwa mereka sama-sama memberontak melawan Aflaq dan kepemimpinan tradisionalnya, karena menentang kebijakan ekonomi dan sosial moderat mereka. Komite Militer memutuskan untuk melengserkan Aflaq dari posisi berkuasa dengan alasan bahwa ia telah berusia tua dan lemah. Di Kongres Nasional Keenam yang diadakan pada Oktober 1963, Aflaq masih mempertahankan jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal – faksi Marxis yang dipimpin oleh al-Shufi dan Ali Salih al-Sadi, yang masih-masing berada di Suriah dan Irak, menjadi kelompok mayoritas. Masalah lainnya yang dihadapi oleh Aflaq adalah beberapa koleganya tidak terpilih pada jabatan partai, selain al-Bitar tidak terpilih lagi untuk sebuah kursi di Komando Nasional. Selain kepemimpinan sipil tradisional, kepemimpinan yang baru terdiri dari para perwira militer yang bertumbuh secara bertahap; Jadid dan Amin al-Hafiz dari Suriah dan Ahmed Hassan al-Bakr dan Salih Mahdi Ammash dari Irak terpilih pada Komando Nasional. Meskipun pada kenyataannya Komite Militer memegang kekuasaan atas Partai Ba'ath dari kepemimpinan sipil, mereka bersifat sensitif terhadap kritikan, dan menyatakan, dalam sebuah pamflet ideologi, bahwa simbiosis sipil-militer adalah pengaruh besar, jika rekonstruksi sosialis dicapai.[34] Di luar itu, Aflaq merencanakan perubahan. Dalam surat kabar Tunisia, L'Action tunisienne , ia disebut "Seorang filsuf yang membuat dua kudeta [kudeta Irak dan Suriah] dalam sebulan".[35] Gerakan Ba'ath tidak berjalan mulus seperti yang dikira orang luar; Cabang Regional Irak mulai kehilangan anggotanya. Militer Irak dan sayap militan partai tersebut, Pertahanan Nasional, saling berseteru satu sama lain. Al-Sadi, Sekretaris Regional Cabang Regional Irak, kemudian diasingkan ke Madrid, Spanyol pada 11 November oleh beberapa perwira militer dan Ba'athis maderat.[36] Aflaq langsung pergi dari Suriah dan membubarkan Komando Regional Cabang Kawasan Irak dengan alasan Komando Nasional akan memerintah Irak pada tempatnya sampai Komando Regional yang baru terpilih. Hal ini tidak disambut hangat oleh mayoritas perwira militer Irak dan Ba'athis – gagasan bahwa seorang Kristen memerintah sebuah negara Muslim dianggap "tidak peka". Situasi di Irak tidak mendukung, Abdul Salam Arif, Presiden Irak dan seorang Nasseris, merencanakan kudeta melawan Partai Ba'ath pada 18 November, yang berhasil. Impian menikung proyek pan-Arab Nasser terwujud; sebaliknya, Nasser dan kaum Nasseris menikung gerakan Ba'ath. Saat mendengar kabar tersebut, Aflaq dan beberapa Ba'athis pergi dari Irak ke Suriah.[37] Perpecahan: 1964–1965Setelah jatuh dengan Komite Militer, dimana seorang anggota, Muhammad Umran berkata kepada Aflaq tentang rencana-rencana rahasia Komite untuk melengserkan kepemimpinan sipil, yang dipimpin oleh Aflaq, dan mengambil alih Partai Ba'ath. Tak lama kemudian, Umran dikirim ke pengasingan sebagai Duta Besar untuk Spanyol karena mendukung faksi Aflaq.