John Sung
John Song Shang Jie (Hanzi sederhana: 宋尚节; Hanzi tradisional: 宋尚節; Pinyin: Sòng Shàng-Jíe; Wade–Giles: Sung4 Shang4-Chieh2) atau Sung Siong Geh atau lebih dikenal sebagai John Sung (27 September 1901 – 18 Agustus 1944) adalah seorang penginjil yang terkenal dari RRT pada abad ke-20. Ia menjadi terkenal setelah mengadakan serangkaian perjalanan ke beberapa daerah di RRT, Taiwan, dan Asia Tenggara dan melakukan pekabaran Injil dan kebaktian-kebaktian kebangunan rohani kepada orang-orang Tionghoa perantauan yang membawa ribuan orang kepada iman Kristen. Sung mendapat gelar "Obor Allah di Asia".[1][2] RiwayatJohn Sung dilahirkan di desa Hong Chek, wilayah kota Putian (Hing-hwa), provinsi Fukien (Fujian), RRT, pada tanggal 27 September 1901. Ia mulai berkhotbah sejak usia remaja. Kemudian ia mendapat beasiswa dari Gereja Metodis untuk belajar di Amerika Serikat. Ia berangkat pada tahun 1920 untuk kuliah di Ohio Wesleyan University dan Ohio State University. Berkat kecerdasannya, ia meraih gelar doktor dalam bidang kimia dalam waktu lima tahun. Tulisan dan hasil riset kimianya dapat dilihat pada perpustakaan universitas sampai sekarang. Tahun 1926 John Sung memutuskan untuk menjadi seorang pekabar Injil. Upayanya dimulai dengan berkeliling RRT dari tahun 1927 hingga 1934.[3] Mulai tahun 1935, Sung memulai perjalanan penginjilan di Asia. Perjalanan meliputi Filipina, Singapura, Thailand, dan juga Indonesia. Sung berkhotbah dalam pertemuan-pertemuan kebangunan rohani di Thailand selama tahun 1938 dan 1939. Ia berbicara di gereja-gereja berbahasa Tionghoa (terutama di Bangkok), dan gereja-gereja berbahasa Thai di seluruh negeri, dari provinsi Trang di selatan sampai provinsi Prae di utara.[4] Para pemimpin gereja Thai, Suk Phongnoi dan Boon Mark Gittisarn menjadi penerjemah bagi Sung pada berbagai kesempatan dalam kunjungannya ke Thailand. Berkat khotbah Sung di Thailand banyak orang Kristen kembali percaya dan orang-orang bukan Kristen menjadi percaya.[5] Di Indonesia, Sung berkeliling ke beberapa kota, seperti Madiun, Solo, Jakarta, Bogor, Cirebon, Semarang, Magelang, dan Yogyakarta. Pengaruh kedatangan Sung amat besar terhadap berdirinya gereja-gereja Tionghoa di Jawa.[1] Akhir hayatMenjelang akhir hayatnya, Sung menderita penyakit tuberkulosis usus yang bertahun-tahun ditanggungnya dan sangat mempengaruhi pekerjaannya. Tak jarang ia pingsan di tengah-tengah khotbahnya, dan harus dirawat beberapa saat. Namun, segera setelah ia siuman, ia meneruskan khotbahnya sampai selesai, dan selama itupun jemaat dengan setia menunggu sambil berdoa untuknya. Seringkali ia harus berbicara sambil bersandar untuk mengurangi rasa sakitnya. Sung meninggal karena penyakitnya ini pada tanggal 18 Agustus 1944 dalam usia 42 tahun. Lihat pulaReferensi
Pustaka
Pustaka tambahan
Pranala luar
|