Kekuasaan kehakiman di Malaysia diselenggarakan oleh sebuah sistem kehakiman yang berdasarkan kepada common law (hukum umum) dari warisan penjajahan Inggris dan hukum Islam yang termuat dalam Konstitusi Malaysia. Sistem peradilan di Malaysia dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang mengadili perkara yang berkaitan dengan hukum perdata dan bagian lainnya mengadili perkara yang berkaitan dengan hukum Islam melalui Pengadilan Syariah.
Setiap Mahkamah Agung terdiri dari Mahkamah Tinggi dan Mahkamah Rayuan yang dipimpin oleh Ketua Hakim Negara.
Pembentukan Malaysia
Pada tahun 1963, bekas wilayah-wilayah Inggris yang masih ada dimasukkan ke dalam Federasi Malaya. Konstitusi 1963 digantikan oleh berbagai Mahkamah Rayuan dan satu Mahkamah Persekutuan Malaysia, yang dipimpin oleh Ketua Hakim Mahkamah Persekutuan, dengan tiga Mahkamah Tinggi, yang masing-masing dipimpin oleh Ketua Hakim:
Mahkamah Tinggi Malaya
Mahkamah Tinggi Singapura
Mahkamah Tinggi Borneo
Satu Mahkamah Agong Keadilan didirikan di Brunei. Mahkamah Tinggi Singapura bukan lagi menjadi bagian dari sistem peradilan di Malaysia saat Singapura merdeka pada tanggal 9 Agustus 1965.
Banding ke Dewan Penasihat di London
Setelah merdeka dan negara Malaysia berhasil terbentuk, berdasarkan perjanjian antara Ratu Elizabeth II dan Yang di-Pertuan Agong dan Pasal 131 Konstitusi Federal Malaysia, putusan hakim dapat diajukan banding ke Komite Yudisial Dewan Penasihat di London. Banding Dewan Penasihat mengenai perkara pidana dan konstitusi dicabut pada tanggal 1 Januari1978. Banding terhadap perkara perdata pun juga dicabut pada tanggal 1 Januari1985, bersamaan dengan itu Mahkamah Persekutuan Malaysia berganti nama menjadi Mahkamah Agung Malaysia dan nama ini bertahan hingga tahun 1994.
Reformasi Kehakiman 1994
Pada tahun 1994, untuk mempertahankan tingkat kedua pada sistem banding yang dihapuskan saat banding Dewan Penasihat ke London dibatalkan, dilakukannya amendemen terhadap Konstitusi untuk membentuk Mahkamah Rayuan Malaysia, dipimpin oleh Presiden (Ketua) Mahkamah Rayuan, dibawah Mahkamah Agung Malaysia (kemudian berganti nama kembali menjadi Mahkamah Persekutuan Malaysia). Sebagai bagian dari wilayah semenanjung Malaysia Barat, Mahkamah Tinggi Borneo berganti nama menjadi Mahkamah Tinggi Sabah dan Sarawak. Jabatan Ketua Mahkamah Agung diubah menjadi Ketua Hakim Negara Malaysia, sedangkan Ketua Mahkamah Tinggi Malaya dan Borneo diubah menjadi Ketua Hakim Tinggi Malaya dan Ketua Hakim Tinggi Sabah-Sarawak. Perubahan tersebut dipandang oleh pihak oposisi sebagai penurunan pangkat hakim.
Sistem Juri
Hingga tahun 1995, hak untuk mengajukan persidangan ditentukan oleh juri pada kasus-kasus berat. Juri terdiri dari tujuh orang laki-laki dan perempuan. Persidangan yang diadili oleh juri diizinkan dalam semua kasus penuntutan di Penang dan Melaka, yang merupakan bekas jajahan Inggris, sehingga diterapkan hanya kepada kasus-kasus berat saja pada tahun 1978. Di Negeri-Negeri Malaya, persidangan juri tidak diizinkan ketika pemerintahan kolonial dan kasus-kasus berat ditangani oleh hakim dengan dua penaksir (penilai) tetapi kemudian diperkenalkan oleh Tunku Abdul Rahman setelah kemerdekaan Malaysia pada tahun 1957. Di Sabah dan Sarawak, persidangan kasus-kasus berat masih diadili oleh hakim dan dua penilai, seperti sebelum kemerdekaan. Pada tanggal 1 Januari1995, sistem juri dicabut di seluruh peradilan di Malaysia.
