Kejatuhan Kabul, juga disebut pengepungan Kabul, menyerahnya Kabul, atau kejatuhan Afganistan,[15] adalah puncak dari serangan Taliban 2021 dalam perang di Afganistan yang masih berlangsung. Peristiwa ini terjadi pada 15 Agustus 2021, ketika pasukan Taliban memasuki ibu kota Afganistan, Kabul, beberapa jam setelah Presiden Afganistan Ashraf Ghani terbang meninggalkan negara itu. Langkah mereka bermula dengan serangan besar-besaran dari pinggiran kota dan pemadaman listrik di seluruh kota, kemudian berhenti saat perwakilan Taliban dan pejabat Afganistan yang tersisa melanjutkan perundingan, yang memulakan perebutan kekuasaan penuh oleh Taliban.[16][17][18]
Sementara perundingan berlangsung dengan alot, Taliban meminta peralihan kekuasaan secara damai dan pemerintah telah menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan Kabul secara damai kepada pemberontak.[19][20] Pemerintah meminta agar kekuasaan dialihkan ke pemerintahan transisi, sementara Taliban menyatakan bahwa mereka menginginkan pengalihan kekuasaan sepenuhnya.[21]
Taliban dan kelompok-kelompok militan sekutu memulai serangan luas pada 1 Mei 2021, bersamaan dengan penarikan sebagian besar pasukan Amerika Serikat dari Afganistan. Setelah kekalahannya yang segera di seluruh Afganistan, Tentara Nasional Afghanistan dibiarkan dalam kekacauan dan hanya dua unit yang tetap beroperasi pada pertengahan Agustus, yaitu Korps ke-201 dan Divisi ke-111 yang semuanya berpangkalan di Kabul. Kabul sendiri dibiarkan terkepung setelah pasukan Taliban merebut Mihtarlam, Sharana, Gardez, Asadabad, dan kota-kota lain serta distrik-distrik di timur Afganistan.[14] Pada hari-hari setelah pengepungan, perkiraan keadaan Kabul memburuk dengan segera. Para pejabat Amerika Serikat meramal pada awal Agustus bahwa Kabul dapat bertahan selama beberapa bulan, tetapi masa pengepungan membawa ramalan yang lebih suram, yaitu lima hari sebelum Taliban mencapai Kabul, perkiraan menurun dan analisis menunjukkan bahwa Kabul akan bertahan 30 hingga 90 hari,[22] dan dalam dua hari, para pejabat memperkirakan kota itu akan jatuh dalam seminggu.[23]
Perlawanan dan pembubaran pemerintahan Afganistan
Pada 15 Agustus, komando Taliban menginstruksikan pasukannya secara resmi untuk menghentikan langkah mereka di gerbang Kabul dengan menyatakan bahwa mereka tidak akan merebut Kabul dengan paksa, meskipun pemberontak memasuki pinggiran kota itu.[24] Penduduk setempat melaporkan bahwa pemberontak Taliban bergerak ke daerah perkotaan terlepas dari pernyataan resmi pemimpin mereka.[16][20] Selepas beberapa bentrokan, pemberontak dilaporkan merebut penjara Pul-e-Charkhi dan membebaskan semua narapidana. Pemberontak Taliban mengibarkan bendera mereka di beberapa wilayah kota dan menekan beberapa polisi untuk menyerahkan semua persenjataan mereka.[16]Lapangan Terbang Bagram dan Fasilitas Penahanan Parwan yang menampung 5000 tahanan juga jatuh ke tangan Taliban.[16][25]
22 pesawat Angkatan Udara Afghanistan dan 24 helikopter yang membawa 585 personel militer Afghanistan telah terbang ke Uzbekistan. Satu Embraer EMB 314 Super Tucano Afganistan jatuh setelah melintasi perbatasan dan pihak berwenang Uzbekistan mengeluarkan laporan yang saling bertentangan tentang penyebabnya. Dua pesawat militer Afganistan yang membawa lebih dari 100 tentara juga mendarat di Bokhtar, Tajikistan.[26]
Kementerian Dalam Negeri Afganistan dalam pernyataannya menyebut bahwa Presiden Ashraf Ghani telah memutuskan untuk melepaskan kekuasaan dan pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Taliban akan dibentuk.[27] Setelah itu, pertempuran mereda, meskipun banyak warga sipil tetap ketakutan dan bersembunyi di rumah mereka.[16] Pada 11:17 CET, perunding dari pihak Taliban dilaporkan telah tiba di istana presiden untuk memulai peralihan kekuasaan.[28] Meskipun perundingan berlangsung dengan alot, pemerintah menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan Kabul kepada pemberontak secara damai,[20][19] dan mendesak warga sipil untuk tetap tenang.[29]Al Arabiya melaporkan bahwa pemerintah peralihan akan dibentuk di bawah kepemimpinan mantan menteri Ali Jalali,[30] tetapi kemudian dibantah oleh Taliban.[31]
Kemudian pada hari yang sama, laporan berita dari Afghanistan dan India mengklaim Ashraf telah meninggalkan Afghanistan bersama Wakil Presiden Amrullah Saleh. Mereka dilaporkan terbang ke Tajikistan.[32][33][34][35] Istana kepresidenan Arg dievakuasi dengan helikopter. Sementara itu, salah satu pendiri Taliban Abdul Ghani Baradar tiba di Bandar Udara Kabul untuk mempersiapkan pengambilalihan pemerintah.[4]
