Kebijakan asimilasi RyukyuKebijakan asimilasi Ryukyu adalah serangkaian praktik yang menargetkan orang Ryukyu dengan maksud meleburkan mereka ke dalam budaya dan identitas Jepang yang dimulai sesaat sebelum Penghapusan Ryukyu pada tahun 1879 dan berlanjut hingga saat ini. Latar belakangPada tahun 1879, Kekaisaran Jepang menghapuskan Domain Ryukyu, mengasingkan rajanya ke Tokyo. Prefektur Okinawa didirikan dari wilayah yang baru saja didapat tersebut. Kepulauan Amami sudah menjadi bagian dari Jepang setelah Invasi Ryukyu oleh Satsuma, dan dibuat menjadi bagian dari Prefektur Kagoshima pasca runtuhnya Domain Satsuma. SejarahBertahun-tahun pasca pencaplokan, Jepang mulai menerapkan berbagai kebijakan asimilasi di Kepulauan Ryukyu.[1][2][3] Contoh terkenal adalah kartu dialek (方言札, hōgen fuda), yang dibagikan kepada murid-murid yang berbicara bahasa Ryukyu di sekolah.[4][5] Hukuman bagi pemilik kartu seringkali hukuman fisik. Orang Jepang dari daratan utama juga memandang budaya Ryukyu "rendahan", sehingga proses asimilasi bergerak semakin cepat.[6] Fenomena serupa juga terjadi di komunitas diaspora, salah satunya di Hawaii,[7] di mana orang asli Okinawa seringkali dicap negatif oleh imigran Nikkei lainnya.[8] Diskriminasi meningkat semasa Perang Dunia II, di mana banyak orang Okinawa dibunuh karena berbicara bahasa Okinawa karena dicurigai sebagai mata-mata.[9] Lihat jugaReferensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia