Francis Pegahmagabow
Latar BelakangFrancis Pegahmagabow lahir pada 9 Maret 1889 di tempat yang sekarang disebut Shawanaga First Nation, di pantai timur Teluk Georgian, Ontario. Francis Pegahmagabow, merupakan seorang Ojibwa dari klan Caribou. Ia merupakan anak tunggal dari pasangan suami istri, Michael Pegahmagabow dan Mary Contin.[1][2] Masa Kecil Ketika Francis Pegahmagabow berusia sekitar tiga tahun, ayahnya, Michael Pegahmagabow, meninggal setelah berjuang melawan penyakit yang tidak diketahui tetapi parah. Ibu Francis Pegahmagabow , Mary Contin, juga sakit karena penyakit yang sama. Francis Pegahmagabow ditinggalkan kedua orangtuanya, dan dibesarkan oleh Nuh Nebimanyquod, orang yang dulu juga telah membesarkan ayah Francis setelah kematian orang tuanya.[3] Tumbuh di Shawanaga First Nation, Francis Pegahmagabow dibesarkan menurut adat istiadat dan tradisi Anishnaabe ( Ojibwa ). Ia diajari untuk berburu dan menangkap ikan dan juga diperkenalkan obat tradisional oleh ibu angkatnya. Francis Pegahmagabow mempraktikkan kombinasi Katolik Roma dan spiritualitas Anishnaabe ( Agama dan Spiritualitas masyarakat di Kanada ). Pada usia 12 tahun, Francis Pegahmagabow mulai bekerja di kamp kayu dan tempat pemancingan setempat.[3] Remaja Pada tahun 1911, saat Francis Pegahmagabow berusia 21 tahun, ia memutuskan ingin menyelesaikan pendidikan sekolah negeri. Setelah dewan menolak untuk membantunya membayar kamar dan makan sementara ia menghadiri kelas, Francis Pegahmagabow meminta bantuan pengacara Parry Sound Crown , Walter Lockwood Haight. Pada Januari 1912, Francis Pegahmagabow menerima bantuan keuangan yang ia cari dan mulai bersekolah. Ia berhasil dengan baik dalam pendidikannya dan belajar cara bermain dan musik.[3] Pada musim panas 1912, Francis bekerja sebagai pemadam kebakaran untuk Departemen Kelautan dan Perikanan di Great Lakes . Ia menderita demam tifoid pada tahun 1913, kemudia dirawat kembali oleh beberapa suster Rumah Sakit St. Joseph.[3] Riwayat MiliterSelama PerangKarena Francis Pegahmagabow adalah pribumi, ia dibebaskan dari wajib militer Kanada pada awal perang, tetapi segera mendaftar. Francis Pegahmagabow ingin pergi berperang sebagai cara untuk menjadikannya sebagai seorang pejuang, seperti halnya leluhurnya dahulu. Setelah mendaftar, ia ditugaskan ke Batalion Infanteri Kanada ke-1, yang dibawah pimpinan komandan Frederic William Hill. Sejak pertama kali mereka bertemu, Frederic William Hill yakin Francis Pegahmagabow akan menjadi prajurit yang hebat.[4] Pada bulan September 1914, batalionnya dikirim ke luar negeri untuk dilatih di Inggris, di mana Francis Pegahmagabow akan dikenal sebagai“ Peggy ”di antara rekan-rekannya. Pada bulan Februari 1915, setelah menyelesaikan pelatihan mereka, Batalion 1 dikirim ke St. Nazaire, di mana mereka akan menjaga garis di Armentieres.[4] Francis Pegahmagabow berlayar ke luar negeri dengan Batalion 1 dan terlibat dalam pertempuran sengit di Pertempuran Ypres Kedua pada April 1915, di mana Jerman melepaskan gas klorin untuk pertama kalinya dalam sejarah peperangan. Peggy selamat meskipun Batalion 1 kehilangan hampir setengah kekuatannya dalam tiga hari pertempuran sengit. Front kembali ke sifat statis dan tentara menggali parit yang lebih dalam untuk menghindari tembakan artileri dan penembak jitu yang mematikan. Kopral Francis Pegahmagabow segera mendapatkan reputasi yang besardi antara sesama prajuritnya sebagai penembak jitu yang mematikan. Memantapkan dirinya di belakang garis depan atau perlahan-lahan berjalan ke No Man's Land di malam hari, Peggy akan menunggu tentara Jerman menunjukkan diri. Francis Pegahmagabow terbukti menjadi penembak jitu yang efektif dan mematikan, dan dengan cepat mulai menghancurkan lusinan musuh.