Kontroversi Tikcetmaster 2022, dikenal sebagai fiasko Ticketmaster–Taylor Swift di media arus utama, merujuk kepada blunder perusahaan penjualan tiket Amerika, Ticketmaster, dalam menjualkan tiket the Eras Tour, tur konser 2023 oleh penyanyi-penulis lagu Amerika, Taylor Swift, pada November 2022. Ticketmaster, platform penjualan tiket terkemuka di dunia dan anak perusahaan dari Live Nation Entertainment, perusahaan hiburan Amerika, telah bermitra dengan Swift untuk menangani dan menjual tiket tur tersebut. Ronde pertama penjualan tiket untuk bagian AS tur tersebut dimulai pada 18 November 2022 melalui program prajual Verfied Fan Ticketmaster. Media menggambarkan permintaan untuk tiket the Eras Tour sebagai "luar biasa besar", dengan 3,5juta orang mendaftar untuk program tersebut. Meskipun demikian, setelah satu jam dimulai, prajualnya berhenti dan situs webnya mogok, dengan para pengguna sepenuhnya keluar log atau ditempatkan dalam antrean 2.000 orang yang tidak bergerak. Walaupun terjadi penghentian, 2,4juta tiket terjual pada hari itu, memecahkan rekor sepanjang masa untuk tiket konser terbanyak yang dijual oleh seorang artis dalam sehari. Ticketmaster mengaitkan pemogokan tersebut dengan lalu lintas situs web yang padat—"permintaan yang belum pernah terlihat sebelumnya dengan [14juta] orang muncul"—tetapi para pengguna menyalahkan platform tersebut atas pelayanan pelanggan yang buruk.
Greg Maffei, ketua Live Nation Entertainment, menjelaskan bahwa permintaan tur tersebut yang "mengejutkan" membuat situs webnya "kewalahan" melebihi kapasitasnya. Pada akhirnya, Ticketmaster membatalkan penjualan umum tur tersebut yang awalnya dijadwalkan untuk 18 November tanpa batasan waktu akibat persediaan yang "tidak mencukupi". Swift menyatakan bahwa perusahaan tersebut telah meyakinkannya bahwa mereka bisa menangani permintaan tersebut. Ticketmaster meminta maaf kepada Swift dan para penggemar melalui media sosial. Sejumlah besar tiket tur tersebut didaftar kembali pada situs-situs jual ulang tiket seperti StubHub.
Ticketmaster menerima kecaman nasional yang meluas. Para penggemar menyebut platform tersebut curang, mengkritik model penjualan tiket dan pelayanan pelanggannya. Sebagai respons, beberapa anggota Kongres AS menyuarakan dukungan mereka untuk membatalkan merger Ticketmaster dan Live Nation tahun 2010,[note 1] yang mereka duga merupakan sebuah monopoli tanpa mengalami tekanan kompetitif, mengakibatkan pelayanan yang buruk dan harga yang lebih mahal untuk konsumen. Menyusul investigasi yang dimulai oleh Jaksa Agung dari beberapa negara bagian, Departemen Kehakiman AS dilaporkan pada 18 November telah membuka sebuah penyelidikan federal terhadap kedua prusahaan. AEG Presents, promotor Swift untuk the Eras Tour dan rival Live Nation, mengatakan bahwa AEG terpaksa bekerja sama dengan Ticketmaster sebab persetujuan eksklusifnya dengan mayoritas lokasi konser di AS. Pada 2 Desember 2022, sekelompok penggemar menggugat Ticketmaster, Live Nation, dan County Los Angeles di Pengadilan Tinggi County Los Angeles, atas desepsi disengaja, penipuan, penetapan harga, dan pelanggaran antitrust.
Berbagai publikasi telah mencatat bahwa kontroversi ini membawa salah satu isu yang sudah berjalan lama dalam industri musik menuju sorotan media. Juga, Ticketmaster kembali melakukan blunder dalam World's Hottest Tour oleh penyanyi Puerto Riko, Bad Bunny, di Kota Meksiko, memicu distribusi tiket palsu dan kesesakan di lokasi tersebut. Procuraduría Federal del Consumidor, agensi perlindungan konsumen Meksiko, mendenda Ticketmaster sebesar sepuluh persen dari pendapatan 2021 mereka.
Latar belakang
Perusahaan
Ticketmaster Entertainment, Inc. adalah sebuah perusahaan penjualan dan distribusi tiket Amerika yang berbasis di Beverly Hills, California dan beroperasi di berbagai negara di seluruh dunia. Perusahaan tersebut dirikan di Phoenix, Arizona pada tahun 1976[1] oleh staf kampus, Peter Gadwa dan Albert Leffler, serta pebisnis Gordon Gunn III.[2][3]
Pada 1984, grup musik rok Amerika, Pearl Jam, mengajukan pengaduan kepada divisi antitrust Departemen Kehakiman AS, mengklaim bahwa Ticketmaster memiliki sebuah "monopoli yang mutlak secara virtual dalam distribusi tiket konser" dan mencoba untuk memesan lokasi konser yang tidak memakai Ticketmaster untuk tur mereka. Namun, tidak ada tindakan yang diambil terhadap Ticketmaster. Pada abad ke-21, Ticketmaster menjadi perusahaan penjualan tiket terbesar di dunia.[4]
Pada Februari 2009, Ticketmaster memasuki sebuah persetujuan merger dengan dengan promotor acara terbesar di dunia, Live Nation, membentuk Live Nation Entertainment.[5] Persetujuan tersebut diizinkan oleh Departemen Kehakiman AS dengan syarat perusahaan tersebut menjual Paciolan kepada Comcast Spectator atau perusahaan lainnya, dan melisensikan perangkat lunaknya untuk Anschutz Entertainment Group (AEG), kompetitor terbesarnya. Perusahaan barunya, bernama Live Nation Entertainment, juga akan tunduk pada ketentuan sepuluh tahun yang mencegahnya membahayakan lokasi konser yang bermitra dengan perusahaan penjualan tiket pesaing.[6] Direktur utama Live Nation, Michael Rapino, menjadi dirut perusahaan baru tersebut.[7]
Ticketmaster kemudian menjadi subjek dari beberapa kontroversi seperti klaim anti-kompetisi, hubungan curang dengan para calo, kebocoran data, pemberian harga yang menipu, dan penetapan harga dinamis.[8] Menurut para organisasi konsumen, Ticketmaster dan Live Nation mengendalikan 70 persen pasar penjualan tiket primer dan lokasi konser.[9] Mergernya telah lama menerima kritikan.[10] Sebelumnya pada tahun 2022, baik Ticketmaster maupun Live Nation telah menghadapi reaksi negatif dan atensi media akan penetapan harga dinamis dan model tiket "platinum" mereka ketika tiket untuk tur 2023 oleh Bruce Springsteen dan Blink-182 (yang keduanya dipromosikan oleh Live Nation) masing-masing mulai dijual pada bulan Juni dan Oktober, yang menyaksikan para penggemar dari kedua artis mengkritik harga tiket untuk beberapa tempat duduk yang dijual seharga ratusan sampai ribuan dolar selama prajual ataupun di penjualan umum.[11][12]
Pada 1 November 2022, penyanyi-penulis lagu Amerika, Taylor Swift mengumumkan di Good Morning America dan melalui media sosialnya bahwa tur konser keenamnya akan berjudul the Eras Tour.[note 2] Bagian AS-nya, yang awalnya berisi 27 konser di 20 kota, akan dimulai pada 17 Maret 2023 di Glendale, Arizona, dan berakhir pada 9 Agustus 2023 di Inglewood, California, dengan tiketnya dijual melalui Ticketmaster.[14] Ini menandai konser-konser di AS pertama Swift sejak Reputation Stadium Tour pada tahun 2018, yang memecahkan pendapatan sebuah tur yang tertinggi dalam sejarah.[15] Beberapa tempat duduk, seperti untuk konser di Glendale, dijual melalui SeatGeek.[16] Menyusul permintaan populer, pada 4 November, delapan konser ditambahkan ke kota-kota yang sudah diumumkan, menaikkan jumlah total konsernya menjadi 35.[17] Permintaan yang tinggi menyebabkan 17 lagi konser ditambahkan seminggu setelahnya, menjadikan the Eras Tour tur konser terbesar Swift, dengan 52 konser, melampaui Reputation Stadium Tour yang berisikan 38 konser.[18]