Pengadilan
Pengadilan Tinggi
Pengadilan Tinggi terdiri dari tiga pengadilan dengan yurisdiksi yang berbeda, yaitu Mahkamah Persekutuan (lembaga peradilan tertinggi di Malaysia), Mahkamah Rayuan, Mahkamah Tinggi Malaya dan Mahkamah Tinggi Sabah dan Sarawak. Masing-masing lembaga peradilan dikepalai oleh hakim federal yang disebut Ketua Mahkamah Persekutuan, Presiden Mahkamah Rayuan, dan Ketua Hakim Pengadilan Tinggi Malaya, dan Ketua Hakim Pengadilan Tinggi Sabah dan Sarawak.
Mahkamah Persekutuan adalah lembaga peradilan tertinggi di Malaysia. Mahkamah Persekutuan mengadili banding terhadap putusan perkara perdata dari Mahkamah Rayuan jika Mahkamah Persekutuan memberikan izin untuk melakukannya. Mahkamah Persekutuan juga mengadili banding terhadap perkara pidana dari Mahkamah Rayuan, tetapi hanya yang berkaitan dengan kasus-kasus yang disidangkan oleh Mahkamah Tinggi dalam yurisdiksi aslinya (yaitu kasus tersebut belum diajukan banding dari Pengadilan Rendah).
Mahkamah Rayuan pada umumnya mengadili semua banding perkara perdata terhadap putusan Mahkamah Tinggi, kecuali perintah atau putusan pengadilan yang dibuat dengan persetujuan. Pada kasus-kasus yang gugatannya kurang dari RM 250.000, putusan atau perintah yang hanya berkaitan dengan biaya dan banding tersebut bertentangan dengan putusan hakim dalam majelis terhadap panggilan penengah (interpleader) pada hal-hal yang disengketakan, izin dari Mahkamah Tinggi harus diutamakan. Mahkamah Rayuan juga mengadili banding terhadap putusan pidana Mahkamah Tinggi. Mahkamah Rayuan adalah pengadilan yurisdiksi akhir untuk kasus-kasus yang dimulai di pengadilan rendah.
Mahkamah Tinggi terdiri dari dua pengadilan memiliki yurisdiksi pengawasan dan yurisdiksi umum atas semua Pengadilan Rendah, dan yurisdiksi untuk mengadili banding dari Pengadilan Rendah dalam masalah perdata dan pidana. Pengadilan Tinggi memiliki yurisdiksi sipil yang tidak terbatas dan umumnya mengadili kasus dengan gugatan atau tuntutan melebihi RM 1.000.000, selain kasus yang melibatkan kecelakaan kendaraan bermotor, perselisihan antara pemilik sewa dan penyewa, dan lain-lain. Mahkamah Tinggi mengadili kasus-kasus yang berkaitan dengan:
pengesahan perkawinan atau perceraian dan hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan;
kebangkrutan dan hal-hal yang berkaitan dengan penutupan perusahaan;
Mahkamah Tinggi memiliki yurisdiksi tak terbatas dalam semua masalah pidana selain masalah yang melibatkan hukum Islam. Mahkamah Tinggi memiliki yurisdiksi asli dalam kasus pidana yang dapat diberikan hukuman mati. Kasus-kasus disidangkan oleh hakim tunggal di Pengadilan Tinggi atau seorang komisioner yudisial. Sementara hakim Pengadilan Tinggi menikmati perlindungan dalam masa jabatannya, komisioner yudisial ditunjuk untuk masa jabatan dua tahun dan tidak dapat menikmati perlindungan serupa di bawah Konstitusi. Pengajuan peninjauan kembali (judicial review) dapat dilakukan di Mahkamah Tinggi.
