H. Masriadi Martunus, S.E., Datuk Rajo Penghulu (13 September 1949 – 12 Maret 2021) adalah seorang pengusaha dan politikus yang menjabat sebagai Bupati Tanah Datar dari 2000 hingga 2005.
Kehidupan awal
Masriadi Martunus lahir pada tanggal 13 September 1949 di Lintau Buo Utara, Tanah Datar, Sumatera Tengah, Indonesia[1] sebagai anak dari Martunus Hadi,[2] seorang politikus dari Partai Sosialis Indonesia yang melakukan barter ke Singapura selama Dewan Banteng berkuasa.[3] Kakeknya dari pihak ibu, Ibrahim gelar Datuk Pamuntjak, merupakan Bupati Tanah Datar dari tahun 1951 hingga 1958.[4]
Bupati Tanah Datar
Pemilihan Bupati
Dalam pemilihan Bupati Tanah Datar 2000 yang digelar oleh DPRD Tanah Datar pada 6 September 2000, Masriadi yang menggandeng Masnefi menjadi salah satu calon bupati-wakil bupati dalam pemilihan tersebut. Mereka bersaing menghadapi calon lainnya, yakni Asraruddin–Wahyu Iramana Putra, M. Shadiq Pasadigoe–Sutan Yusri Tanjung, Baridjambek–Syafruddin, dan Arkadius–Supadria. Meskipun Asraruddin–Wahyu Iramana Putra menjadi calon yang diunggulkan oleh masyarakat, tetapi Masriadi–Masnefi berhasil memenangkan pemilihan bupati tersebut dengan 20 suara. Asraruddin–Wahyu Iramana Putra kalah dengan 14 suara, sedangkan calon lainnya tidak memperoleh suara.[5]
Setelah Masriadi–Masnefi dinyatakan sebagai pemenang, kubu Asraruddin–Wahyu Iramana Putra menyatakan telah terjadi kecurangan pada pemilihan tersebut. Partai Golkar selaku pengusung Masriadi–Masnefi mengarantina anggota DPRD Tanah Datar di suatu hotel di dekat Danau Singkarak dalam upaya memenangkan Mardiadi–Masnefi. Dua hari setelahnya, ratusan massa berunjuk rasa ke gedung DPRD Tanah Datar. Di Padang, 12 orang bakal calon dan calon bupati/wakil bupati, serta sembilan unsur parpol, ormas, dan LSM mendesak Mendagri untuk menangguhkan SK Mendagri dan pelantikan bupati. Namun, Kemendagri menolak tuntutan tersebut dan tetap melantik Masriadi serta Masnefi sebagai bupati dan wakil bupati.[5]
Beberapa saat setelah menjabat sebagai bupati, Masriadi menerapkan sejumlah reformasi pada struktur birokrasi di Tanah Datar. Pada tahun 2001, organisasi dinas di Tanah Datar dirampingkan dari 21 dinas menjadi 8 dinas dan 9 lembaga teknis daerah. Masriadi juga menerapkan tes kompetensi ulang bagi para pegawai negeri sipil yang ingin naik pangkat dalam bentuk Achievement and Motivation Training, Tes Potensi Akademik, dan TOEFL.[6] Bagi yang berhasil memperoleh nilai dalam tes TOEFL, maka Masriadi akan mengirimkannya ke luar negeri untuk mengikuti pendidikan formal dan kursus singkat.[7]
Kebijakan lainnya yang diterapkan oleh Masriadi adalah Minus Growth pegawai. Kebijakan ini bertujuan untuk menyeimbangkan jumlah pegawai yang ada melalui penambahan pegawai yang lebih sedikit dari jumlah pegawai yang pensiun. Akibatnya, pegawai baru pun harus direkrut melalui standar yang ditetapkan, seperti psikotes serta tes kelayakan dan kepatutan. Dalam hal penilaian, Masriadi juga mengubah standar penilaian dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) menjadi Standar Kinerja yang disusun bersama dengan Lembaga Administrasi Negara.[6]
Dalam bidang kepangkatan, Masriadi membentuk sistem kontrak bagi jabatan eselon II dan III pada Pegawai Negeri Sipil. Bagi PNS yang mengikuti sistem kontrak, maka akan diberikan masa uji coba selama enam bulan, yang mana pegawai tersebut harus membuat kertas karya mengenai bidang tugasnya. Menurutnya, jika pejabat yang melalui sistem kontrak tidak dapat memperlihatkan kinerja yang baik dan tidak dapat mengembangkan lembaga yang dipimpinnya, maka kontrak diputus atau diberhentikan dari jabatan.[7]