[38] Aflaq menanggapi ancaman terhadap kepemimpinannya dengan meletakkan jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal, dan menyerukan Komando Nasional untuk membubarkan Komando Regional. Ia terpaksa menarik permintaannya, saat kebanyakan anggota Partai Ba'ath sepakat untuk menentang pergerakan semacam itu. Bersaing kekuasaan, antara Aflaq dan Komite Militer, terjadi secara terbuka; namun hal tersebut membuat perjuangan Aflaq dikalahkan.[38] Hal tersebut menjadi permulaan dari inisiatif pasukan anti-Aflaq.[39] Untuk melawan ancaman militer, Aflaq meletakkan peratusan dan regulasi partai melawannya. Untuk melawannya, Komite Militer berteman dengan sebuah faksi sipil anti-Aflaq yang menyebut diri mereka sendiri "Regionalis" – kelompok tersebut tidak membubarkan organisasi partai mereka karena diperintah oleh Aflaq pada 1950an.[39] Pada Maret 1965, Kongres Regional Cabang Regional Suriah mengembangkan kekuasaan dari pusat, Komando Nasional, menjadi Komando Regional. Dari situs, Sekretaris Regional Komando Regional dianggap menjadi kepala negara ex officio Suriah. Sekretaris Regional memiliki kekuasaan untuk melantik Perdana Menteri, kabinet, kepala staf dan para komandan militer papan atas. Aflaq tidak ditempatkan oleh perubahan tersebut, dan pada bulan Mei ia mengadakan Kongres Nasional Kedelapan dalam rangka menjalin hubungan antara para pengikutnya dan orang-orang dari Komite Militer. Namun hal tersebut tak pernah berbuah. Beberapa anggota sipil dari Komando Nasional, seperti Jibran Majdalani dari Lebanon dan Ali Ghannam dari Saudi meyakini bahwa jika ia ikut Komite Militer, maka akan sulit bagi militer untuk mengambil alih Cabang Regional Suriah, dan kemudian Partai Ba'ath—muncul di Irak setelah pelengseran Cabang Regional Irak. Arena perhatian kereka, Aflaq masih bungkam. Namun, kebungkamannya membuatnya kehilangan jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal – Aflaq digantikan sebagai Sekretaris Jenderal Komando Nasional oleh Munif al-Razzaz, orang Yordania asal Suriah. Namun, kekuasaan antara dua kamp tersebut dirombak ulang saat Amin al-Hafiz mengalahkan kamp Aflaq. Selain itu, para perwira militer al-Hafiz lainnya hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil di dalam atau di luar partai.[40] Kekalahan Al-Hafiz berujung pada penarikan aktivitas dalam faksi Aflaq, al-Bitar dan Umran dibawa kembali dari Spanyol untuk membentuk pemerintahan baru.[41] Pelengseran: 1966–1968Al-Razzaz, penerus Aflaq sebagai Sekretaris Jenderal, datang dari faksi pro-Aflaq. Atas nasihat al-Hafez, ia memerintahkan agar Komando Nasional menjadi badan pemerintahan de jure dari Partai Ba'ath. Ia melantik al-Bitar menjadi Perdana Menteri, Umran menjadi menteri pertahanan, Mansur al-Atrash menjadi Ketua Dewan Komando Revolusioner Nasional dan al-Hafiz menarik jabatannya sebagai Presiden Suriah. Salah Jadid, anggota Komite Militer, menanggapinya dengan menahan beberapa pendukung Umran. Umran menanggapinya dengan merombak jabatan-jabatan pro-Jadid. Perombakan paling menonjolnya adalah pemindahan Ahmad Suwaydani dari jabatan kepala intelijensi militer negara tersebut menjadi kepala Kantor Administrasi.[42] Pada 23 Februari, sebuah kudeta yang dipimpin oleh Jadid dan Hafez al-Assad melengserkan Pemerintah Suriah dan kepemimpinan Partai Ba'ath.