Pada pukul 20.55 waktu Afganistan, Taliban mengklaim telah mengambil alih Arg yang telah dikosongkan oleh Presiden Ashraf pada hari itu juga. Diduga, semua pegawai istana lainnya diperintahkan angkat kaki setelah Ashraf pergi.[36] Wartawan dari Al Jazeera kemudian diizinkan masuk ke Arg dan mewawancarai milisi Taliban.[37]
Sekitar pukul 21.12 waktu Afganistan, dilaporkan bahwa Taliban akan segera mendeklarasikan Keamiran Islam Afganistan dari Arg, sehingga mengembalikan simbolisme resmi pemerintah Taliban sejak 1996 hingga 2001.[38] Sekitar pukul 23.00 waktu Afganistan, Ashraf mengunggah status di Facebook bahwa ia telah melarikan diri dalam upaya untuk menghindari pertempuran berdarah, sembari menambahkan Taliban telah menang dengan pedang dan senjata mereka".[39]
Karena Taliban telah merebut semua penyeberangan perbatasan, Bandar Udara Kabul tetap menjadi satu-satunya kawasan yang aman untuk keluar dari Afghanistan.[40] Setelah jatuhnya Herat pada 12 Agustus, Amerika Serikat dan Inggris mengumumkan pengerahan masing-masing 3.000 dan 600 tentara mereka ke Bandar Udara Kabul untuk mengamankan pengangkutan udara bagi warga negara mereka, staf kedutaan, dan warga Afganistan yang bekerja dengan pasukan koalisi ke luar negeri.[40] Para pejabat Amerika Serikat mengatakan bahwa pengerahan pertama mereka akan terjadi dalam 24 hingga 48 jam ke depan dan semua pasukan mereka diperkirakan masih akan meninggalkan Afghanistan pada akhir Agustus 2021.[41] Sebuah memorandum telah dikirim ke semua staf kedutaan pada 13 Agustus untuk mengurangi barang-barang dengan logo kedutaan atau agensi, bendera Amerika Serikat atau barang-barang yang dapat disalahgunakan dalam upaya propaganda.[42] Gumpalan asap kecil terlihat di dekat atap kedutaan karena diplomat dilaporkan dengan cepat menghancurkan dokumen rahasia dan materi sensitif lainnya.[40]
Saat Taliban mengepung dan mulai memasuki Kabul, helikopter militer Amerika Serikat CH-47 Chinook dan UH-60 Black Hawk dan helikopter Kementerian Luar NegeriCH-46 Sea Knight terlihat mendarat di kedutaan besar Amerika Serikat untuk melakukan evakuasi. Konvoi kendaraan sport utility vehicle (SUV) lapis baja berangkat dari kedutaan besar dan sebuah helikopter serang dilaporkan terlihat menyebarkan suar di daerah tersebut untuk mempertahankan diri dari kemungkinan baku tembak.[40] Bersama dengan pegawai kedutaan besar, 5.000 tentara Amerika Serikat dan beberapa tentara NATO tetap berada di Kabul.[43][44] Pemerintah Amerika Serikat kemudian mengizinkan pengerahan 1.000 pasukan tambahan dari Divisi Lintas Udara ke-82 ke bandar udara untuk memperkuat kehadiran pasukan di Kabul menjadi 6.000 pasukan untuk memfasilitasi evakuasi.[45]
Kepanikan menyebar di kalangan penduduk sipil saat Taliban mulai merebut ibu kota, dengan banyak warga bergegas ke rumah mereka atau ke bandar udara yang tetap berada di bawah kendali NATO setelah pemerintah Afganistan dibubarkan.[40][16][29] Situasi kacau berkembang saat ribuan warga sipil Afghanistan yang melarikan diri menyerbu bandar udara Kabul, dengan ratusan orang memadati landasan dalam upaya mengejar penerbangan ke luar kota; beberapa telah memanjat tembok perbatasan untuk memasuki landasan udara.[46] Tentara AS menerbangkan helikopter dengan rendah sebagai pengendalian massa, melempar granat asap, dan kadang-kadang menembakkan tembakan peringatan ke udara untuk membubarkan orang-orang yang mencoba menaiki pesawat dengan paksa.[47][48][49] Rekaman video memperlihatkan ratusan orang berlari di samping pesawat angkut C-17A militer Amerika Serikat yang bergerak meluncur di landasan dengan beberapa orang terlihat menempel di pesawat tepat di bawah sayap. Yang lain berlari sambil melambai dan berteriak.[50] Dua orang dilaporkan jatuh dari bawah pesawat segera setelah lepas landas dalam upaya untuk menumpangi pesawat. Mayat lain kemudian ditemukan di roda pendaratan C-17.[51] Salah satu korban di antaranya diidentifikasi sebagai Zaki Anwari, yang sempat menjadi pemain tim nasional sepak bola remaja Afganistan.[52] Tiga mayat termasuk seorang wanita juga ditemukan di lapangan luar dekat gedung terminal penumpang, tetapi penyebab kematian mereka tidak jelas, meskipun beberapa pengamat berspekulasi mereka mungkin meninggal karena terinjak-injak.[47][53] Tujuh orang akhirnya dipastikan tewas selama evakuasi bandar udara, termasuk dua pria bersenjata yang ditembak setelah mendekati Angkatan Laut Amerika Serikat, menurut Kementerian Pertahanan Amerika Serikat. Tentara Angkatan Laut tidak terluka dan orang-orangnya tidak diidentifikasi.[47][54]