Pengadilan Rendah
Pengadilan Magistrat dan Pengadilan Sesi memiliki kekuasaan untuk mengadili perkara perdata dan pidana.
Pengadilan Sesi
Serupa dengan Pengadilan Kuartal di Inggris pada zaman dahulu, Pengadilan Sesi bertugas untuk mengadili perkara yang tidak melibatkan hukuman mati, gugatan tidak melebih dari RM 1.000.000, kecuali kendaraan bermotor, penyiksaan, perselisihan antara pemilik sewa dan penyewa, yang tidak memiliki batas yurisdiksi.
Pengadilan Magistrat
Para Magistrat terbagi menjadi dua, yaitu Magistrat Kelas Satu dan Magistrat Kelas Dua. Magistrat Kelas Satu berkualifikasi secara hukum dan memiliki kekuatan yang lebih besar, sedangkan Magistrat Kelas Dua biasanya ditunjuk. Dalam masalah pidana, Pengadilan Magistrat Kelas Satu umumnya memiliki kekuatan untuk mengadili semua pelanggaran dengan hukuman maksimum penjara tidak melebihi 10 tahun atau hanya dengan hukuman denda, tetapi juga dapat menjatuhkan hukuman penjara tidak lebih dari lima tahun, denda hingga RM 10.000, dan/atau hingga dua belas hukuman pukulan rotan (merotan). Pengadilan Magistrat mengadili semua masalah perdata dengan gugatan kurang dari RM 100.000. Pengadilan Magistrat juga mengadili banding dari Pengadilan Penghulu.
Pengadilan lainnya
Pengadilan seorang penghulu, atau kepala desa Melayu, memiliki kekuatan untuk mengadili masalah perdata yang gugatannya tidak melebihi RM 50, yang para pihak merupakan ras Asia yang dapat berbicara dan memahami bahasa Melayu. Yurisdiksi pidana dari Pengadilan Penghulu terbatas pada pelanggaran ringan yang didakwa terhadap orang ras Asia yang secara khusus disebutkan dalam surat perintahnya, yang dapat dihukum dengan denda tidak melebihi RM 25. Sabah dan Sarawak tidak memiliki Pengadilan Penghulu, melainkan memiliki Pengadilan Adat yang memiliki tugas untuk mengadili perkara-perkara umum yang berkaitan dengan adat dan aturan orang asli. Namun Pengadilan Penghulu telah dihapuskan sejak tanggal 1 Maret 2013.
Pengadilan Anak, sebelumnya dikenal sebagai Pengadilan Remaja, mengadili kasus-kasus yang melibatkan anak di bawah umur kecuali kasus yang membawa hukuman mati, yang kemudian disidangkan di Pengadilan Tinggi. Kasus untuk anak-anak diatur oleh Undang-Undang Anak 2001. Seorang anak didefinisikan sebagai siapa saja yang berusia di bawah 18 tahun.
Pengadilan Khusus didirikan pada tahun 1993 untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh Penguasa. Penguasa meliputi Yang di-Pertuan Agong (Raja), para sultan dari negara-negara monarki bagian di Malaysia, Yang di-Pertua Negeri, dan Yang di-Pertuan Besar, yaitu: kepala negara Malaysia dan kepala negara bagiannya. Sebelum ini, seorang Penguasa kebal dari segala proses yang diajukan terhadap mereka dalam kapasitas pribadi mereka.
Pengadilan Syariah
Pengadilan Syariah memiliki yurisdiksi terbatas atas masalah hukum Islam negara (syariah). Pengadilan Syariah hanya memiliki yurisdiksi atas hal-hal yang melibatkan umat Islam, dan umumnya hanya dapat menjatuhkan hukuman tidak lebih dari tiga tahun penjara, denda hingga RM 5.000, dan/atau hingga enam hukuman pukulan rotan.