Kurikulum telah diterapkan di Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda dan Jepang sebelum kemerdekaan Indonesia tercapai. Belanda menerapkan kurikulum pada sekolah-sekolah yang dikuasainya. Pembuatan kurikulum disesuaikan dengan kepentingan Belanda. Belanda membentuk kurikulum untuk tujuan memperlancar perdagangan dengan pribumi serta mempercepat penyebaran agama Kristen di Indonesia. Dalam lembaga pendidikan, penduduk pribumi diajari cara membaca dan menulis agar dapat bekerja di perdagangan yang dikuasai oleh Belanda. Setelah Belanda menyerah kepada Jepang, kurikulum di Indonesia diubah sesuai dengan kepentingan Jepang. Di Indonesia, Jepang mendirikan sekolah rakyat yang bernama ”Kokumin Gako”. Penduduk pribumi diharuskan mengikuti pembelajaran selama 6 tahun. Dalam penerapan kurikulum di Indonesia oleh Jepang, bahasa Belanda digunakan hanya sebagai bahasa pengantar.[2]
Masa setelah kemerdekaan
Setelah Indonesia melakukan proklamasi kemerdekaan, kurikulum di Indonesia telah berubah beberapa kali pada masa Orde Lama, Orde Baru maupun masa reformasi. Pada masa Orde Lama, kurikulum di Indonesia mengalami 3 kali perubahan melalui kebijakan negara tentang pendidikan nasional. Periode pertama merupakan periode penetapan kurikulum pertama di Indonesia. Kurikulum ini diterbitkan dan ditetapkan pada tahun 1947. Pembuatannya dimulai sejak tahun 1945 dan berlaku hingga tahun 1949. Periode kedua dimulai dengan penetapan kurikulum baru pada tahun 1952. Perancangannya sejak tahun 1950 dan berlaku hingga tahun 1960. Perubahan kurikulum ketiga sekaligus terakhir pada masa pemerintahan Orde Lama adalah kurikulum 1964. Kurikulum ini telah dipersiapkan pada tahun 1961 dan dilaksanakan hingga tahun 1968. Pada masa Orde Lama, kurikulum di Indonesia bertujuan untuk menetapkan karakter kebangsaan tetapi disertai dengan tujuan politik penguatan ideologi kekuasaan Soekarno. Setelah pemerintahan Orde Lama berakhir dan pemerintahan Orde Baru dimulai, kurikulum di Indonesia bertujuan untuk memperkuat ideologi Pancasila dan pembangunan negara. Pada masa Orde Baru terjadi 4 kali pergantian kebijakan kurikulum. Penetapan kurikulum dilandasi oleh pemanfaatan alumnus pendidikan untuk menghasilkan tenaga kerja terampil dan menciptakan stabilitas politik serta keamanan. Secara berurutan, nama kurikulum pada masa Orde Baru ialah Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 dan Kurikulum 1994. Setelah masa Orde Baru berakhir dan digantikan dengan masa reformasi, kurikulum di Indonesia telah berganti sebanyak 3 kali. Kurikulum yang pertama pada masa reformasi adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi atau Kurikulum 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau Kurikulum 2006, dan Kurikulum 2013.[3]
Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan, Pemerintah Indonesia mulai menyusun kurikulum yang akan diberlakukan di seluruh wilayah indonesia. Kurikulum pertama berhasil disusun dan mulai diberlakukan pada tahun 1947. Pada masa Orde Lama, istilah "kurikulum" belum terlalu dikenal karena merupakan kata serapan dari bahasa Inggris. Nama kurikulum ini ialah Rencana Pelajaran 1947. Rencana pelajaran 1947 disusun dengan tujuan politik yaitu menghilangkan sistem kurikulum yang diterapkan oleh Belanda selama menjajah Indonesia. Tujuan utama dalam Rencana Pelajaran 1947 adalah pembentukan watak, kesadaran bernegara, dan kesadaran bermasyarakat. Pendidikan yang berkaitan dengan pemikiran-pemikiran umum belum terlalu diperhatikan. Materi pembelajaran disusun sesuai dengan kejadian sehari-hari, kesenian, dan pendidikan jasmani. Dalam Rencana Pelajaran 1947 dibangun banyak Sekolah Rakyat dengan masa pendidikan yang berlangsung selama 6 tahun. Penduduk yang menderita kemiskinan dapat langsung bekerja setelah menamatkan pendidikan di Sekolah Rakyat. Di dalam sekolah ini, masyarakat diajarkan keterampilan dalam bidang pertanian, pertukangan, dan perikanan serta keterampilan lain yang ditujukan untuk bekerja.[4]
Rencana Pelajaran Terurai atau Kurikulum 1952 merupakan penyempurnaan dari Rencana Pelajaran 1947 atau Kurikulum 1947. Dalam kurikulum ini, Indonesia sudah mulai membentuk suatu sistem pendidikan nasional. Ciri khas dari kurikulum ini adalah penggunaan kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari materi pelajaran yang disusun dalam rencana pelajaran.[5] Selain itu, dalam silabus kurikulum ini, satu mata pelajaran hanya diajarkan oleh satu orang guru.[6]
Kurikulum 1964 dirancang dengan tujuan memupuk pengetahuan akademik pada jenjang sekolah dasar. Selain itu, konsep pembelajaran menitikberatkan pada pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani atau disebut Pancawardhana. Dalam penerapan kurikulum itu proses pembelajaran dilakukan secara aktif, kreatif, dan produktif. Berdasarkan hal itu pemerintah menetapkan hari Sabtu adalah hari krida yakni memberi kebebasan bagi siswa berlatih berbagai kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya.[butuh rujukan]