[43] Aflaq meninggalkan Suriah, dan tak pernah berniat kembali ke kampung halamannya. Para anggota faksi lainnya dari partai tersebut kabur; Aflaq ditangkap dan ditahan, bersama dengan para pendukung pro-Aflaq lainnya, di sebuah rumah tamu pemerintah.[44] Saat para penguasa baru meluncurkan ketegangan pada bulan Agustus, Aflaq berkesempatan untuk melarikan diri, dengan bantuan Nasim Al Safarjalani dan Malek Bashour, yang keduanya merupakan teman dan kolega dekat kepercayaannya, dan kemudian pergi ke Beirut, Lebanon,[45] dan kemudian ke Brasil.[46] Pelengseran Aflaq menyebabkan perpecahan dalam Partai Ba'ath; partai tersebut menjadi bubar secara de facto dan dua Partai Ba'ath berdiri, yang satu Partai Ba'ath pimpinan Irak dan yang satu Partai Ba'ath pimpinan Suriah. Partai pimpinan Suriah dipimpin oleh Jadid dan para pendukungnya dan menyanjung Zaki al-Arsuzi, pendiri Ba'ath Arab pada 1940, sebagai bapak pemikiran Ba'athis, sementara partai pimpinan Irak dipimpin oleh Ahmed Hassan al-Bakr dan Saddam Hussein, yang masih menganggap Aflaq merupakan pendiri pemikiran Ba'athis.[47] Pada Februari 1966 di Kongres Nasional Kesembilan, yang diadakan setelah kudeta yang melengserkan faksi pro-Aflaq, delegasi Irak terpecah dengan Ba'athis Suriah. Pihak Irak mengadakan Kongres Nasional Kesembilan yang sebenarnya pada Februari 1968 di Beirut,[48] dan memilih Aflaq menjadi Sekretaris Jenderal Komando Nasional.[42] Terpilihnya Aflaq menjadi Sekretaris Jenderal juga menandakan perpecahan akhirnya dengan al-Bitar; sebelum kongres tersebut mempersilahkan al-Bitar meninggalkan Partai Ba'ath dan berpegang pada gerakan Ba'athis secara keseluruhan.[49] Partai Ba'ath pimpinan Irak: 1968–1989Aflaq pindah ke Baghdad setelah ia terpilih kembali menjadi Sekretaris Jenderal pada Februari 1968. Ia menetap disana sampai 1970, saat September Hitam terjadi, ia mengkritik sikap Ba'ath yang terlalu sedikit membantu Organisasi Pembebasan Palestina saat konflik tersebut.[42] Saat konflik tersebur, Aflaq secara khusus melobi Yasser Arafat dan OPP. Aflaq menginginkan agar Irak ikut campur tangan; namun, al-Bakr menolak keterlibatan Irak dalam konflik semacam itu. Karena itu, Aflaq pergi ke Lebanon untuk mengasingkan diri.[42] Pemerintahan Hafez al-Assad, Presiden Suriah, mengecam Aflaq pada 1971.[7] Sampai kematiannyaSetelah empat tahun mengasingkan diri, Aflaq kembali ke Irak pada 1974, setahun sebelum Perang Saudara Lebanon pecah.[50] Ia kembali ikut politik Irak. Ia menerbitkan beberapa karya pada masa itu, salah satu yang paling terkenal adalah Perjuangan Melawan Distorsi Gerakan Revolusi Arab pada 1975. Aflaq kembali meraih beberapa pengaruhnya saat ia berteman dengan Saddam Hussein, Presiden Irak dari 1979 sampai 2003. Pada Perang Iran-Irak, para pemimpin Iran menuduh Hussein di bawah kendali seorang Kristen, dan Aflaq sendiri dicap "kafir Kristen".[42] Sepanjang masa jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal di Irak, Aflaq diberi seluruh kehormatan sebagai pendiri gerakan Ba'ath, tetapi saat pembuatan kebijakan, ia diabaikan.[50] Aflaq meninggal pada 23 Juni 1989 di Paris, setelah menjalani bedah jantung di sana.