Kalumpang adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Indonesia. Kecamatan Kalumpang memiliki luas wilayah 1.792,55 km² dengan populasi di tahun 2020 berjumlah 12.175 jiwa, dan kepadatan 6,79 jiwa/km².[1] Kecamatan ini terletak sekitar 139 km dari pusat kota Mamuju, berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja, dan merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Mamuju.[2]
Di kecamatan ini terdapat salah satu peninggalan bangsa Austronesia tertua di Nusantara.[3]
Sejarah
Peninggalan bangsa Austronesia yang bermigrasi dari Taiwan pada 5.000 SM diketahui sudah ada di Kalumpang, di Situs Bukit Kamasi dan Situs Minanga Sipakko.[3] Peninggalan tembikar yang ada di kedua situs yang biasa dikenal satu sebagai Situs Kalumpang tersebut diperkirakan berumur 3.800 tahun.[4] Teknologi dan corak tembikar yang digunakan mirip dengan budaya hias Sa Huynh-Kalanay yang identik dengan bangsa Austronesia.[5] Situs Austronesia ini adalah yang tertua dan terkaya di Nusantara.[4]
Budaya
Tari
Tari Sayo adalah tari khas kecamatan Kalumpang yang sering ditampilkan pada upacara adat dan keagamaan seperti thabisan (kedatangan penghuni rumah baru), upacara penyambutan, dan kematian. Secara tradisional, tari ini hanya dapat dibawakan oleh keturunan bangsawan (Tomakaka') atau pemangku adat (Tobara'). Kata sayo sendiri berarti "tari". Penarinya disebut sebagai pa sayo'.
Dibagi melalui fungsinya, tari Sayo terbagi menjadi tiga jenis:
Sayo Mabua (membuat seluruh keluarga menari)
Sayo Makkendek (tarian panen)
Sayo Panggae (tarian pertarungan)
Dalam sekali pertunjukan, jumlah penarinya ada 4 hingga 12 orang yang semuanya perempuan berumur 15-39 tahun. Busananya khusus, antara lain baju bei, kundai pamiring (semacam rok), seke' pandan (selendang), sokko' (topi), gelang dan anting, dan kain Sekomandi. Musik pengiring tarian ini umumnya hanya digunakan satu set alat tabuh yang terdiri dari lima gong besar dan kecil.[6]
Kain
Terdapat sebuah kain tenun khas Kalumpang, yaitu kain tenun Sekomandi. Kapas untuk kain ini secara khusus dibuat di desa Karataun dan ditenun di desa Bambu.[7]
Baju Adat
Baju adat Suku Kalumpang adalah "Bei", yang memiliki motif dan warna yang unik dengan berbahan dasar kain yang diberi manik-manik dari kerang kecil.
Hukum adat
Secara tradisional, desa-desa yang terletak di kecamatan Kalumpang disebut dengan lembang dan pemimpin desa disebut Tobara'. Tobara' memimpin penegakan hukum adat (seda) di berbagai lembang yang ada di Kalumpang, disertai dengan tetua desa yang terdiri dari pimpinan gereja dan tokoh masyarakat, serta pemerintah sebagai penjaga jalannya sidang adat. Orang Kalumpang percaya bahwa pelanggaran norma berarti mencemari tondok (lingkungan), dan dapat memengaruhi tanaman. Setelah sidang adat selesai dan sang Tobara' melakukan upacara masseroi tondok (pembersihan kampung) dengan cara penyembelihan ternak, beliau akan menyerahkan yang bersangkutan kepada polisi untuk diproses. Antara lain yang menjadi masalah adat adalah penyebaran fitnah, perkataan kotor, zinah, dan berkumpul dengan lawan jenis pada jam tengah malam.[8]
Data usia kerja penduduk memiliki beragam macam atau jenis pekerjaan. Data tahun 2020 mencatat bahwa pada umumnya penduduk bekerja sebagai petani, dan sebagian merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), guru, kemudian pensiunan, TNI/Polisi, buruh dan pekerjaan lainnya.[1]
^"Kabupaten Mamuju Dalam Angka 2020"(pdf). www.mamujukab.bps.go.id. hlm. 113.Parameter |acessdate= yang tidak diketahui mengabaikan (|tanggal-akses= yang disarankan) (bantuan)