Sekitar pukul 20.30 waktu Afganistan, muncul laporan bahwa kedutaan besar Amerika Serikat terbakar. Kedutaan besar mengeluarkan deklarasi yang menginstruksikan warga Amerika Serikat di daerah tersebut untuk berlindung di tempat.[55] Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengumumkan bahwa kedutaan besar akan dipindahkan ke bandar udara karena militer Amerika Serikat telah mengambil alih keamanan dan kendali lalu lintas udara di sana.[56][57] Saat ini, berbagai negara lain telah mengumumkan rencana untuk mengevakuasi kedutaan besar mereka, termasuk Spanyol, Jerman, Inggris, dan Belanda.[58][59] Pemerintah Jerman mengumumkan bahwa mereka mengirim pesawat A400M Atlas dengan kontingen pasukan terjun payung untuk evakuasi, dengan menambahkan mereka tidak akan meminta persetujuan parlemen yang diperlukan untuk operasi tersebut sampai misi selesai.[60] Pemerintah Italia dilaporkan telah memindahkan staf kedutaan besar serta keluarga dari 30 karyawan Afghanistan ke bandar udara Kabul di bawah garda Carabinieri untuk mempersiapkan evakuasi.[61] India dilaporkan telah menyiapkan pesawat angkut C-17 untuk mengevakuasi staf diplomatik India, tetapi telah mengantisipasi bahwa akan memakan waktu lebih lama bagi Taliban untuk merebut Kabul.[62] Albania mengatakan telah menerima permintaan Amerika Serikat untuk menjadi pusat transit bagi para pengungsi.[63]
Sebuah penerbangan oleh Emirates Airlines ke Kabul telah dialihkan dan kemudian kembali ke Dubai dan maskapai penerbangan Uni Emirat Arab Flydubai mengumumkan bahwa mereka akan menangguhkan penerbangan ke Kabul pada 16 Agustus.[64][65] Pada 16 Agustus, sebagian besar maskapai lain juga mengumumkan penangguhan penerbangan ke Kabul. Otoritas Penerbangan Sipil Afganistan mengumumkan bahwa mereka telah melepaskan wilayah udara Kabul kepada militer dan memperingatkan bahwa setiap transit melalui wilayah udara Kabul tidak akan terkendali.[66]
Pada 16 Agustus, Pentagon membenarkan bahwa kepala Komando Pusat Amerika Serikat, Jenderal Kenneth F. McKenzie Jr., telah bertemu dengan para pemimpin Taliban di Qatar untuk mengamankan kesepakatan. Taliban dilaporkan setuju untuk mengizinkan penerbangan evakuasi Amerika Serikat di Bandar Udara Kabul untuk dilanjutkan tanpa hambatan.[67] Pengangkutan udara internasional bagi para pengungsi telah dilanjutkan pada 17 Agustus setelah penghentian sementara untuk membersihkan landasan pacu dari warga sipil karena Pentagon membenarkan bahwa bandar udara tersebut terbuka untuk semua penerbangan militer dan penerbangan komersial terbatas. Pejabat Pentagon menambahkan bahwa upaya evakuasi diperkirakan akan dipercepat dan dijadwalkan akan berlanjut hingga 31 Agustus.[68][69]
Sebuah foto menampilkan 640 pengungsi yang diangkut ke dalam pesawat C-17 Amerika Serikat yang lepas landas dari Kabul dibagikan banyak pengguna di media sosial.[70][71] Surat kabar Prancis Le Monde menyatakan bahwa foto itu telah menjadi simbol pelarian dari Taliban.[72] Video lainnya yang viral pada 17 Agustus menampilkan seorang pria yang mencoba melarikan diri dari negara itu dengan merekam dirinya dan orang lain berpegangan pada pesawat militer C-17.[73]
Pada 18 Agustus, dilaporkan bahwa seorang penerjemah Afganistan yang pernah bekerja untuk militer Australia telah ditembak di kakinya oleh Taliban saat ia melintasi pos pemeriksaan menuju bandar udara.[74] Pada hari yang sama, dilaporkan lebih lanjut bahwa penerbangan evakuasi pertama oleh Australia telah meninggalkan bandar udara dengan hanya 26 orang di dalamnya, meskipun memiliki daya tampung lebih dari 120 orang.[75] Penerbangan evakuasi Jerman pertama sehari sebelumnya juga mengangkut sejumlah kecil pengungsi, lepas landas dengan hanya 7 penumpang.[76]
Pada 19 Agustus, Menteri Pertahanan Britania Raya Ben Wallace menyatakan bahwa penerbangan evakuasi tidak dapat membawa anak-anak tanpa pendamping setelah sejumlah video yang diposting ke media sosial menunjukkan keluarga yang putus asa berusaha meyakinkan tentara NATO untuk membawa anak-anak mereka ke tempat yang aman.[77] Pada hari yang sama, The Guardian melaporkan bahwa pemerintah Britania Raya telah memberitahu 125 penjaga Afganistan yang telah menjaga kedutaan besar Britania Raya di Kabul tidak akan ditawarkan suaka di Britania Raya.[78] Malam harinya, pemerintah Finlandia mengumumkan sedang bersiap mengirim pasukan ke bandar udara untuk membantu evakuasi sekitar 60 warga Finlandia masih terjebak di Kabul.[79] Surat kabar Prancis Libération memperoleh laporan rahasia Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menemukan bahwa Taliban memiliki daftar individu utama untuk ditangkap dan juga menyasar keluarga orang-orang yang pernah bekerja dengan pemerintah Afganistan dan NATO.[80]