Peningkatan PAD
- Target PAD (dalam miliar rupiah)
- [7] Realisasi PAD (dalam miliar rupiah)[7]
Selama masa kepemimpinannya di Tanah Datar, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Kabupaten Tanah Datar meningkat dari Rp1,7 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp15 miliar pada tahun 2005. Peningkatan tersebut diakibatkan oleh reformasi birokrasi yang dilakukannya dan sejumlah faktor lain. Contohnya melalui rekayasa keuangan yang dicetuskan oleh Masriadi setelah studi banding ke Britania Raya dari tahun 1975 hingga 1976. Melalui program tersebut, Masriadi berharap ada peningkatan PAD sebesar Rp2 miliar setiap tahunnya. Upaya lainnya yang ditempuh untuk meningkatkan PAD adalah melakukan investasi dengan membeli saham Bank Nagari dan BPR yang menghasilkan deviden 25%. Dana tersebut diprioritaskan untuk dipinjamkan kembali kepada masyarakat sebagai modal usaha ekonomi mikro.[6]
Perubahan dalam bidang pendidikan
Selama menjabat sebagai bupati, Masriadi menerapkan kebijakan pendidikannya sendiri yang berbeda dengan daerah lain secara nasional. Masriadi mengangkat guru magang dan membuat juga membuat standar kelulusan sendiri. Dia juga meningkatkan persentase APBD sebesar 40-51 persen untuk sektor pendidikan. Gagasannya tersebut berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan di Tanah Datar. Kelulusan di Tanah Datar yang menempati peringkat ke-11 di Sumatera Barat secara bertahap naik menjadi kabupaten dengan peringkat kelulusan terbaik di Sumatera Barat pada akhir masa jabatannya.[1]
Gagasannya tersebut memperoleh perhatian dari sejumlah pihak. Program guru magang dan standar kelulusannya diadopsi secara nasional dan inovasi dalam bidang pendidikannya telah diteliti oleh tiga orang peneliti dari Bank Dunia. Melalui penelitan tersebut, Masriadi diminta memaparkan gagasannya di Sekolah Pemerintahan John F. Kennedy Universitas Harvard pada tanggal 10 April 2005. Gagasannya dirangkum dalam suatu paparan berjudul "Education Policy of Tanahdatar Region".[1][8]
Masa pensiun
Ketika Tanah Datar menggelar pemilihan kepala daerah secara langsung pertama pada 25 September 2005, Masriadi mencoba bertarung kembali untuk periode kedua dengan menggandeng Nafriadi Hamdi sebagai wakil bupati. Pasangan ini diusung oleh Partai Persatuan Pembangunan, Partai Merdeka, dan Partai Sarikat Indonesia, Partai Persatuan Daerah, dan Partai Bulan Bintang.[9] Dari empat calon yang ikut dalam pemilihan, kemenangan diraih oleh pasangan M. Shadiq Pasadigoe–Aulizul Syuib yang diusung Partai Golkar.[10] Shadiq, yang sebelumnya kalah dari Masriadi, lalu menjabat Bupati Tanah Datar selama dua periode.[11]
Sejak tak lagi menjabat sebagai bupati Masriadi, ia kembali ke Jakarta bersama keluarga untuk melanjutkan usahanya.[12]
Pada 2020, Masriadi didapuk menjadi anggota dewan penasehat tim pemenangan Eka Putra dan Richi Aprian di pemilihan umum Bupati Tanah Datar 2020.[13]
Kehidupan pribadi
Masriadi menikah dengan Hj. Maswida Binti H. Bermawi di Jakarta.[7] Ia memiliki tiga orang anak yakni Putra Utama, Putri Blabla, dan Putra Arief Budiman serta lima orang cucu.[12]
Meninggal
Masriadi meninggal pada pukul 11.30 WIB tanggal 12 Maret 2021 di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta.[14] Sebelum meninggal dunia, Masriadi dan istrinya dilaporkan positif Covid-19.[12]
Referensi