[7] Perpindahan ke agama Islam yang dipersengketakanSaddam Hussein mengklaim bahwa Aflaq telah berpindah ke agama Islam sebelum kematiannya – menurut para diplomat Barat yang tidak disebutkan namanya. Klaim tersebut kemudian dipersengketakan oleh para anggota keluarga Aflaq sendiri yang tidak disebutkan namanya[51] - meskipun putra Aflaq, Iyad, mengkonfirmasikan bahwa ayahnya berpikir tentang perpindahan agama pada 1980.[52] Setelah perpindahan agamanya yang dipersengketakan tersebut, ia mengambil nama pertama Ahmad.[53] Menurut orientalis Jerman Martin Robbe dan Gerhard Höpp, perpindahan agama tersebut terjadi sebelum 1988.[54] Sehingga, Aflaq diberi pemakaman Islam.[50] Bagi Berkley Center, perpindahan agama Aflaq yang dipersengketakan dianggap oleh para anggota anonim dari keluarganya sebagai sebuah alat yang digunakan oleh Saddam Hussein untuk menjauhkan Ba'athisme dari Kekristenan.[55] Makamnya yang dibangun atas perintah Hussein kemudian dipakai oleh para prajurit Amerika setelah invasi Amerika ke Irak pada 2003 sebagai barak-barak militer bagi pasukan yang ditugaskan di Zona Hijau.[56][57] Menurut keluarga Aflaq, makam tersebut rusak berat saat invasi tersebut.[58] Masa selanjutnyaSetelah kematiannya pada 1989, ia diberi pemakaman negara. Sebuah makam dan mausoleum besar didirikan untuk membentuk sebuah kuil terhadapnya. Makamnya, yang banyak dianggap sebagai karya artistik besar, dirancang oleh arsitek Irak Chadagee, terletak di halaman barat Markas Besar Pan-Arab Partai Ba'ath, di persimpangan jalan Al-Kindi dan jalan Qādisiyyah. Meskipun terdapat rumor dan tuduhan bahwa makamnya dihancurkan saat Perang Irak 2003, bangunan dan kamar makam diatasnya masih tak tersentuh. Kubah beratap birunya masih terlihat dari atas tembok semen berbentuk T di sekitaran Kamp.[59][60][61] Pemikiran
"Kesatuan, kebebasan, sosialisme"
Slogan Partai Ba'ath Sosialis Arab "Kesatuan, kebebasan, sosialisme" adalah penekanan penting dari pemikiran Aflaq dan Ba'athis. Kesatuan artinya penyatuan bangsa Arab ke dalam satu negara, Negara Arab. Pembuatan Negara Arab akan memiliki dampak langsung pada perkembangan Arab. Pendirian negara baru tersebut akan berujung pada Ba'ath Arab (artinya "Renaisans").[2] Negara-negara Arab pada masanya hanya akan mengalami "penurunan" jika tak disatukan; negara-negara tersebut memiliki berbagai masalah – "feodalisme, sektarianisme, regionalisme, reaksionisme intelektual". Menurut Aflaq, satu-satunya cara untuk "memurnikan" negara-negara Arab tersebut adalah melalui gerakan revolusioner. Aflaq dipengaruhi oleh Marxisme yang ia pandang diperlukan bagi sebuah partai vanguard untuk memerintah Negara Arab sepanjang masa tak terbatas (masa yang akan menjadi sebuah transisi dari yang lama ke yang baru).[63] Kebutuhan untuk kebebasan adalah salah satu fitur pendefinisian dari Ba'athisme,[64] namun, kebebasan bukan dalam esensi yang digunakan dalam demokrasi liberal.[65] Aflaq adalah pemegang kuat pluralisme berpikir,[64] namun secara paradoks, melawan pluralisme dalam bentuk pemungutan suara. Dalam teori, Partai Ba'ath akan memerintah dan memandu rakyat, dalam masa transisional tanpa mempermasalahkan rakyat[65] karena partai tersebut mengetahui apa yang menjadi haknya.