Pada 21 Agustus, The Indian Express melaporkan Taliban telah menghalangi 72 orang Sikh dan Hindu Afghanistan untuk menaiki penerbangan evakuasi Angkatan Udara India.[81] Pagi hari di hari yang sama, Kim Sengupta dari The Independent melaporkan bahwa setidaknya empat wanita tewas terinjak-injak di jalan sempit menuju bandar udara.[82] Pada sore hari, pemerintah Amerika Serikat menperingatkan warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke bandar udara karena besarnya risiko.[83][84]
Pada 22 Agustus, Australian Broadcasting Corporation mengungkapkan bahwa pemerintah Australia telah menolak visa kepada lebih dari 100 warga Afganistan yang telah bekerja sebagai penjaga keamanan untuk kedutaan besar Australia.[85]
Dampak terhadap warga sipil
Beberapa penduduk setempat terutama wanita takut akan Taliban yang kembali berkuasa dan beberapa orang dilaporkan merasa dikhianati dan ditinggalkan oleh pemerintah Ashraf dan sekutu NATO.[86][87][88] Dilaporkan bahwa jalanan di Kabul macet dengan penduduk yang bergegas menuju bandar udara dengan beberapa warga di antaranya meninggalkan mobil mereka untuk berjalan kaki melewati lalu lintas.[89] Antrean panjang dilaporkan di luar bandar udara dan kedutaan besar asing, dengan penduduk menunggu berpanas-panasan dengan harapan bisa mendapatkan visa atau penerbangan ke luar negeri.[90] Penduduk yang bekerja dengan pemerintah dan organisasi internasional dilaporkan merusak kartu identitas mereka agar terhindar dari Taliban dan banyak dari mereka yang melarikan diri ke bandar udara tidak membawa barang-barang mereka.[91] Sebagian kecil penduduk merayakan pencapaian Taliban.[16] Mantan Walikota Maidan Shar Zarifa Ghafari yang sempat bekerja di Kementerian Pertahanan di Kabul mengatakan kepada media bahwa tidak ada yang membantunya atau keluarganya walau khawatir jika seandainya dirinya terbunuh. Ia juga menekankan tetap bersama keluarganya dan tidak tahu harus pergi ke mana.[92]
Dilaporkan bahwa penjualan burkak melonjak pada hari-hari menjelang kedatangan Taliban, dengan harga satu burkak melonjak dari 200 afgani menjadi 3000 afgani (kira-kira Rp35 ribu menjadi Rp522 ribu), dengan kekhawatiran Taliban akan memberlakukannya kembali sebagai kewajiban pada wanita dan akan menyasar wanita yang menolak.[93] Seorang wanita asal Kabul mengatakan kepada The Guardian bahwa mahasiswi telah dievakuasi dari asrama universitas mereka sebelum Taliban dapat menjangkau mereka dan wanita yang lulus dari universitas di seluruh kota menyembunyikan ijazah mereka.[94] Mantan kapten tim nasional sepak bola wanita AfganistanKhalida Popal meminta para pemain tim nasional wanita membakar seragam mereka untuk menghindari pembalasan.[95] Toko-toko di Kabul diketahui mulai mengecat dan menghilangkan iklan yang menampilkan wanita serta poster publik yang menampilkan wanita dirusak.[96][97]
Penduduk juga melaporkan lonjakan harga pangan yang tinggi.[16] Dilaporkan bahwa sejumlah besar pedagang di Kabul berusaha melikuidasi saham mereka dengan harapan mengumpulkan cukup uang untuk melarikan diri dari negara itu.[98] Kekhawatiran tentang ribuan pengungsi yang melarikan diri dari pasukan Taliban di wilayah Afganistan lain dan kini terjebak di Kabul juga telah dikemukakan.[99]
Pada malam 15 Agustus, Museum Nasional Afghanistan mengunggah pernyataan di Facebook yang menyatakan keprihatinan tentang keamanan artefak museum dan barang-barang untuk karyawan museum.[100][101] Tim kesehatan keliling Organisasi Kesehatan Dunia menangguhkan kegiatannya di Kabul karena masalah keamanan dan pengiriman pasokan medis melalui bandar udara terdampak signifikan.[102]
Pada 16 Agustus, sebagian besar jalanan kota dilaporkan sepi, kecuali jalanan menuju bandar udara, dengan kegiatan bisnis tidak beroperasi dan tiada petugas di pos pemeriksaan keamanan ANA. Bagaimanapun, Pasukan Taliban terlihat memamerkan bendera dan senjata mereka serta mengambil swafoto di markah tanah Kabul.[103] Pasukan Taliban juga terlihat mengetuk setiap pintu untuk mencari pekerja pemerintah Afganistan dan aktivis hak asasi manusia.[104] Pada hari-hari setelah kejatuhan Kabul, beberapa penduduk melaporkan bahwa Taliban telah memberlakukan kembali larangan perempuan meninggalkan rumah mereka tanpa wali laki-laki dan bahwa banyak bisnis di kota yang dijalankan oleh perempuan ditiadakan.[105] Stasiun televisi lokal mulai menyensor siaran asing dan hiburan, sementara lembaga penyiaran milik negara berhenti menyiarkan hampir semua kecuali pernyataan Taliban dan khutbah Islam.[106] Taliban juga mulai memecat wartawan perempuan dari pekerjaannya.[[107]
