Kekuatan asam merujuk pada kecenderungan suatu asam, disimbolkan dengan rumus kimia HA, mengalami disosiasi menjadi proton, H+, dan sebuah anion, A−. Asam kuat dalam larutan mengalami disosiasi sempurna, kecuali dalam keadaan pekatnya.
Asam lemah hanya terdisosiasi sebagian, sehingga dalam larutannya terdapat produk disosiasi dan asam yang tak terdisosiasi, yang keduanya berada dalam kesetimbangan.
Kekuatan asam organik lemah tergantung pada efek substituennya. Kekuatan asam anorganik tergantung pada tingkat oksidasi atom yang mengikat proton. Kekuatan asam tergantung pada pelarutnya. Sebagai contoh, hidrogen klorida adalah asam kuat dalam larutan air, tetapi menjadi asam lemah jika dilarutkan dalam asam asetat glasial.
Penentuan kekuatan asam
Kekuatan suatu asam biasanya diukur dari konstanta disosiasi asamnya (Ka), yang dapat ditentukan secara eksperimen melalui metode titrasi. Asam yang lebih kuat memiliki Ka yang lebih besar dan konstanta logaritma yang lebih kecil (pKa = −log Ka) daripada asam yang lebih lemah. Semakin kuat suatu asam, semakin mudah ia kehilangan proton, H+. Dua faktor utama yang menyumbang kemudahan mengalami deprotonasi adalah polaritas ikatan H—A dan ukuran atom A, yang menentukan kekuatan ikatan H—A. Kekuatan asam juga tergantung pada kestabilan basa konjugatnya.
Sementara nilai pKa menentukan kecenderungan suatu solut asam untuk memindahkan proton ke pelarut standar (umumnya air atau DMSO), kecenderungan pelarut asam untuk memindahkan proton ke solut terkaitnya (biasanya basa anilin lemah) ditentukan berdasarkan fungsi keasaman Hammett, nilai H0. Meskipun kedua konsep kekuatan asam ini sering dianggap sebagai kencenderungan umum suatu zat mendonorkan proton, nilai pKa dan H0 mengukur sifat yang berbeda dan kadang-kadang menyimpang. Misalnya, hidrogen fluorida, ketika dilarutkan dalam air (pKa = 3,2) atau DMSO (pKa = 15), memiliki nilai pKa yang menunjukkan bahwa ia mengalami disosiasi tak sempurna dalam kedua pelarut ini, menunjukkan bahwa ia adalah asam lemah. Namun, dalam kondisi kering, media asam, hidrogen fluorida memiliki nilai H0 –15,[1] membuatnya memprotonasi medium dengan kekuatan melebihi asam sulfat 100%, sehingga secara definitif, ia adalah superasam.[2] (Untuk mencegah ketidakjelasan, istilah "asam kuat" dalam artikel ini adalah asam yang memiliki nilai pKa < –1,74, kecuali bila disebutkan lain. Ini selaras dengan bahasa umum yang digunakan oleh para praktisi kimia).
Ketika medium asam yang dipertanyakan adalah larutan air encer, H0 mendekati sama dengan nilai pH, yang merupakan –log dari konsentrasi H+ dalam larutan berair. pH larutan sederhana suatu asam ditentukan oleh Ka dan konsentrasi asam sekaligus. Untuk larutan asam lemah, ia tergantung pada derajat disosiasi, yang dapat ditentukan melalui perhitungan kesetimbangan. Untuk larutan pekat suatu asam, terutama asam kuat dengan pH < 0, pengukuran nilai H0 lebih baik daripada mengukur pH-nya.
Asam kuat
Asam kuat adalah asam yang terdisosiasi menurut reaksi berikut:
dengan S mewakili molekul pelarut, seperti molekul air atau DMSO, sedemikian rupa karena konsentrasi spesies HA yang tak terdisosiasi sangat kecil untuk diukur. Untuk keperluan praktis, asam kuat dapat dikatakan terdisosiasi sempurna. Contoh asam kuat adalah asam klorida.
Asam apapun dengan nilai pKa yang kurang dari -2 diklasifikasikan sebagai asm kuat. Hasil ini berasal dari kapasitas dapar larutan yang sangat tinggi dengan nilai pH 1 atau kurang dan dikenal sebagai efek leveling.[3]
Berikut adalah asam kuat dalam larutan berair dan dimetil sulfoksida. Nilai pKa tidak dapat diukur secara eksperimen. Nilai dalam tabel berikut merupakan rata-rata dari 8 perhitungan teoritis yang berbeda
Asam lemah adalah zat yang terdisosiasi sebagian ketika ia dilarutkan dalam suatu pelarut. Dalam larutannya terdapat kesetimbangan antara asam, HA, dan produk disosiasinya.
Pelarutnya (air, misalnya) diabaikan dari persamaan ini jika konsentrasinya secara efektif tidak berubah akibat proses disosiasi asam. Kekuatan asam lemah dapat diukur melalui konstanta disosiasi, Ka, yang didefinisikan sebagai berikut, di mana [X] adalah konsentrasi gugusan kimia, X.
