Evi Fitriani (lahir 20 Desember 1968) merupakan seorang cendekiawan hubungan internasional asal Indonesia. Beliau bekerja sebagai dosen di Universitas Indonesia (UI) dan merupakan guru besar ilmu hubungan internasional wanita pertama di Indonesia sejak dikukuhkan pada tanggal 13 November 2021. Sebelumnya, Evi menjabat sebagai kepala departemen ilmu hubungan internasional UI dari tahun 2012 hingga 2016.
Masa kecil dan pendidikan
Evi Fitriani dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1968 di Muntok, sebuah kota kecil di Pulau Bangka, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Muawanah dan Amron Usman. Evi mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar (SD) Peltim. Setelah lulus dari SD Peltim, ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1 Muntok. Beberapa bulan di SMP tersebut, ia bersama keluarganya pindah ke Pangkalpinang. Ia kemudian masuk ke SMP 1 Pangkalpinang sebelum keluarganya pindah kembali ke Jakarta.[1]
Di Jakarta, Evi bersekolah ke SMP Negeri 51 Jakarta, yang terletak di Pondok Bambu, Jakarta Timur. Setamat SMP, ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 12 Jakarta di Klender. Selama bersekolah di SMA Negeri 12, Evi tercatat aktif sebagai anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah dan Pasukan Pengibar Bendera. Setelah menamatkan pendidikan SMA pada tahun 1987, Evi melanjutkan pendidikannya di jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI). Evi bergabung dengan Senat Mahasiswa FISIP UI dan memegang jabatan sebagai kepala bidang pendidikan. Ia juga menjadi anggota resimen mahasiswa UI.[1]
Evi lulus dari UI dengan gelar sarjana ilmu hubungan internasional pada tahun 1993. Setelah lulus, Evi menerima beasiswa Chevening untuk menempuh pendidikan magister di Universitas Leeds dan program beasiswa Fulbright untuk program magister di Universitas Ohio. Ia lulus dengan gelar magister dari Universitas Leeds pada tahun 1994 dan Universitas Ohio pada tahun 1995.[2][3] Evi kemudian meneruskan pendidikannya dengan menempuh studi doktoral di Universitas Nasional Australia. Ia memperoleh dukungan finansial melalui Australian Development Scholarship. Pembimbingnya selama menjalani studi doktoral adalah Andrew MacIntyre dan Jenny Corbett, dan Evi berhasil memperoleh gelar doktor pada tahun 2011[2][4]
Karier akademis
Evi mulai mengajar ilmu hubungan internasional di Universitas Indonesia pada tahun 1996.[5] Evi juga terlibat dalam organisasi internal di UI dan ikut terlibat dalam pembentukan kantor internasional UI. Evi menjabat sebagai kepala kantor tersebut sejak berdiri pada tahun 2003[6] hingga tahun 2005[5] Dengan pembentukan kantor tersebut, UI mulai menerima mahasiswa dari luar Indonesia. Evi ditugaskan oleh Rektor UI saat itu, Usman Chatib Warsa, untuk memimpin proses seleksi masuk mahaiswa internasional.[7] Evi kemudian juga diangkat menjadi sekretaris senat akademik Universitas Indonesia dari tahun 2011 hingga 2012 [5] dan anggota satuan tugas UI untuk urusan otonomi.[2]
Evi menjabat sebagai kepala departemen ilmu hubungan internasional UI dari tahun 2012 hingga 2016.[8] Selama masa jabatannya, Pusat Studi ASEAN berdiri sebagai hasil dari kerjasama antara departemen HI, FISIP UI, dan Kementerian Luar Negeri Universitas Indonesia.[9] Evi juga terlibat sebagai tim ahli yang bertugas untuk merumuskan isu-isu penting dalam debat pemilihan umum Presiden Indonesia 2014.[10] Evi sempat dicalonkan sebagai moderator debat tersebut, namun ia tidak terpilih.[11]
Pada tahun 2021, Evi dicalonkan menjadi dekan FISIP UI.[4] Dalam pemaparan visi-misi, Evi menyatakan tujuannya untuk:
menjadikan FISIP UI sebagai pusat keunggulan ilmu-ilmu sosial di Asia Tenggara yang berperan aktif dan konstruktif dalam memperkuat UI dan berkontribusi terhadap masyarakat dan negara, dengan menyelenggarakan Tridharma yang unggul
membangun human capital yang resilien dan kompetitif
meningkatkan tata kelola dan ekosistem akademik yang kondusif,
mengembangkan sistem keuangan dan pendanaan yang berkelanjutan, serta
Evi diangkat menjadi guru besar dalam ilmu hubungan internasional pada tahun 1 Juli 2021 melalui surat keputusan dari Menteri Pendidikan, Kebudyaan, Riset, dan Teknologi.[5] Ia dikukuhkan menjadi guru besar pada tanggal 16 November 2021.[13] Evi merupakan guru besar ilmu hubungan internasional ketiga di Universitas Indonesia setelah Juwono Sudarsono pada tahun 1989[14] dan Zainuddin Djafar pada tahun 2010.[15] Evi merupakan guru besar ilmu hubungan internasional wanita pertama di Indonesia.[13]
Dalam pidato pengukuhannya, yang kemudian dipublikasikan sebagai artikel jurnal, Evi mendorong pengembangan paradigma non-Barat dalam ilmu hubungan internasional serta pembentukan mazhab ilmu hubungan internasional dari Indonesia. Evi mengusulakan pembentukan mazhab Depok, yang dapat dijabarkan lebih lanjut melalui pemikiran Juwono Sudarsono mengenai keterhubungan antara lima aspek geografis: lokal, provinsial, nasional, regional, dan global, serta tiga dimensi isu: keamanan politik, ekonomi, dan sosial budaya.[16]
Kehidupan pribadi
Evi menikah dengan Djaya Sukarno, yang dikenalnya saat menjadi anggota resimen mahasiswa. Djaya saat ini menjabat sebagai inspektur di Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.[17] Pasangan ini memiliki dua orang anak.[1]