Mantan Presiden Afganistan Hamid Karzai mendesak transisi kekuasaan yang damai secara terbuka dan berjanji akan tetap di Kabul bersama anak-anak perempuannya.[108]
Amerika Serikat, Jerman, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kanada, India, dan Swedia telah mengevakuasi kedutaan besar mereka. Rusia, Pakistan dan Tiongkok tidak berniat untuk menutup kedutaan besar mereka.[109] Beberapa negara termasuk Swedia, Jerman, dan Finlandia mengumumkan bahwa mereka akan menangguhkan bantuan pembangunan ke Afghanistan.[110] Negara-negara lain termasuk mereka yang tidak menjalin hubungan diplomatik di Afganistan telah memulai atau mempercepat upaya repatriasi bagi warganya di negara itu.[111][112]
Menurut media Suriah North Press, media Rojava, moral kelompok jihadis dan ekstremis di wilayah seperti Suriah dan Irak, termasuk Tahrir al-Sham, telah meningkat secara dramatis setelah kejatuhan Kabul.[113] Direktur penelitian Soufan Center Colin Clarke menyatakan bahwa dia memperkirakan kuatnya gelombang propaganda dari kelompok-kelompok jihadis, terutama dengan peringatan 20 tahun serangan 11 September.[114][115] Pengambilalihan Kabul oleh Taliban juga disambut oleh kelompok kanan jauh di Amerika Utara dan Eropa.[116]
Mikhail Gorbachev, pemimpin Uni Soviet yang telah mengawasi penarikan Uni Soviet dari Afganistan pada tahun 1988, berargumen bahwa NATO dan Amerika Serikat semestinya mengakui kegagalan lebih awal dan bahwa kampanye NATO di Afghanistan gagal sejak awal yang didasarkan pada ancaman yang dilebih-lebihkan dan gagasan-gagasan geopolitik yang tidak diartikan dengan baik.[117] Peraih Nobel Malala Yousafzai, yang selamat dari upaya pembunuhan Taliban di Pakistan pada 2012, menyatakan bahwa dia sangat terkejut dan sangat khawatir tentang perempuan, minoritas, dan pembela hak asasi manusia.[118] Penulis Afganistan Khaled Hosseini juga menyatakan keprihatinannya atas masa depan hak-hak perempuan di Afghanistan dan menyatakan harapannya bahwa Taliban tidak akan kembali ke kekerasan dan kekejaman seperti yang terjadi pada dasawarsa 1990-an.[119][120]Human Rights Watch menyatakan organisasi itu bersama perempuan Afghanistan dalam perjuangan mereka dan berupaya menemukan alat untuk menekan Taliban dan kemauan politik untuk melakukannya.[121]Amnesty International menyatakan bahwa situasinya adalah tragedi yang seharusnya dapat diramalkan dan dihindari dan menyerukan kepada pemerintah untuk mengambil setiap tindakan yang diperlukan untuk memastikan jalan keluar yang aman dari Afghanistan bagi semua orang yang berisiko menjadi sasaran Taliban.[122]
Analisis
Beberapa pengamat politik dan tokoh masyarakat menggambarkan kejatuhan Kabul dan Republik Islam Afganistan sebagai bencana yang signifikan dan kegagalan bagi NATO. Politikus Jerman Armin Laschet, Presiden Menteri Nordrhein-Westfalen dan penerus Angela Merkel sebagai pemimpin CDU/CSU, menyatakan bahwa itu adalah bencana terbesar yang dialami NATO sejak pembentukannya dan ini adalah perubahan zaman yang harus dihadapi. Ketua Komite Pemilihan Urusan Luar Negeri Parlemen Britania Raya Tom Tugendhat menyatakan bahwa pembubaran pemerintah itu adalah bencana kebijakan tunggal terbesar sejak Krisis Suez.[123] Wartawan Nick Turse berargumen bahwa tanpa evaluasi ulang yang sebenarnya kali ini, Amerika Serikat berisiko jatuh ke dalam pola usang yang mungkin membuat bencana militer di Asia Tenggara dan Asia Barat Daya terlihat sangat kecil.[124]
Namun, beberapa tokoh menolak klaim kegagalan ini. Berbicara di Dewan Rakyat pada 18 Agustus, Perdana Menteri Britania Raya Boris Johnson berpendapat bahwa Britania Raya telah bergabung dalam sebuah misi untuk membasmi al-Qaeda di negara itu dan untuk melakukan apa pun yang bisa untuk menstabilkan Afganistan, terlepas dari semua kesulitan dan tantangan yang dihadapi dan berhasil dalam misi inti itu, menambahkan tidak benar bila pemerintah Inggris tidak siap atau tidak memperkirakan hal ini.[125]
Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump menggambarkan eksekusi penarikan pasukan sebagai penghinaan terbesar dalam sejarah negaranya dan menyatakan bahwa Taliban akan terlebih dahulu mengalahkan Amerika Serikat, kemudian kolaborator Afganistan mereka, semua peralatan canggih Angkatan Darat Afghanistan yang disumbangkan oleh tentara Amerika Serikat dan akhirnya militer, semua ini dengan syarat bahwa Taliban mematuhi Perjanjian Doha.[126][127] Donald juga menentang kebijakan intervensionis negaranya dengan menggambarkannya sebagai keputusan mengerikan untuk melakukan campur tangan di Timur Tengah dan tidak memperbaiki situasi dalam 20 tahun terakhir.[128]