Pemogokan situs web
The Eras Tour telah mencatat permintaan yang luar biasa tinggi.[19] Pada 15 November, situs web Ticketmaster mogok setelah menghadapi "permintaan yang belum terlihat sebelumnya dengan jutaan orang muncul", menghentikan prajualnya.[20] Setelah tersedia selama beberapa jam, peladen platform penjualan tiket tersebut "tidak mampu menjawab", dengan para pengguna "sepenuhnya keluar log atau berada dalam antrean 2.000 orang lebih yang tampak membeku". Ticketmaster langsung menerbitkan sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa mereka sedang memperbaiki isu tersebut "karena situs webnya tidak siap mengakomodasi kekuatan ratusan ribu penggemar Swift",[13] dan selanjutnya melaporkan bahwa ratusan ribu tiket telah terjual dan mengundur sisa prajualnya, termasuk prajual Capital One, menuju 16 November.[21] Penjualan publiknya kemudian dibatalkan akibat "pemintaan yang luar biasa tinggi di sistem penjualan tiket dan persediaan tiket yang tidak cukup untuk memenuhi permintaan tersebut".[22] The Eras Tour menjual 2juta tiket pada hari pertama prajualnya, memecahkan rekor sepanjang masa untuk tiket yang paling banyak dijual oleh seorang artis dalam sehari.[23]
Ticketmaster menerima kritikan meluas dari para penggemar dan pelanggan daring atas model penjualan tiket yang buruk, menghalangi pembelian tiket.[24] Isu ini menjadi perbincangan hangat di Twitter, mengetren sesaat setelah prajualnya dibuka.[25]Fortune dan Bloomberg News mengaitkan kritikan tersebut dengan "proses pembelian beberapa langkah yang sering membingungkan",[26] serta "waktu menunggu yang lama, masalah teknis, dan pelayanan pelanggan yang buruk" dari Ticketmaster.[9]CNN Business menyatakan bahwa permintaan untuk the Eras Tour yang "luar biasa besar" mengindikasikan popularitas Swift.[27]
Akibat
Greg Maffei, ketua Live Nation Entertainment, berbicara kepada CNBC pada 17 November, mengklaim bahwa Ticketmaster telah mempersiapkan untuk menerima 1,5juta penggemar terverifikasi, tetapi 14 juta orang muncul: "[k]ami bisa mengisi 900 stadion".[28] Dalam sebuah pernyataan mendetail, Ticketmaster menjelaskan bahwa 3,5juta penggemar mendaftar untuk program Verified Fan the Eras Tour—yang terbesar dalam sejarah platform tersebut—dua juta di antaranya ditempatkan di daftar tunggu sementara 1,5juta lainnya diizinkan untuk membeli tiket lebih dahulu, karena "hanya 40 persen penggemar yang diundang muncul dan membeli tiket, dengan sebagian besar rata-rata membeli tiga tiket." Meskipun demikian, situs webnya "kewalahan" akibat jumlah "mengejutkan" penggemar dan bot yang muncul tanpa kode prajual, mengakibatkan "3,5miliar total permintaan sistem"—empat kali lebih banyak dari puncak situs web tersebut sebelumnya. Oleh karenanya, Ticketmaster mencoba untuk melambatkan penjualan dengan memasukkan lebih banyak penggemar ke daftar tunggu "untuk menstabilkan sistemnya", yang kemudian memperlama waktu antre dan menunggu.[29] Perusahaan tersebut mengonfimasi pada 17 November bahwa penjualan umum tiket tur tersebut juga dibatalkan, mengutip ketidakmampuan memenuhi permintaan.[22]
Maffei juga mengklaim bahwa "AEG, kompetitor kami, yang merupakan promotor untuk [Swift], memilih untuk menggunakan kami karena, pada kenyataannya, kami adalah penjual tiket terbesar dan paling efektif di dunia [...] Bahkan kompetitor kami ingin menggunakan platform kami."[30] Namun, AEG menolak klaim Maffei bahwa AEG memilih untuk bekerja sama dengan Ticketmaster, menyatakan bahwa AEG terpaksa bekerja dengan Ticketmaster lantaran "persetujuan eksklusif Ticketmaster dengan mayoritas lokasi the Eras Tour mengharuskan [mereka] menjual tiket melalui sistem mereka."[31]
