NV. Kiam Gwan Tjan NV. Kiem Bo Tjan Hiap Soen Tjan Kong Seng Tjan
Penghargaan
1. Bangunan cagar budaya (2005)
KelentengTjen Ling Kiong atau Zhen Ling Gong, disebut pula dengan nama Kelenteng Poncowinatan, adalah tempat ibadah agama Khonghucu yang berlokasi di Kota Yogyakarta. kelenteng ini terletak di wilayah Poncowinatan yang terkenal sebagai daerah Pecinan dan merupakan kelenteng tertua yang berada di Yogyakarta.[2]Kongco yang dipuja di Kelenteng ini adalah Kwan Tie Koen.
Etimologi
Nama Tjen Ling Kiong merupakan dialek Hokkien. Setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin akan menjadi Zhèn Líng Gōng.
Zhèn 镇 memiliki pengertian "memberi tekanan; menjadi tenang; menundukkan; menekan; menjaga; garnisun; mendinginkan (makanan atau minuman). Líng 靈 memiliki pengertian "cepat; waspada; berkhasiat; efektif; menjadi nyata; jiwa; nyawa yang berangkat; peti mati". Gōng 宮 memiliki pengertian "istana; kuil; pengebirian (sebagai hukuman kopral); nada pertama dalam skala pentatonik".[3]
Sejarah
Pembangunan
kelenteng Tjen Ling Kiong didirikan dengan izin Sri Sultan Hamengkubuwono VII atas permintaan warga Tionghoa di Yogyakarta pada masa itu. Untuk tujuan tersebut, pihak Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menghibahkan lahan untuk digunakan sebagai lokasi pembangunan kelenteng hingga sekarang.[4] Pembangunan dimulai pada tahun 1881 dan selesai pada tahun 1907.
Bersama dengan bangunan kelenteng, di atas lahan hibah tersebut juga didirikan Sekolah Dasar Tionghoa modern bernama Tiong Hoa Hwee Koan (THHK), berdasarkan Akta Pendirian No. 24 tanggal 19 Juni 1907. Namun, karena tekanan pemerintah Belanda pada masa itu, sekolah ini dibubarkan pada tahun 1938. Kini bangunan bekas THHK digunakan oleh Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Nasional (YPPN).[2]
Bangunan warisan budaya
Bangunan Kelenteng Tjen Ling Kiong memperoleh "Penghargaan Pelestarian Warisan Budaya 2005" dengan kategori "Bangunan Ibadah'".[5] Penghargaan tersebut ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 20 Desember 2005.
Perusakan
Kelenteng Tjen Ling Kiong mengalami kerusakan akibat perbuatan vandal sekelompok orang pada tanggal 24 Juni 2013. Kerusakan terjadi pada bagian hidung dan mulut dua patung qilin yang terbuat dari batu kali utuh. Kedua patung tersebut diletakkan mengapit pintu utama kelenteng. Laporan perusakan ditangani oleh Dinas Kebudayaan DIY, yaitu penyidik pegawai negeri sipil Balai Pelestarian Cagar Budaya, dan Polda, karena Bangunan kelenteng Tjen Ling Kiong merupakan salah satu bangunan cagar budaya di Yogyakarta.[5]
Arsitektur
Bangunan kelenteng Tjen Ling Kiong memiliki bentuk persegi panjang yang melebar ke samping. Bagian atap kelenteng dihiasi dua patung naga yang saling berhadapan, sementara kedua pintu berdaun dua di sayap kiri dan kanan (digunakan sebagai pintu masuk) dihiasi oleh lukisan Dewa Pintu Men Shen. Selain itu, pintu masuk ke dalam kelenteng diapit oleh dua buah patung qilin yang terbuat dari batu. Warna bangunan kelenteng didominasi warna merah yang melambangkan kebahagiaan menurut tradisi Tionghoa.[2]
Halaman di depan bangunan kelenteng sangat luas serta dibatasi tembok berpagar. Halaman tersebut juga digunakan sebagai lahan parkir kendaraan bagi para pengunjung Pasar Kranggan yang terletak tepat di seberang jalan kelenteng.
^ abcNina Asmara. 2008. Skripsi, Humanisme dalam Agama Khonghucu: Studi terhadap Interaksi Sosial di Kelenteng Tjen Ling Kiong Yogyakarta. Yogyakarta: Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.