Penyebab
Pembubaran pemerintah dan pasukan keamanan Afganistan
Penilaian Komunitas Intelijen Amerika Serikat awalnya menyimpulkan Kabul akan jatuh dalam beberapa bulan atau minggu setelah penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afganistan meskipun situasi keamanan dengan cepat memburuk, sehingga pada 16 Agustus Presiden Joe Biden mengakui bahwa kejatuhan Kabul lebih cepat daripada yang diperkirakan.[129][130]
Beberapa pejabat Afganistan menyalahkan pembubaran pemerintahan Ashraf.[131][132] Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Afganistan Abdullah Abdullah mengecam pelarian Ashraf dari negara itu dengan menyatakan bahwa Ashraf meninggalkan Afganistan dalam situasi yang sulit. Jenderal Bismillah Khan Mohammadi, mantan kepala staf ANA dan Menteri Pertahanan Sementara, mencuit mengutuk Ashraf.[133] Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyatakan bahwa pada akhirnya, Kepemimpinan politik Afghanistan gagal melawan Taliban.[134]
Bubarnya Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan (ANSF) yang akan segera terjadi dan ketidakmampuan mereka untuk menahan serangan Taliban juga menjadi fokus perhatian. Dikatakan bahwa meskipun Amerika Serikat menginvestasikan lebih dari $85 miliar untuk melatih dan melengkapi pasukan keamanan Afghanistan sejak tahun 2001, pasukan Afghanistan telah terbukti sangat tidak kompeten, tidak memadai dan kurang terlatih untuk melawan pemberontakan yang membayangi.[135]
Laporan dari Inspektur Jenderal Khusus Rekonstruksi Afganistan Amerika Serikat yang diterbitkan pada 17 Agustus menemukan bahwa Amerika Serikat telah berjuang untuk mengembangkan dan menerapkan strategi yang koheren untuk perang dan bahwa jika tujuannya adalah untuk membangun kembali dan meninggalkan negara yang dapat menopang dirinya sendiri dan menimbulkan sedikit ancaman bagi kepentingan keamanan nasional AS, gambaran keseluruhannya suram. Laporan tersebut juga menemukan bahwa AS memprioritaskan kepentingan politik internal daripada kepentingan Afghanistan, bahwa AS telah menunjukkan ketidaktahuan akan konteks lokal, dan telah menyia-nyiakan miliaran dolar untuk proyek-proyek yang tidak berkelanjutan dan birokratis.[136]
David E. Sanger, koresponden New York Times correspondent, menganalisis keputusan untuk meninggalkan Afghanistan oleh Joe Biden dan akibatnya kejatuhan Kabul, sebagai akibat dari empat anggapan dasar, atau salah perhitungan. Ia menyebutkan bahwa ada cukup waktu sebelum pemerintah Afganistan bubar untuk menarik AS, bahwa pasukan Afghanistan memiliki "dorongan yang sama" untuk menang seperti yang dilakukan Taliban, bahwa ada "sistem yang direncanakan dengan baik untuk mengevakuasi kedutaan" dan warga Afghanistan yang telah membantu AS dan keluarga mereka, dan bahwa jika Taliban berhasil sampai ke Kabul, maka akan terjadi "perang saudara berdarah blok-demi-blok" yang terjadi di jalan-jalannya.[137]
Perbandingan
Mesir 1956
Dalam artikel di The Conversation, William Maley, seorang emeritus di Universitas Nasional Australia, membandingkan kejatuhan Kabul dengan Krisis Suez tahun 1956, menyatakan bahwa Biden telah "mengecewakan rakyat Afghanistan dan menodai kredibilitas Amerika di dunia", menyebut Amerika Serikat sebagai "kekuatan yang memudar secara internasional". Menurut Maley, runtuhnya Republik Islam Afghanistan disebabkan oleh kurangnya pengalaman Biden di bidang kebijakan luar negeri, kurangnya pemahaman Barat tentang masyarakat Afghanistan, dan legitimasi yang diterima Taliban dengan kepemimpinan Trump melalui Perjanjian Doha. Dia menyimpulkan dengan mengutip mantan Perdana Menteri Inggris David Lloyd George, lewat pernyataannya pada tahun 1940, "surat promes kami sekarang menjadi sampah di pasar," menyatakan ini merupakan akibat dari kegagalannya di Afghanistan, Pemerintahan Biden dengan cepat menuju ke arah yang sama.[138]
Kuba 1961
Alih-alih Saigon, mantan Menteri Pertahanan Amerika Leon Panetta membandingkan jatuhnya Kabul dengan Invasi Teluk Babi di Kuba yang gagal pada tahun 1961, mengatakan bahwa "Presiden Kennedy mengambil tanggung jawab atas apa yang terjadi. Saya sangat merekomendasikan kepada Presiden Biden agar dia bertanggung jawab ... mengakui kesalahan yang telah dibuat."[139]
Wartawan berpendapat bahwa komentar Biden tidak menua dengan baik, karena staf kedutaan membakar dokumen dan "helikopter digambarkan melayang di atas kompleks, mengantar diplomat ke bandara" kurang dari sebulan kemudian.[4]Laksamana MudaLarry Chambers, yang telah memberikan perintah untuk mendorong helikopter dari USS Midway selama Operasi Frequent Wind agar memberi jalan bagi lebih banyak pesawat pengungsi dari Saigon untuk mendarat, menyatakan bahwa "apa yang terjadi sekarang lebih buruk dari apa yang terjadi di Vietnam", dia menjelaskan "[Di Vietnam] kami mencoba mengeluarkan sebanyak mungkin orang yang bekerja sama dengan kami... Di Afghanistan, kami mengabaikan orang-orang yang mendukung kami selama kami berada di sana."[147]
