Kabawetan, Kepahiang
Kabawetan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kepahiang, Bengkulu, Indonesia.[5] Kecamatan ini berakar dari desa-desa transmigrasi penduduk pendatang pada tanah Marga Merigi dan Bermani Ilir, dan memiliki Kebun teh Kabawetan perkebunan teh yang luas sebagai ikon pariwisata kecamatan dan kabupaten.[6] EtimologiNama Kabawetan merujuk pada posisi wilayahnya yang terletak di lereng Bukit Kaba sebelah timur (wetan dalam bahasa Jawa[7]).[8] SejarahKabawetan sebagai kecamatan yang dikenal sekarang diresmikan dengan landasan hukum berupa Peraturan Daerah Kabupaten Kepahiang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Kecamatan Seberang Musi, Kecamatan Kabawetan, Kecamatan Muara Kemumu, dan Kecamatan Merigi.[9] Sebelumnya wilayah ini adalah bagian dari Kecamatan Kepahiang, Kabupaten Rejang Lebong. Daerah yang menjadi Kabawetan awalnya merupakan tanah milik Marga Merigi dan Bermani Ilir, yang secara bertahap dibuka untuk perkebunan secara besar-besaran melalui masuknya onderneming ke wilayah Kepahiang pada 1908.[10] Kabawetan menjadi pusat usaha perkebunan, khususnya teh dan kopi oleh N.V Land Bovus Maatschaapy yang pada 1925 dan kolonisasi melalui tranmisgrasi kuli kontrak dari Pulau Jawa yang datang antara 1909-1918 dan 1930-1940.[10] Pada Perang Dunia II, perkebunan-perkebunan Belanda mulai terbekalai, hingga akhirnya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia pada 1950. Empat tahun berselang, program transmigrasi dilanjutkan untuk pertama kalinya.[10] Transmigrasi kedua dilakukan pada 1955. Para peserta datang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, mauun Jawa Timur. Jumlahnya tak kurang dari 600 kepala keluarga, yang dikelompokkan menjadi 12 grup dan ditempatkan di wilayah Marga Bermani Ilir. Pengelolaan tanah transmigrasi di daerah itu memiliki landasan legal berupa Surat Izin Berladang No. 30/1953 dari Djewatan Transmigrais dan Keputusan Dewan Marga Bermani Ilir tanggal 7 Desember 1953.[10] Sejarah kolonisasi dan transmigrasinya yang panjang menjadikan Kabawetan sebagai satu-satunya kecamatan di Kepahiang yang mayoritas penduduknya bukan dari suku bangsa Rejang, melainkan Jawa. Ada pun suku Sunda merupakan minoritas, tetapi cukup signifikan kehadirannya. Kondisi wilayahGeografiWilayah Kabawetan berada di sebelah utara ibu kota kabupaten.[2] Topografi daerah ini umumnya berbukit-bukit dengan lembah dan lereng-lereng pada ketinggian antara 600-1.200 mdpl.[2] Sumber Sari (1.200 mdpl) dan Bandung Jaya (1.166 mdpl) adalah dua desa tertinggi di Kabawetan. Sementara Babakan Bogor (665 mdpl) dan Pematang Donok (741 mdpl) adalah dua desa terendah.[11] Semua wilayah Kabawetan berada di pedalaman dan jauh dari kawasan pesisir.[12] Batas-batasKecamatan ini memiliki batas-batas administratif sebagai berikut.[4]
AdministrasiKabawetan terbagi menjadi 14 desa dan satu kelurahan, yakni sebagai berikut.[4]
Tangsi Baru adalah satu-satunya kelurahan sekaligus merupakan ibu kota Kecamatan Kabawetan.[2] Baik kelurahan maupun desa di Kabawetan semuanya berstatus definitif,[13] dan memiliki BPD (badan permusyawaratan desa)/dekel (dewan kelurahan).[14] DemografiJumlah penduduk Kabawetan tahun 2020 adalah sebesar 12.940 jiwa,[15] atau setara dengan 8,64% populasi kabupaten.[3] Penduduknya terdiri dari 6.704 jiwa penduduk laki-laki dan 6.236 jiwa penduduk perempuan, dengan angka rasio jenis kelamin 107.[16] Angka kepadatan penduduk tahun 2020 adalah 204 jiwa per km2. Antara 2010-2020, peduduk Kabawetan bertambah 1,95%. Kondisi sosialSuku Jawa adalah penduduk mayoritas di kecamatan ini, kecuali di Babakan Bogor, Bandung Baru, dan Bandung Jaya yang mayoritas bersuku bangsa Sunda, serta Pematang Donok yang merupakan satu-satunya desa Rejang di kawasan ini. Baik Jawa, Sunda, maupun Rejang, semuanya merupakan suku dengan penduduk mayoritas beragama Islam. Referensi
Daftar pustakaBuku
|