Swift merilis sebuah pernyataan pada 18 November melalui akun Instagram-nya; ia menyatakan bahwa ia "jengkel" dan merasa fiasko ini "menyiksa".[32] Ia menegaskan bahwa ia protektif akan para penggemar dan ingin memastikan pengalaman yang berkualitas serta mengklaim bahwa bekangan itu sulit untuk "memercayakan hubungan dan kesetiaan ini kepada sebuah entitas luar". Ia mencatat bahwa ia tidak akan "membuat alasan untuk siapapun karena kami telah menanyakan [Ticketmaster], beberapa kali, apakah mereka bisa menangani permintaan seperti ini dan mereka telah memastikan bahwa mereka bisa."[33] Kemudian pada hari yang sama, Ticketmaster menerbitkan sebuah permintaan maaf "kepada [Swift] dan seluruh penggemarnya" melalui akun Twitter mereka,[34] tetapi mencatat bahwa "kurang dari lima persen tiket dari turnya telah dijual atau diunggah untuk penjualan ulang di pasar sekunder" seperti StubHub.[35]
Penjualan Ticketstoday
Mulai 12 Desember 2022, Ticketmaster menyuratkan beberapa penggemar teregistrasi—"teridentifikasi sebagai [para penggemar] yang menerima dorongan selama prajual Verified Fan tetapi tidak membeli tiket"—dan memberitahu mereka tentang kesempatan kedua pembelian tiket, yang bisa mereka gunakan untuk membeli maksimum dua tiket.[36] Ticketmaster menyatakan bahwa tim Swift meminta perusahaan tersebut untuk memberikan kesempatan ini kepada para penggemar.[37]Billboard melaporkan bahwa Ticketmaster memilih untuk menjualkan 170.000 tiket yang belum terjual selama empat minggu melalui Tikcetstoday, sebuah platform penjualan tiket yang awalnya dibuat untuk klub penggemar Dave Matthew Band tetapi kemudian dijual kepada Live Nation, untuk "secara signifikan mengurangi waktu tunggu penggemar" dan menghindari lalu lintas situs web yang padat.[38]
Kontroversi tur Bad Bunny
Pada Desember 2022, Ticketmaster kembali menghadapi kontroversi setelah sejumlah besar tiket palsu untuk konser World's Hottest Tour, tur konser 2022 oleh penyanyi Puerto Riko, Bad Bunny, di Kota Meksiko dijualkan ke banyak orang. Platform tersebut menyatakan bahwa tiket-tiket palsu tersebut telah "menyebabkan kesesakan tak biasa [di lokasi konsernya] dan operasi sistem kami yang labil, yang menimbulkan kebingungan dan jalan masuk yang rumit menuju stadionnya, dengan konsekuensi beberapa tiket yang sah, ditolak untuk masuk." Ricardo Sheffield, ketua Procuraduría Federal del Consumidor, agensi perlindungan konsumen Meksiko, menyatakan dalam sebuah wawancara bersama Radio Fórmula bahwa Ticketmaster akan "dipaksa" mengganti rugi para penggemar, dengan kompensasi tambahan sebesar 20 persen dari harga tiketnya, dan membayar denda mencapai sepuluh persen dari penghasilan mereka pada tahun 2021.[39]
Dampak
Ramifikasi politik
Setelah banyak pelanggan mengunggah keluhan mereka akan pemogokan situs webnya, beberapa anggota parlemen AS telah memperhatikan isu ini:[40]
Pada 16 November 2022, Alexandria Ocasio-Cortez, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat AS, mengatakan melalui akun Twitter-nya bahwa Ticketmaster adalah sebuah monopoli dan mergernya dengan Live Nation harus dibatalkan.[41] Ocasio-Cortez telah lama kukuh menentang merger kedua perusahaan, menurut CNBC.[30]