[66] Penekanan terakhir, 'sosialisme', bukan arti sosialisme seperti yang diartikan di dunia Barat, tetapi lebih kepada bentuk khas dari sosialisme Arab. Aflaq mencanangkan kata sosialisme Arab untuk varian sosialismenya. Menurut Aflaq, dalam bentuk aslinya di dunia Arab, sosialisme mula-mula datang pada masa pemerintahan Muhammad. Poin sosialisme Arab bukan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana kontrol negara diperlukan, atau kesetaraan ekonomi; namun sosialisme Arab adalah sistem yang membebaskan bangsa Arab dari penindasan dan perbudakan, yang membaut mereka menjadi orang-orang merdeka.[67] Aflaq menentang pandangan Marx bahwa materialisme dialektikal adalah satu-satunya kebenaran, tetapi meyakini bahwa "pengaruh kondisi ekonomi material dalam hidup" adalah salah satu penemuan terbesar dalam sejarah modern.[68] Sehingga, Aflaq menjadi pengkritik kapitalisme sekaligus komunisme, dan tak ingin dua kekuatan blok tersebut runtuh saat Perang Dingin dengan meyakini bahwa Perang Dingin adalah peristiwa penentuan dan penyeimbangan pada kekuatan mereka.[69] Peran IslamApa yang Aflaq pandang dalam Islam adalah sebuah gerakan revolusioner. Kontras dengan orang sebangsanya yang lain, kebangkitan dan ekspansi Arab diatributkan kepada sebuah pesan agama. Karena itu, Aflaq meyakini bahwa spiritualitas Arab berhubungan langsung dengan Islam, sehingga, Islam tak akan terpisahkan dari Arab. Nasionalisme Arab, seperti halnya Islam pada masa hidup Muhammad, adalah sebuah gerakan revolusioner spiritual, yang membawa bangsa Arab menuju renaisans baru: nasionalisme Arab adalah revolusi kedua yang muncul di dunia Arab. Menurut Aflaq, seluruh masyarakat relijius Arab harus menghargai dan menyanjung spiritualitas Islam, bahkan jika mereka tak menganut Islam dalam esensi keagamaan - Aflaq adalah orang Kristen yang menyanjung Islam.[70] Aflaq tidak yakin bahwa hal tersebut adalah keperluan untuk menyanjung Muhammad, tetapi meyakini bahwa seluruh orang Arab harus berpegang teguh pada Muhammad. Dalam perkataan Aflaq sendiri, bangsa Arab "masuk sebuah negara yang memberikan kelahiran bagi seorang Muhammad; atau bahkan, karena orang Arab itu adalah anggota komunitas dimana Muhammad ambil seluruh upaya-upayanya dalam membuat […] Muhammad menjadi seluruh orang Arab; mari saat ini buat seluruh orang Arab menjadi Muhammad." Menurut Aflaq, Muslim pada zaman Muhammad bersinonim dengan bangsa Arab - bangsa Arab hanyalah salah satu penyampai pesan Islam pada masa hidup Muhammad. Kontras dengan Yesus, yang merupakan pemimpin relijius, Muhammad adalah pemimpin Islam sekaligus dunia Arab pertama. Sehingga, sekularisasi tidak akan mengambil bentuk yang sama di dunia Arab seperti halnya di dunia Barat.[71] Aflaq menyerukan seluruh orang Arab, baik Muslim maupun non-Muslim, untuk meyakini bahwa peran Islam telah bermain dalam pembuatan karakter Arab. Namun, pandangannya tentang Islam adalah murni spiritual, dan Aflaq menyatakan bahwa Islam "haruslah tidak diikutsertakan" pada negara dan masyarakat. Waktu dan Aflaq menyiratkan bahwa Partai Ba'ath menentang ateisme, tetapi juga menentang fundamentalisme. Baginya, fundamentalisme apapun mewakili sebuah "kepercayaan palsu, dangkal." Menurut ideologi Ba'athis, seluruh agama sama. Disamping pendirian anti-ateisnya, Aflaq adalah pendukung kuat pemerintahan sekuler, dan menyatakan bahwa sebuah negara Ba'athis akan menggantikan agama dengan sebuah negara "yang berdasar pada pendirian kebebasan moral dan nasionalisme Arab."