Istilah "Empat Samudra" mulanya merupakan suatu metafora yang digunakan untuk menyebut batas-batas wilayah Tiongkok sebelum masa Dinasti Han. Hanya ada dua dari Empat Lautan yang dikaitkan dengan lokasi yang benar-benar ada: Laut Timur dengan Laut Tiongkok Timur dan Laut Selatan adalah Laut Tiongkok Selatan.[1] Gurun pasir luas di barat kadang dianggap sebagai "Pasir Mengalir" atau "Laut Bulu"; sementara Laut Utara lebih mudah untuk dijelaskan, misalnya merujuk pada laut di sekitar Semenanjung Korea atau Semenanjung Liaodong. Tushu Bian (1613) karya Zhang Huang melukiskan geografi Tiongkok berupa daratan berbentuk segi lima yang dikelilingi empat lautan dan berbagai pulau; masing-masing ujung berada di barat laut, barat daya, timur laut, tenggara, dan selatan; sementara sisi barat daratan Tiongkok digambar persis seperti sisi timurnya, lengkap dengan "cerminan" Semenanjung Korea dan Laut Bohai.[2]
Pada masa Dinasti Han, peristiwa peperangan antara Dinasti Han dengan Xiongnu membuat kekaisaran Tiongkok mengenal daerah utara dan menemukan Danau Baikal. Mereka memberikan catatan bahwa danau tersebut merupakan sebuah "laut besar" (hanhai) dan menunjuknya sebagai Laut Utara mitologis. Mereka juga menemukan Danau Qinhai di sebelah barat, yang mereka sebut sebagai Laut Barat, serta Lop Nur dan Danau Bostang di Xinjiang. Dinasti Han terus mengembangkan wilayah mereka hingga melampaui "Laut Barat" menurut tradisi kuno hingga mencapai Danau Balkash -batas paling barat sekaligus "Laut Barat" yang baru bagi dinasti kekaisaran tersebut. Ekspedisi juga dikirim untuk mengeksplorasi Teluk Persia, tetapi tidak beranjak lebih jauh lagi. Ekspansi militer dinasti tersebut berakhir pada tahun 36 SM setelah Pertempuran Zhizhi.[1]
Kultur
Para penulis dan artis Tiongkok sering menyebut-nyebut Empat Lautan. Jia Yi, dalam sebuah tulisan yang meringkas jatuhnya Dinasti Qin, menulis bahwa saat negara Qin berhasil "mengantongi semua yang ada di tengah Empat Lautan, dan menelan segala sesuatu yang ada di Delapan Penjuru", penguasanya menjadi "kehilangan kemanusiaan dan kebajikan; karena menjaga kekuasaan secara dasariah berbeda dari mengambil kekuasaan".[3]
Metafora ini juga digunakan dalam peribahasa Tionghoa "kita semua adalah saudara dari Empat Lautan", sebuah peribahasa yang mengandung makna utopia. Lirik lagu sebuah lagu rakyat popular pada masa Dinasti Han menyanjung-nyanjungkan "dalam Empat Lautan, kita semua saudara, dan tidak ada yang dianggap sebagai orang asing!"[1][4]
^anonim. "Four Seas Restaurant". Seattle: Four Seas Restaurant. Diakses tanggal 11 November 2015.Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)