Perwakilan Bill Pascrell mengkritik merger Ticketmaster dan Live Nation, dan menyatakan bahwa ia telah mencoba membeli tiket, tetapi ditempatkan di daftar tunggu. Ia juga menggarisbawahi bahwa sebuah petisi kepada jaksa agung Merrick Garland mendukung "penegakan humum antitrust oleh Administrasi [Joe] Biden" pada tahun 2021 telah ia tandatangani bersama dengan anggota Dewan Frank Pallon, Jerry Nadler, Jan Schakowsky, dan David Cicilline.[41]
Senator Richard Blumenthal juga mendorong penyelidikan federal mengenai kompetisi dalam industri musik langsung. Ia mengatakan bahwa fiasko ini adalah "sebuah contoh yang sempurna bagaimana merger Live Nation/Ticketmaster membahayakan konsumen dengan hampir membuat sebuah monopoli".[10]
Senator Amy Klobuchar, ketua Subkomite Kebijakan Kompetisi, Antitrust, dan Hak Konsumen Senat AS, menulis sebuah surat terbuka kepada dirut Ticketmaster, Rapino, perihal "urusan serius" tentang operasi perusahaan tesebut. Ia mengatakan: "Kekuatan Ticketmaster dalam pasar penjualan tiket primer menjadikannya terisolasi dari tekanan kompetisi yang biasanya mendorong para perusahaan untuk berinovasi dan memperbaiki pelayanan mereka. Ini bisa mengakibatkan kegagalan pelayanan seperti yang kita lihat hari ini, di mana konsumenlah yang merasakan akibatnya."[4]
Pada 17 November, Jaksa Agung Pennsylvania, Josh Shapiro, mengumumkan bahwa ia menerima keluhan konsumen mengenai isu ini dan meminta warga Pennsylvania untuk mengirim keluhan mereka melalui situs webnya. Lebih dari 2.500 keluhan telah dikirimkan sejak 22 November.[42]
Jaksa Agung Tennessee, Jonathan Skrmetti, memulai sebuah investigasi terhadap "keluhan pelanggan tentang kekacauan selama prajual tiket" turnya. Ia mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa "kurangnya kompetisi [untuk Ticketmaster] telah mengakibatkan pengalaman yang buruk dan harga yang lebih mahal untuk para konsumen".[9]
Pada 18 November, Pascrell, bersama 31 anggota Dewan Demokratis lainnya,[note 3] menandatangani sebuah petisi untuk Departemen Kehakiman federal untuk memulai sebuah investigasi terbuka mengenai isu ini.[43]
Para jaksa agung Nevada dan Carolina Utara juga mulai menginvestigasi Live Nation–Ticketmaster atas dasar pelanggaran hak konsumen.[9][44]
Kemudian, The New York Times menyatakan bahwa Departemen Kehakiman telah sebelumnya membuka sebuah investigasi antitrust terhadap Live Nation Entertainment dan Ticketmaster.[45]
Pada 19 November, Perwakilan Cicilline, yang mengetuai Subkomite Hukum Antitrust, Perdagangan, dan Administratif Dewan Perwakilan AS, mendorong Departemen Kehakiman untuk menginvestigasi dan memisahkan kedua perusahaan. Ia mengatakan melalui akun Twitter-nya bahwa "waktu menunggu dan harga yang berlebihan dari Ticketmaster sepenuhnya tidak bisa diterima, seperti yang terlihat hari ini", dan "bukan rahasia bahwa Live Nation–Ticketmaster adalah sebuah monopoli yang tak dicegah".[21]
Karine Jean-Pierre, Sekretaris Pers Gedung Putih, menolak untuk berkomentar akan sebuah investigasi yang mungkin dilaksakan tentang fiasko ini, tetapi mengatakan bahwa, Presiden AS, Joe Biden, telah bersikap "sejernih kristal mengenai ini", mengutip komentarnya tentang isu ini: "kapitalisme tanpa kompetisi bukanlah kapitalisme, tetapi eksploitasi." Biden kemudian mengatakan melalui akun Twitter-nya bahwa "[j]utaan orang Amerika akan berkelana pulang untuk masa liburan dan akan terkena biaya 'sampah' dari maskapai penerbangan, hotel—bahkan mungkin tiket untuk acara liburan yang ingin ditonton keluarganya. Ini tidak benar. Administrasi saya sedang bertindak untuk mengurangi biaya-biaya kejutan ini."[46]