[72] WarisanFouad Ajami mengkritik Aflaq karena kurangnya substansil sebenarnya, dengan berkata "Hampir tiga ratus halaman teks tidak menghasilkan wawasan, sebagian, dalam apa yang buruk dan apa yang harus dilakukan; hanya tampak kesahut-sahutan pada kata-katanya" dan "Aflaq menyerukan partainya untuk meninggalkan kekuasaan dan berbalik ke 'esensi murni'nya". Terdapat beberapa kebenaran dalam kritik tersebut. Aflaq menjalani kebanyakan waktu dan tenaga untuk menulis secara optimis tentang masa depan, dan masa lalu, Negara Arab, dan bagaimana Dunia Arab dapat disatukan. Seperti halnya Kanan Makiya, pengarang Republik Ketakutan: Politikus Irak Modern, menyatakan: bagi "Aflaq, kenyataan adalah kekhawatiran pada dunia dalam partainya." Kontras dengan filsuf lainnya, seperti Karl Marx atau John Locke, pandangan ideologi Aflaq terhadap dunia menjadi tidak jelas antara berdiri pada materialistik atau perilaku sosioekonomi umat manusia.[73] Sementara filsuf lainnya membuat kekhasan antara apa yang nyata dan apa yang tidak nyata, bahwa antara analisi preskriptif dan deskriptif, Aflaq tidak menentukan apa yang merupakan dan apa yang seharusnya. Dalam pemikirannya, keduanya dipadu dalam kategori yang sama, yang disebut dicapai.[74] Kontras dengan kolega dan teman lamanya Salah al-Din al-Bitar, yang lebih berpraktik saat masuk politik, Aflaq adalah seorang "visioner, pemimpi yang belum pas untuk kehidupan politik".[75] Aflaq disebut oleh orang-orang sejawatnya sebagai seroang "asketis, pemalu dan figur yang hidup sederhana dan bersahaja."[76] Ia dituduh dibantu orang lain untuk memenuhi tujuannya sendiri atau dengan orang lainnya yang ia pimpin, Aflaq berkolaborasi dengan Gamal Abdel Nasser, Abd al-Karim Qasim dan Abdul Rahman Arif pada 1958, dengan Ahmed Hassan al-Bakr dan Ali Salih al-Sadi pada 1963 dan terakhir pada 1970an dengan Saddam Hussein.[76] Terdapat beberapa Ba'athis, kebanyakan dari Partai Ba'ath pimpinan Suriah, yang meyakini bahwa Aflaq mencuri ideologi Ba'athis dari pendiri aslinya, Zaki al-Arsuzi. Orang-orang tersebut mengecamnya dan mencapnya sebagai "pencuri".[77] Dalam tulisannya, Aflaq menjunjung kebebasan berbicara dan hak asasi manusia dan bantuan lainnya untuk kelas bawah. Pada saat Komite Militer mengambil alih kekuasaan di Suriah, Aflaq berpawai menentang apa yang ia pandang sebagai pendirian kediktatoran militer, disamping demokrasi yang Aflaq telah rencanakan.[43] Gagasan tersebut tak pernah diwujudkan oleh pemerintah yang menggunakan ideologinya. Kebanyakan cendekiawan memandang pemerintahan Assad di Suriah dan pemerintahan Saddam Hussein di Irak hanya memakai ideologi Aflaq untuk menutup-nutupi kediktatoran.[78] Karya terpilih
Catatan dan referensiCatatan
Referensi
Daftar pustaka
Pranala luar
|