Pada hari Taliban memasuki Kabul, menteri luar negeri Blinken menolak perbandingan dengan Saigon, dengan menyatakan dalam wawancara This Week bahwa "ini jelas bukan Saigon. Kami pergi ke Afghanistan 20 tahun yang lalu dengan satu misi dalam pikiran kami, yaitu berurusan dengan orang-orang yang menyerang kami pada 9/11, dan misi itu telah berhasil."[148]
Irak 2014
Ibrahim al-Marashi dari Universitas California membandingkannya dengan serangan Irak Utara 2014, di mana Daesh menyerbu sebagian besar Irak dan memproklamasikan kekhalifahan, dengan alasan bahwa keruntuhan itu disebabkan oleh pengenaan "doktrin militer Amerika yang kaku dan hierarkis" pada militer Afghanistan dan Irak, bahwa Taliban dan Daesh adalah kelompok bersenjata yang lebih kohesif, dan pemerintah Afghanistan serta Irak yang didukung NATO telah "membiarkan jaringan patronase juga korupsi berakar".[149] Pemerintah dan tentara Irak sama-sama diganggu oleh korupsi struktural dan jumlah tentara hantu yang tidak diketahui jumlahnya.
Media pemerintah di China membandingkan situasi di Afghanistan dengan Hubungan Amerika Serikat dengan Taiwan. Dia mempertanyakan komitmen Amerika untuk membela Taiwan jika China memutuskan untuk mengambil kendali Taiwan, yang diklaim sebagai provinsinya, dengan paksa.[155]
Peristiwa selanjutnya
Pada 17 Agustus, Taliban mengadakan konferensi pers resmi pertama mereka di Kabul, dengan juru bicara Zabihullah Mujahid menyatakan bahwa Taliban ingi memastikan masyarakat internasional termasuk Amerika Serikat bahwa tidak ada yang akan dirugikan di Afghanistan dan bahwa setelah konsultasi yang akan segera selesai, pembentukan pemerintahan Islam yang kuat dan inklusif akan terjadi.[156] Pada 21 Agustus, pemimpin politik Taliban Abdul Ghani Baradar tiba di Kabul untuk pertama kalinya in over a decade as the Taliban began internal negotiations on how to govern the country.[157]
Pada malam 18 Agustus, Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab mengumumkan mereka telah menyambut Ashraf ke negara mereka atas dasar kemanusiaan.[158]
Pada hari-hari setelah peristiwa ini, badan-badan pemerintah Amerika mulai menghapus artikel dan gambar publik yang menampilkan warga sipil Afganistan dari situs web mereka karena takut pemerintahan Taliban mungkin menggunakan situs web tersebut untuk mengidentifikasi dan menargetkan warga sipil untuk pembalasan.[159] Pemerintah Amerika Serikat juga mengumumkan bahwa mereka akan membekukan aset senilai $9,5 miliar milik bank sentral Afganistan Da Afghanistan Bank untuk mencegah Taliban menggunakan dana tersebut.[160]
Beberapa perusahaan media sosial termasuk Facebook dan YouTube mengumumkan mereka akan tetap melarang konten Taliban dari platform mereka.[161][162] Facebook juga menerapkan fitur yang memungkinkan warga Afganistan mengunci akun mereka untuk mencegah Taliban mengetahui informasi mereka.[163] Taliban telah mengecam larangan tersebut dengan alasan bahwa itu melanggar hak mereka untuk kebebasan berbicara.[164] Lonjakan pembuatan akun baru yang mendukung Taliban dilaporkan di Twitter yang merupakan salah satu dari sedikit perusahaan media sosial yang tidak melarang grup tersebut beberapa hari setelah kejatuhan Kabul.[165]
Pengungsi
Beberapa pengamat mengantisipasi lonjakan pengungsi yang melarikan diri dari Afganistan setelah kejatuhan Kabul, di sisi lain beberapa negara mengumumkan rencana pada hari-hari setelah kejatuhan Kabul untuk menerima pengungsi.[166][167] Lebih dari 300 ribu warga sipil Afganistan yang bekerja untuk Amerika Serikat berada dalam risiko pembalasan Taliban.[168] Pada 17 Agustus, pemerintah Inggris mengumumkan bahwa mereka akan membentuk skema pemukiman kembali untuk 20 ribu pengungsi Afganistan, memprioritaskan perempuan, anak-anak, dan minoritas.[169] Pada 19 Agustus, pemerintah Finlandia mengumumkan rencana untuk menggandakan kuota pengungsinya untuk menerima lebih banyak dari Afganistan.[170] Filipina juga menyatakan keterbukaan untuk menerima pengungsi dari Afganistan.[171] Presiden Parlemen EropaDavid Sassoli meminta negara-negara Uni Eropa untuk menerima bagian pengungsi mereka secara adil, dengan menyatakan bahwa Uni Eropa harus menunjukkan kepeduliannya terhadap penghormatan terhadap etika.[172]