Pada 23 November, Klobuchar dan Senator Mike Lee mengumumkan bahwa panel antitrust Senat akan mengadakan dengar pendapat untuk membicarakan "kurangnya kompetisi dalam industri" untuk Ticketmaster dan Live Nation.[47]
Pada 29 November, Blumenthal dan Senator Marsha Blackburn menulis sebuah surat kepada Komisi Perdagangan Federal, mengajukan pertanyaan tentang "rencana [agensi tersebut] melawan penggunaan bot dalam penjualan tiket",[48] dan mendesak pelaksanaan Undang-undang Penjualan Tiket Daring Lebih Baik, sebuah hukum federal 2016 yang mengizinkan pemerintah AS untuk "menghentikan mereka yang menyalahgunakan bot—aplikasi perangkat lunak yang diprogram untuk mengerjakan tugas daring—untuk membeli tiket dalam jumlah besar untuk keuntungan [...] dan melarang penjualan ulang tiket yang dibeli menggunakan bot, dan orang-orang yang menjual tiket tersebut secara ilegal dikenakan denda $16.000." Surat tersebut juga menyorot harga tiket yang "liar" di situs-situs pihak ketiga, setinggi $1.000 untuk sebuah konser Springsteen dan $40.000 untuk Adele, menyatakan "mencegah kerugian konsumen seperti ini adalah mengapa Kongres memilih untuk menetapkan Undang-undang BOTS enam tahun yang lalu dan mengapa kami memilih untuk mensponsori peraturan tersebut."[49]
Pada 6 Desember, Lina Khan, ketua Komisi Perdagangan Federal, menyampaikan pada Konferensi Dewan Direktur The Wall Street Journal bahwa perusahaan seperti Ticketmaster bisa menjadi "terlalu besar untuk peduli", dan menjelaskan bahwa Departemen Kehakimanlah yang menyetujui merger 2010 Live Nation dan Ticketmaster. Ia menegaskan bahwa departemennya "terus memeriksa hal ini" dan menambahkan bahwa kontroversi ini telah "mengonversikan lebih banyak generasi Z menjadi pendukung anti-monopoli dalam semalam daripada apapun yang bisa saya lakukan".[50]
Respons media
Berbagai jurnalis telah menggarisbawahi sorotan yang dibawa kontroversi ini kepada monopoli dan bagaimana itu bisa menjadi pertanda baik untuk industri musik. Fortune mengatakan bahwa fiasko ini telah "memulai sebuah gerakan politik penggemar untuk menjatuhkan Ticketmaster".[51]Pitchfork bertanya, "Apakah ada artis [selain Swift] yang bisa memaksakan kegawatan investigasi federal tentang sebuah monopoli industri musik hanya dengan mengdakan tur?"[52] Arwa Mahdawi menulis dalam sebuah artikel The Guardian, "Swift telah menjalani karier yang luar biasa menakjubkan. Namun kau tahu? Apabila ia membuat orang-orang duduk tegak dan memperhatikan keadaan hukum antitrust di AS yang buruk, saya menganggap itu sebagai pencapaian terbaiknya."[53] Brooke Schultz dari Associated Press mendiskusikan bagaimana penggemar Swift memperbesar sebuah pemogokan situs web menjadi sebuah gerakan politik dan menganggap mereka sebagai demografi pemilih yang berpengaruh dalam pemilihan: "kekuatan dan ukuran kelompok penggemar Swift telah memacu percakapan tentang kesenjangan ekonomi, hanya disimbolkan oleh Ticketmaster."[54]Variety mencatat bahwa Ticketmaster–Live Nation tidak mengakui kesalahan mereka untuk isu ini, "membela dirinya sendiri tanpa penyesalan" terhadap investigasi federal dan hanya meminta maaf setelah "penurunan resultan dalam saham Live Nation sebesar hampir delapan persen pada perdagangan Jumat (18 November 2022)."[35]Forbes dan The Hollywood Reporter menjuluki Swift sebagai salah satu wanita terkuat dalam industri hiburan tahun 2022.[55][56]