[5] Selain perannya sebagai penembak jitu, Peggy menunjukkan keberanian di medan perang di Pertempuran Gunung Sorrel pada bulan Juni 1916 di mana ia menangkap sejumlah besar tahanan Jerman. Beberapa bulan kemudian, saat bertarung di Somme, ia terluka di kaki. Meskipun jelas telah melakukan tugasnya dalam dua tahun dalam kondisi sulit, Peggy kembali ke batalionnya. Pada bulan November 1917, Batalion 1 kembali dilibatkan ke dalam pertempuran, kali ini dalam rawa yang basah di dekat desa Passchendaele yang hancur. Passchendaele adalah pertempuran dengan kondisi di atas tanah melalui rawa lumpur di bawah hujan es dan pecahan peluru. Dengan terputusnya kabel telepon secara teratur oleh tembakan artileri, hanya mengandalkan keberanian para penembak jitu dan pengintai seperti Peggy, pasukannya memiliki harapan untuk membantu dalam pertempuran. Melalui keberanian dan keteguhan hati, orang-orang Kanada akhirnya memenangkan Passchendaele, setelah beberapa posisi yang menghindari pasukan Inggris selama tiga bulan [5] Setelah PerangSetelah perang, Francis Pegahmagabow menetap di Wasauksing First Nation, tempat ia menikah dan membesarkan keluarganya.[2] Francis Pegahmagabow menjabat sebentar sebagai kepala Parry Island pada 1920-an, dan sebagai anggota dewan Wasauksing First Nation dari 1933 hingga 1936.[6] Pada 1943, Francis Pegahmagabow berdemonstrasi secara damai di Ottawa untuk hak-hak Aborigin dan pemerintahan sendiri. Pada tahun yang sama, Francis Pegahmagabow dan para pemimpin lainnya mendirikan Persaudaraan Indian-Kanada, organisasi Aborigin nasional pertama.[2] ia meninggal di Parry Sound pada tahun 1952.[6] PenghargaanMonumen Francis Pegahmagabow diresmikan pada 21 Juni 2016 pada Hari Aborigin Nasional di Parry Sound, Ontario, hanya sebuah perjalanan singkat dari tempat kelahiran Francis Pegahmagabow di Wasauksing First Nation. Monumen ini dibuat oleh Tyler Fauvelle, seorang pematung yang berbasis di Sudbury, Ontario. Patung itu, yang tingginya sekitar tiga meter atau 10 kaki, menggambarkan Sersan Mayor Francis Pegahmagabow dalam seragam masa perangnya dengan seekor elang di atas dan seekor karibu di sisinya.[7] Patung itu akan didirikan di Charles W. Stockey Centre , menghadap ke Teluk Georgia, dengan pemandangan Parry Island, rumah Francis Pegahmagabow.[8] Karya yang Terinspirasi Kisah Francis PegahmagabowKehidupan Francis Pegahmagabow mengilhami karakter fiksi sentral dalam novel Three Day Road (2001), yang sangat dipuji oleh Joseph Boyden.[3] Pada tahun 2019, band metal Swedia bernama Sabaton merilis album yang menggambarkan Perang Dunia I, berjudul The Great War. Salah satu lagu menampilkan tentang Francis Pegahmagabow berjudul A Ghost in the Trenches.[4] Brian McInnes, yang merupakan cicit dari Sersan Mayor Francis Pegahmagabow dan seorang profesor pendidikan di University of Minnesota, baru-baru ini menyelesaikan sebuah buku, Sounding Thunder: The Stories of Francis Pegahmagabow, yang menceritakan kehidupan dan pencapaian Sersan Mayor Francis Pegahmagabow.[7] Referensi
|