Kurikulum 1968 adalah kurikulum pertama yang dibentuk oleh pemerintah Orde Baru dalam kebjiakan pendidikan di Indonesia. Pembuatan Kurikulum 1968 bertujuan untuk menggandikan Rencana Pendidikan 1964 yang dibentuk oleh Orde Lama. Dalam Kurikulum 1968, pendidikan nasional ditujukan untuk membentuk manusia dengan ideologi pancasila yang sehat secara jasmani maupun rohani serta memiliki kecerdasan dan keterampilan. Selain itu, Kurikulum 1968 juga dimaksudkan untuk meningkatkan moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama para peserta didik. Penetapan Kurikulum 1968 sebagai kurikulum di Indonesia melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXVII/MPRS/1966. Jenjang pendidikan yang diutamakan dalam Kurikulum 1968 adalah sekolah dasar. Dalam Kurikulum 1968, mata pelajaran dikelompok menjadi tiga kelompok pembinaan. Pertama, kelompok pembinaan Pancasila yang meliputi pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan bahasa Indonesia, pendidikan bahasa daerah dan pendidikan olahraga. Kedua, kelompok pembinaan pengetahuan dasar berupa berhitung, ilmu pengetahuan alam, pendidikan kesenian, dan pendidikan kesejahteraan keluarga. Sedangkan kelompok ketiga berkaitan dengan pengembangan kecakapan khusus yaitu kejuruan agragia kejuruan teknik dan kejuruan ketatalaksanaan. Kelompok kejuruan agraria dibagi lagi menjadi kejuruan pertanian, peternakan, dan perikanan. Kejuruan teknik dibagi menjadi kejuruan di bidang pekerjaan tangan dan perbengkelan. Sedangkan kejuruan ketatalaksanaan dibagi menjadi kejuruan bidang koperasi dan tabungan. Kurikulum 1968 memusatkan pembelajaran secara teori dan tidak mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik pada peserta didik. Tujuan pendidikan lebih diarahkan untuk pengembangan pengetahuan.[7]
Kurikulum ini diterapkan setelah program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) tahap pertama berjalan di masa pemerintahan Orde Baru. Kurikulum itu menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien akibat pengaruh konsep MBO (management by objective). Di dalam Kurikulum 1975, metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Hal itu memunculkan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Penerapangan kurikulum itu ramai dikritik oleh para guru karena mereka akhirnya terlalu sibuk menuliskan perincian dari setiap kegiatan pembelajaran. Pada kurikulum itu nama pelajaran ilmu alam dan ilmu hayat diubah menjadi ilmu pengetahuan alam. Sedangkan pelajaran ilmu aljabar dan ilmu ukur menjadi mata pelajaran matematika.[8]
Di dalam kurikulum 1984 dikenal dengan konsep pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Kurikulum 1984 dibuat karena kurikulum sebelumnya dinilai lambat dalam merespons kemajuan di kalangan masyarakat. Di dalam kurikulum itu juga ditambahkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Selain itu, Kurikulum 1984 juga membagi mata pelajaran siswa SMA menjadi program inti dan program pilihan sesuai minat dan bakat.[8]
Kurikulum 1994 dibuat dari hasil kombinasi Kurikulum 1975 dan 1984. Akan tetapi, penerapan kurikulum ini dihujani kritik oleh kalangan praktisi pendidikan hingga orangtua pelajar. Sebabnya adalah materi pembelajaran dinilai terlampau berat dan padat. Selain materi pelajaran umum yang dinilai berat, di dalam kurikulum itu juga ditambahkan materi muatan lokal seperti bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Pada Kurikulum 1994 terjadi perubahan sistem pembagian waktu pelajaran dari semester ke caturwulan. Yaitu periode pembelajaran dibagi menjadi tiga kali caturwulan selama setahun. Kemudian, pada penerapan Kurikulum 1994 singkatan SMP (Sekolah Menengah Pertama) diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), kemudian SMA diganti menjadi SMU (Sekolah Menengah Umum). Program penjurusan di SMA pada Kurikulum 1994 dibagi menjadi tiga program yakni IPA, IPS, dan bahasa. Mata pelajaran PSPB dihapus pada kurikulum ini.[8]
Masa Reformasi
Suplemen Kurikulum 1999
Permasalahan terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1999. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:[butuh rujukan]
Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
^Aslan dan Wahyudin (978-623-7753-01-8). Siadari, Debora Afriyanti, ed. Kurikulum dalam Tantangan Perubahan(PDF). Medan: Bookies Indonesia. hlm. 17–18. ISBN978-623-7753-01-8.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^Hidayat, R., dan Abdillah (2019). Wijaya, C., dan Amiruddin, ed. Ilmu Pendidikan: Konsep, Teori dan Aplikasinya(PDF). Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia. hlm. 248. ISBN978-623-90653-8-6.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)