Publikasi bisnis konser Amerika Pollstar memproyeksikan Swift untuk meraup $728juta dari seluruh 52 konser AS the Eras Tour dan "miliaran dolar yang mencengangkan" secara internasional, melampaui rekor sepanjang masa Ed Sheeran dengan hanya kurang dari setengah jumlah konser ÷ Tour yang berisi 255 konser. Publikasi tersebut menulis, "Dengan kata lain: apabila Taylor Swift merupakan sebuah negara dan ekonominya didasarkan hanya dari penjualan tiket, negara tersebut akan memiliki ekonomi terbesar ke-199 di dunia, setara dengan sebuah negara kecil di Kepulauan Karibia."[57]
Pada 2 Desember 2022, ABC News merilis sebuah episode Impact, program mingguan Nightline di Hulu yang memberikan "penglihatan mendalam pada cerita dan isu yang didominasi oleh Zeitgeist" dengan menyorot "orang-orang nyata yang terdampak oleh isu-isu tersebut", berjudul "Taylor's Ticketmaster Disaster" ("Bencana Ticketmaster Taylor"), terfokus akan kontroversi ini.[58][59]
Investigasi pers
Pada 8 Desember 2022, Slate menerbitkan sebuah analisis wacana kritis kontroversi ini, dan menyimpulkan bahwa penggemar Swift benar tentang Ticketmaster yang "mencurangi mereka" untuk keuntungan. Data statistik, dari ukuran sampel lebih dari 2.200 pengguna, menunjukkan bahwa mereka yang menerima "dorongan" Verified Fan—termasuk kode yang ditawarkan untuk pelanggan yang sebelumnya membeli tiket Lover Fest yang dibatalkan dan seharusnya diprioritaskan—kurang berhasil dalam membeli tiket daripada mereka yang tidak menerima dorongan apapun. Laporan tersebut menyimpulkan "Tampaknya dorongan tidak hanya tak membantu, tetapi juga dengan sadar membahayakan", dan menggarisbawahi bahwa dorongan tersebut "bekerja seperti yang diharapkan" hanya untuk pengguna SeatGeek.[60]
Pada 12 Desember, The Wall Street Journal, "menurut orang-orang yang familier dengan urusan ini", mempublikasikan data mengenai pemogokan situs webnya. Data tersebut mengatakan bahwa terdapat 2,6juta tempat duduk untuk tur tersebut, 3,5juta orang mendaftar untuk program Verified Fan-nya, dan 1,5juta dari mereka menerima kode prajual, yang secara umum berarti 1,8juta tiket telah terjual. Namun, 12juta entitas unik, termasuk para bot calo, mengunjungi situs webnya pada hari itu, dan memberikan 3,5miliar permintaan pengguna pada situs tersebut, menyebabkan pemogokannya; 2,4juta tiket terjual sebelum situsnya mogok sepenuhnya, dan 163.600 tiket tersisa—enam persen dari total tempat duduk. Surat kabar tersebut juga berpendapat bahwa apabila Ticketmaster tidak menjualkan sejumlah besar tiketnya dalam waktu sehari, dan sebagai gantinya membagi waktu penjualan tiketnya, seperti yang platform tersebut lakukan untuk Reputation Stadium Tour, prajualnya tidak akan mogok.[61]
Respons penggemar
Beberapa penggemar Swift, yang merupakan pengacara, menggerakan sebuah kelompok akar rumput bernama Vigilante Legal LLC.; kelompok intinya terdiri atas 50 profesional dengan latar belakang hukum, pemerintahan, hubungan masyarakat, dan ilmu komputer—"mulai dari pengacara, sampai orang-orang yang bekerja dalam keuangan atau perbankan, hingga mereka yang berpengalaman dengan antitrust." Kelompok tersebut didirikan oleh seorang pengacara sekaligus penggemar Swift, Blake Barnett. Ia melaporkan kepada Business Insider bahwa ia telah menerima 1.200 tanggapan sejak 18 November 2022. Vigilante Legal juga memulai mengumpulkan bukti dari para penggemar yang mengalami "pelayanan yang diskriminatif dan meragukan" dari Ticketmaster, termasuk kemungkinan pelanggaran Undang-undang 1990 Orang Amerika dengan Disabilitas. Kelompok tersebut telah mengumpulkan keluhan untuk diberikan kepada Komisi Perdagangan Federal dan jaksa agung dari setiap negara bagian AS.