Untuk tempat lain yang bernama sama, lihat
suku Kalang.
Kalang adalah sebuah nama desa di wilayah Kecamatan Sidorejo, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.
Sebelum tahun 2009, Kalang termasuk Kecamatan Magetan yang memiliki 5 Dusun. Saat ini desa ini dipimpin oleh kepala desa bernama Suwardi.
Sekilas Kalang Lawu Dan Sejarah
Desa ini di huni oleh penduduk yang disebut Wong Kalang Lawu yang terkenal mistis dan ahli membuat kerajinan barang, di sebut wong kalang lawu karena tinggal dekat gunung Lawu. Wong kalang lawu dahulunya dikenal sebagai pembuat kapal perahu meski galangan kapal jauh dari laut dan apabila sudah jadi dikirim ke laut dengan cara di terbangkan ke langit dalam posisi terbalik. Kapal terbesar yang pernah dibuat Wong Kalang Lawu adalah Kapal Jong jawa rakasasa untuk kerajaan Majapahit dengan berat lebih 1.000 ton yang kemudian di rampas oleh kesultanan Demak Bintoro hingga dipergunakan sebagai armada Demak Bintoro menyerbu Portugis di Malaka bersama kesultanan Pelembang dan Melayu pada tahun 1513.[1]
Bukan hanya kapal yang dibuat oleh wong kalang lawu, tetapi juga membuat candi hingga berbagai senjata dan peralatan rumah tangga dalam skala besar serta pengumpul kayu, batu, pasir, emas juga dalam jumlah banyak.
Kekuatan Wong Kalang Lawu pernah digunakan kerajaan Majapahit untuk melakukan penyerbuan ke berbagai pulau Luar Jawa seperti Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera yang dibawahi Bre Wengker, sehingga sebagian Wong kalang Lawu ini menempati daerah di pulau tersebut untuk menjaga kondisi situasi dibawah Majapahit.[2] Sejarah mencatat bahwa Wong Kalang Lawu pernah menyelamatkan Raja Brawijaya V beserta pasukan Ponorogo yang pro raja saat dikejar pasukan Kediri dan Ponorogo yang kontra raja ketika hendak menuju ke sebuah candi di gunung Lawu, Kemudian Raja Brawijaya V di dampingi oleh Wong Kalang yang bernama Dipo Menggolo dan Wongso Menggolo dengan selamat.[3]
Selain itu juga pernah digunakan oleh pihak Belanda untuk menyatukan kadipaten Magetan dan kadipaten Ponorogo yang kala itu di kedua kadipaten ini masih terpecah beberapa bagian dan penduduknya gemar melakukan perang antar kelompok. Bahkan pihak Belanda sendiri menaruh rasa takut dan hormat kepada wong Kalang lawu ini dengan tidak memaksa desa ini untuk menyetorkan hasil pertanian maupun ke peternakan ke Belanda, setelah menir Belanda berusaha meminta paksa ayam milik seorang nenek wong kalang lawu, tetapi si nenek ini mencekik ayam yang hendak diminta dan dilemparkan ke tanah, sontak saja menir belanda bertingkah seperti ayam yang kesakitan pada lehernya hingga tewas di tempat.
Setelah Kemerdekaan Wong Kalang Lawu digunakan oleh Pemerintah Indonesia sebagai pekerja Babat Alas untuk membangun beberapa bendungan dan waduk, karena sering terjadinya pekerja yang melibatkan dengan penduduk setempat mengalami sakit. Selain itu pekerjaan Wong Kalang Lawu di bidang agraris pertanian, tukang bangunan, pengrajin anyaman bambu dan pandan, pencari emas dan yang berhubungan dengan hal gaib seperti dukun.
Saat era Gestapu tahun 1965 warga Kalang dilanda kebingungan, PKI marah dan mendatangi desa Kalang untuk diserang karena tidak Pro PKI, disisi lain Laskar NU juga menuding warga desa Kalang sebagai simpatisan PKI karena tidak beragama Islam, hal ini membuat Kepala desa kalang saat itu mengerahkan warganya ke tepi jalan raya dengan menggenggam pasir dan batu dari sungai tiap orang, dilemparkanlah pasir dan batu oleh semua warga ke simpatisan PKI hingga membuat semua simpatisan PKI terluka hingga sekarat, anehnya tidak ada batu dan pasir yang meleset. Kemudian Laskar NU juga mengalami nasib yang sama beberapa hari kemudian karena mendapatkan lemparan pasir dan batu.
Hal-hal mistis seperti upacara sakral masih kerap dilakukan meskipun dalam sensus penduduk warga desa Kalang ini seratus persen Islam. Praktek dukun dari pesugihan kandang bubrah, kesaktian, pengendali alam hingga teluh masih ada sehingga menarik perhatian banyak pengunjung dari berbagai kota untuk datang ke desa Kalang.
Peninggalan Bersejarah
Di desa kalang banyak terdapat banyak peninggalan sejarah berupa arca yang digunakan oleh warga sebagai peribadatan spiritual, terutama di dusun Bungkal yang dikenal sebagai warga Kalang sepuh di Desa Kalang yang kemudian keturunanannya mendiami daerah disekitar bungkal seperti dusun Kalang, Mojo, Babadan, Randu dan Kacangan.
Arca-arca pada desa Kalang telah tercatat dalam peninggalan bersejarah pada dinas pendidikan Kab. Magetan, meski keberadaan arca saat ini kurang mendapatkan perawatan.
Tradisi Seni dan Budaya
Di desa Kalang masyarakatnya gemar akan seni dan budaya seperti Gambyong, Campursari, Ketoprak, Kucingan dan Reog Ponorogo, sangat mudah ditemukan gambyongan ketika seseorang sedang melaksanakan hajat. Reog Ponorogo juga menjadi idola di Desa Kalang, Dahulu di tiap dusun terdapat Grup Reog. kesenian Reog diperkenalkan oleh orang-orang Ponorogo yang masih pro dengan Raja Brawijaya V kepada Orang Kalang setelah menghadapi serangan dari pasukan Ponorogo dan kediri yang kontra kepada raja, kisah ini kemudian dikenal dengan perang Warok Lawu dengan Warok Wilis.
Produk tradisional kerajinan anyaman bambu dengan aneka bentuk merupakan hasil karya unggulan Desa Kalang yang merupakan penghasil kerajinan anyaman bambu terbesar di Magetan hingga saat ini, Dikenal dengan anyaman Jenggo dengan pewarnaan pada setiap anyamannya.
- ^ "Legenda Desa Kalang". Magetan Online.
- ^ Diyanto, Kamran (1986). Wong Kalang. surabaya: Karya Sastra.
- ^ "gunung lawu tempat bersemayamnya raja terakhir majapahit". kabare. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-20. Diakses tanggal 2021-03-25.