Namun, beberapa pemerintah mulai menunjukkan sikap bermusuhan terhadap pengungsi.[173][174][175] Dalam konferensi pers, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa Prancis perlu mengantisipasi dan melindungi diri dari gelombang migran.[176][177] Pemerintah Austria mengumumkan bahwa mereka tidak akan menangguhkan deportasi ke Afghanistan, tidak seperti beberapa negara Uni Eropa lainnya.[178] Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton dalam sebuah wawancara acara televisi menganggap bahwa mengizinkan warga sipil Afganistan yang telah bekerja dengan pemerintah Australia untuk mengklaim suaka di Australia dapat menimbulkan risiko keamanan dan menekankan Australia belum mengetahui latar belakang imigran dengan cukup baik.[179] Pemerintah Uzbekistan telah memperingatkan bahwa mereka akan menekan keras segala upaya untuk melintasi perbatasan negara itu secara ilegal. Namun, bandar udara di Tashkent dibuka untuk para pengungsi yang akan segera dialihkan ke penerbangan menuju Berlin sebagai bagian dari perjanjian dengan Jerman.[180]
Pada 19 Agustus, 125 penjaga kedutaan besar Britania Raya di Kabul telah diberitahu melalui telepon bahwa mereka tidak lagi memiliki pekerjaan dan tidak memenuhi syarat untuk perlindungan Inggris karena dipekerjakan melalui kontraktor, GardaWorld, tidak seperti penjaga di kedutaan besar Amerika Serikat yang dievakuasi.[181]
Pemerintah Cile telah menerima sekitar sepuluh keluarga pengungsi.[182]
Dengan jatuhnya Kabul, mantan anggota Aliansi Utara dan pasukan anti-Taliban lainnya yang berpangkalan di Panjshir yang dipimpin oleh Ahmad Massoud dan mantan Wakil Presiden Amrullah Saleh menjadi perlawanan terorganisasi utama terhadap Taliban di Afghanistan.[183][184][185] Kedutaan besar Afghanistan di Tajikistan mengganti foto Presiden Ashraf dengan foto mantan Wakil Presiden Amrullah dan mengajukan permintaan kepada Interpol agar surat perintah penangkapan yang dikeluarkan untuk Ashraf bersama dengan penasihat utamanya Fazel Mahmood dan Penasihat Keamanan Nasional Hamdullah Mohib atas tuduhan mencuri dari perbendaharaan Afghanistan.[186]
Pada 17 Agustus, unjuk rasa kecil diadakan oleh beberapa wanita di Kabul yang menuntut persamaan hak bagi perempuan, sehingga menjadikannya unjuk rasa wanita pertama terhadap pemerintahan baru yang dilaporkan.[187]
Pada 18 Agustus, unjuk rasa yang lebih besar yang juga diikuti pria diadakan tiga kota di timur Afganistan yang didominasi orang Pashtun, yaitu Jalalabad, Khost, dan Asadabad, dengan pengunjuk rasa mengibarkan bendera Republik Islam Afganistan dan menurunkan bendera Taliban.[188][189][190] Di Jalalabad, Taliban melepaskan tembakan sehingga menewaskan tiga orang dan melukai lebih dari belasan orang.[191] Pada 19 Agustus, unjuk rasa diselenggarakan di beberapa wilayah di Kabul, termasuk unjuk rasa besar di dekat Bandar Udara Kabul ketika mobil dan orang-orang mengibarkan bendera Republik Islam Afganistan, dan unjuk rasa lainnya yang dihadiri lebih dari 200 orang di dekat istana presiden di Kabul sebelum dibubarkan dengan kekerasan oleh Taliban.[192][193][194] Unjuk rasa juga berlanjut di Khost dan Asadabad, dengan Taliban menggunakan kekerasan untuk membubarkan unjuk rasa di kedua kota tersebut. Di Asadabad, unjuk rasa dilaporkan bertambah hingga ratusan orang.[191]
^Glinski, Stefanie (24 September 2020). "Feeling Abandoned by Kabul, Many Rural Afghans Flock to Join the Taliban". Foreign Policy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 December 2020. Diakses tanggal 9 August 2021. In May, a retired Afghan general in the country’s western Farah province defected to the Taliban—as have army soldiers over the past years.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abTanzeem, Ayesha; Gul, Ayaz (15 August 2021). "Reports: Taliban Enter Kabul". VOA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 August 2021. Diakses tanggal 15 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"اشرف غنی مستعفی، افغانستان سے فرار". Hum News – ہم نیوز (dalam bahasa Urdu). 15 August 2021. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 August 2021. Diakses tanggal 15 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Ward, Alexander; McLeary, Paul; Seligman, Lara (15 August 2021). "Taliban seize power amid chaos in Kabul". Politico. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 August 2021. Diakses tanggal 15 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Turse, Nick (15 August 2021). "The Fall of Kabul". The Intercept. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 August 2021. Diakses tanggal 15 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)