[62][63] Voters of Tomorrow, sebuah organisasi politik yang dipimpin oleh generasi Z, membuka sebuah inisiatif antitrust bernama "S.W.I.F.T" (Swifties Working to Increase Fairness from Ticketmaster; Swiftie Berusaha Meningkatkan Keadilan dari Ticketmaster) pada 17 November, dengan tujuan "mempersatukan para organisator Gen Z untuk mengadvokasi legislasi memperluas otoritas federal untuk mengawasi dan mencegah monopoli lebih lanjut di seiktar industri hiburan."[62]
Gugatan hukum
Satu lagi kelompok penggemar, berisi 26 penggugat dari seluruh AS, mengajukan sebuah gugatan pada 2 Desember 2022, di Pengadilan Tinggi County Los Angeles,[64] terhadap Ticketmaster dan Live Nation atas "desepsi disengaja", "penipuan, penetapan harga, dan pelanggaran antitrust". Kelompok tersebut menuntut penalti sipil sebesar $2.500 untuk setiap pelanggaran Hukum Kompetisi Tidak Adil California,[65][16] di samping para penggugat yang menuntut biaya hukum, dan segala keringanan yang dianggap sesuai oleh pengadilan.[64] Sejak gugatannya diajukan, sekitar 150 lagi penggemar telah mengekspresikan ketertarikan untuk ikut serta dalam gugatan tersebut, menurut Jennifer Kinder, pengacara kelompok tersebut. Gugatan tersebut juga menduga bahwa Ticketmaster "mengukir teritori kecil" untuk kompetitor seperti SeatGeek untuk menyamarkan "tingkat kekuatan dan kekuasaan monopolistik" yang dimiliki perusahaan tersebut,[16] dengan sengaja membiarkan calo dan bot mengakses prajualnya, dan memberikan "lebih banyak kode daripada tiket yang tersedia."[66] Kinder mengatakan kepada The Washington Post, "Ticketmaster bermain-main dengan kelompok penggemar yang salah." Julie Barfuss, penggugat utama, mengatakan bahwa setelah berkali-kali gagal mencoba membeli tiket, ia mengirim pesan kepada seorang petugas pelayanan pelanggan yang memberitahukan kepadanya bahwa sistem telah menganggapnya sebagai bot karena mencoba untuk membeli tiket 41 kali. Kartu Barfuss juga ditolak, karena kartu tersebut telah dikenakan biaya untuk 41 percobaan pembelian tersebut, dengan jumlah total $14.286,70.[16] Gugatan tersebut juga menyebut County Los Angeles, di mana Ticketmaster bermarkas, sebagai terdakwa.[67]
Catatan kaki
^Ticketmaster adalah sebuah perusahaan penjualan dan distribusi tiket; Live Nation adalah sebuah perusahaan promosi tur dan operasi lokasi konser. Mereka melakukan merger pada tahun 2010 membentuk sebuah perusahaan hiburan terkonsolidasi, Live Nation Entertainment.
^Digayakan sebagai Taylor Swift | The Eras Tour.[13]
^Frederick, Matt; Bowlin, Ben; Brown, Noel (1 Mei 2019). "The Ticketmaster Racket". Stuff They Don't Want You to Know (Siniar) (dalam bahasa Inggris). iHeartRadio. Diakses tanggal 11 Desember 2022.
^Lewis, Christina S. N. (23 November 2007). "Ticket Master's Place". The Wall Street Journal (dalam bahasa Inggris). Archived from the original on 2022-11-25. Diakses tanggal 11 Desember 2022.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)
^"The 100 Best Songs of 2022". Pitchfork (dalam bahasa Inggris). 5 Desember 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Desember 2022. Diakses tanggal 12 Desember 2022.
^"The World's 100 Most Powerful Women". Forbes (dalam bahasa Inggris). 6 Desember 2022. Archived from the original on 2018-12-28. Diakses tanggal 12 Desember 2022.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)