Jika nilai Ka diketahui, maka dapat digunakan untuk menentukan tingkat disosiasi dalam larutan dengan konsentrasi asam yang diketahui, TH, dengan menerapkan hukum kekekalan massa.
dengan TH adalah nilai konsentrasi analitik asam. Ketika semua kuantitas dalam persamaan ini diperlakukan sebagai angka, muatan ion tidak ditunjukkan dan persamaannya menjadi persamaan kuadrat dengan nilai dari nilai konsentrasi ion hidrogen, [H].
Persamaan ini menunjukkan bahwa pH suatu larutan asam lemah tergantung pada baik nilai Ka maupun konsentrasinya. Contoh umum asam lemah meliputi asam asetat dan asam fosforus [en]. Asam seperti asam oksalat (HOOC–COOH) dikatakan sebagai diprotik (atau berbasa dua) karena ia dapat kehilangan dua proton dan bereaksi dengan dua molekul basa sederhana. Asam fosfat (H3PO4) adalah asam triprotik (atau berbasa tiga).
Untuk lebih jelas tentang kekuatan asam dapat dilihat pada artikel konstanta disosiasi asam. Ini meliputi asam seperti asam diprotik asam suksinat, yang membuat metode sederhana perhitungan pH, yang dibahas di atas, menjadi tidak dapat digunakan.
Penentuan nilai pKa secara eksperimen umumnya dilakukan dengan metode titrimetri.[8] Prosedur yang biasa dilakukan sebagai berikut. Sejumlah asam kuat ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung asam atau garam dari asam, hingga suatu titik di mana senyawa tersebut terprotonasi sempurna. Larutan kemudian dititrasi dengan basa kuat
hingga dalam larutan hanya tertinggal spesies A− yang terdeprotonasi. Pada setiap titik selama titrasi, pH diukur menggunakan elektrode kaca dan pH meter. Tetapan kesetimbangan dicari menggunakan nilai pH hitung yang sesuai dengan nilai teramati, menggunakan metode kuadrat terkecil.
Pasangan asam/basa konjugat
Kadang-kadang ada pernyataan "konjugat dari asam lemah adalah basa kuat". Pernyatan semacam ini adalah tidak tepat. Misalnya, asam asetat adalah asam lemah dengan Ka = 1,75 x 10−5. Basa konjugatnya adalah ion asetat dengan Kb = 10−14/Ka = 5,7 x 10−10 (dari hubungan Ka × Kb = 10−14), yang tentunya bukan merupakan basa kuat. Konjugat dari asam lemah sering kali merupakan basa lemah dan sebaliknya.
Asam dalam pelarut non-air
Kekuatan suatu asam bervariasi sesuai pelarutnya. Suatu asam yang kuat dalam air bisa menjadi lemah dalam pelarut yang kurang basa, dan suatu asam yang lemah dalam air dapat menjadi kuat dalam pelarut yang lebih basa. Menurut teori asam-basa Brønsted–Lowry, pelarut S dapat menerima proton.
Sebagai contoh, asam klorida adalah basa lemah jika dilarutkan dalam asam asetat murni, CH3COOH, yang lebih asam daripada air.
Tingkat ionisasi hidrogen halida menurun sesuai urutan HI > HBr > HCl. Asam asetat dikatakan sebagai pelarut pembeda untuk ketiga asam tersebut, sedangkan air tidak.[6]:(p. 217)
Contoh penting pelarut yang lebih basa daripada air adalah dimetil sulfoksida, DMSO, (CH3)2SO. Suatu senyawa yang merupakan asam lemah di air dapat menjadi asam kuat dalam DMSO. Asam asetat adalah contoh zat ini. Nilai pKa larutan dalam DMSO dan pelarut lainnya dapat dijumpai di Acidity–Basicity Data in Nonaqueous Solvents.
Superasam adalah asam kuat meskipun dalam pelarut dengan konstanta dielektrik rendah. Contoh superasam adalah asam fluoroantimonat dan asam ajaib. Beberapa superasam dapat dikristalkan.[9] Mereka juga dapat menstabilkan karbokation secara kuantitatif.[10]
Faktor penentu kekuatan asam
Efek induktif
Dalam asam karboksilat organik, suatu substituen elektronegatif dapat menarik densitas elektron keluar dari ikatan asamnya melalui efek induktif, menghasilkan nilai pKa yang lebih kecil. Semakin menurun efeknya, unsur elektronegatif semakin jauh dari gugus karboksilat, seperti digambarkan oleh deret asam butanoatterhalogenasi berikut.
Struktur
Nama
pKa
asam 2-klorobutanoat
2,86
asam 3-klorobutanoat
4,0
asam 4-klorobutanoat
4,5
asam butanoat
4,5
Pengaruh tingkat oksidasi
Dalam rangkaian asam okso suatu unsur, nilai pKa menurun sesuai tingkat oksidasi unsurnya. Asam okso dari klorin menggambarkan tren ini,[6]:(p. 171)
^George A. Olah, Schlosberg RH (1968). "Chemistry in Super Acids. I. Hydrogen Exchange and Polycondensation of Methane and Alkanes in FSO3H–SbF5 ("Magic Acid") Solution. Protonation of Alkanes and the Intermediacy of CH5+ and Related Hydrocarbon Ions. The High Chemical Reactivity of "Paraffins" in Ionic Solution Reactions". Journal of the American Chemical Society. 90 (10): 2726–7. doi:10.1021/ja01012a066.