George Kamarullah (lahir 30 Juli 1949) adalah seorang mantan aktor yang beralih profesi sebagai sinematografer. George pernah bekerja dengan sutradara kawakan Slamet Rahardjo, serta pernah menjadi asisten art and still photography dalam film Cinta Pertama (1973). Ia adalah orang pertama yang memakai teknik pencahayaan bounching dan kertas kalkir.[1]
Dalam sejarah kariernya, George sudah meraih enam Piala Citra Festival Film Indonesia dalam kategori Penyunting Gambar maupun Penata Sinematografi Terbaik. Tahun 2015, George dianugerahi Lifetime Achievement pada Festival Film Indonesia 2015.[2][3]
Biografi
George pernah menjadi seorang aktor, hingga aktingnya dikatakan tidak memuaskan oleh Slamet Rahardjo, maka George pun kemudian beralih profesi menjadi seorang editor film, yang kemudian menjadi seorang kameramen, dan terakhir menjadi sinematografer. Profesinya sebagai aktor disebut sebagai bentukan dari sineas ternama Teguh Karya.[4]
Sebetulnya George tidak memiliki latar belakang pendidikan sebagai juru kamera. Sewaktu muda George pernah kuliah di jurusan konstruksi dan administrasi, tetapi tidak sampai selesai. Pada tahun 1976 ia baru menekuni pengambilan dan penyuntingan gambar. Selama lima tahun, dia menjadi asisten sinematografer dan editor untuk Tantra Surjadi. Ia bertugas memanggul kamera atau mengumpulkan gulungan film yang sudah tidak terpakai lagi. Sebagai seorang juru kamera, George memiliki prinsip keras, tidak mau terlibat dalam produksi bila skenarionya jelek dan bintang filmnya tidak disiplin. Aktor dan aktris film juga mesti tunduk dan tetap duduk di lokasi syuting sewaktu George sedang mengatur pencahayaan.[1]
George dipercaya menjadi editor dalam film Usia 18 pada tahun 1980. Baru pertama kalinya ia menyunting, George langsung menyabet penghargaan Piala Citra (1981). Penghargaan yang sama ia menangkan lewat Di Balik Kelambu (1983) dan Ponirah Terpidana (1984). Adapun film yang dia gawangi pengambilan gambarnya adalah Seputih Hatinya Semerah Bibirnya (1982), yang dibintangi oleh Christine Hakim. Pada tahun 1986, karyawan film dan televisi dilarang menekuni dua profesi sekaligus, maka George pun memilih juru kamera sebagai profesinya. Dia beralasan karena bayarannya lebih besar, dan "Sinematografer itu menciptakan sesuatu" ungkap George.[1]
George pertama kali memenangkan Piala Citra sebagai juru kamera adalah lewat film Doea Tanda Mata (1985). Selain Piala Citra, Doea Tanda Mata juga mengantarkannya meraih penghargaan Golden Crown Award di Seoul Korea Selatan.[5] Kemudian ia berhasil menggondol Piala Citra untuk kedua kalinya lewat film Ibunda (1986). Dan film yang membuat namanya makin melambung di era 80-an adalah film kolosal kepahlawanan Tjoet Nja' Dhien tahun 1988, arahan sutradara Eros Djarot.[1]
George masih aktif di Teater Populer yang didirikan oleh Teguh Karya, Slamet Rahardjo, Henky Solaiman dan lainnya. Disana ia memiliki jabatan sebagai Pengurus Harian, bersama dengan Alex Komang.[1]
Ia pernah bekerja di perusahaan televisi Metro TV dan TvOne. Karakter Bang One di salah satu segmen TvOne, tak lepas dari peran andil George sendiri.[6]
Pada tahun 2004 dan 2005, George perah menjadi Panitia Pemilihan Komite Seleksi Festival Film Indonesia (FFI),[7] kemudian pada tahun 2009, ia menjadi Dewan Juri Anugerah Adiwarta Sampoerna, sebagai Dewan Juri Televisi, bersama dengan Arswendo Atmowiloto, Bambang Harimurty, Marselli Sumarno dan Fetty Fajriati.[8]
Kehidupan pribadi
George menikahi seorang gadis asal Jawa bernama Atika yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu dan memiliki dua orang anak laki-laki.
Filmografi
Film
Sebagai aktor
Sebagai pembuat film
Penghargaan dan nominasi
Lihat pula
Referensi
- Catatan kaki
- Bacaan lebih lanjut
Pranala luar