Elizabeth Ann Bayley Seton, S.C., (28 Agustus 1774 – 4 Januari 1821) adalah warga negara asli pertama[1] kelahiran Amerika Serikat yang dikanonisasi oleh Gereja Katolik (14 September 1975).[2] Ia mendirikan sekolah Katolik pertama untuk anak-anak perempuan di negara tersebut, di Emmitsburg, Maryland. Di sana ia juga mendirikan kongregasi Amerika pertama yang beranggotakan para suster religius, yaitu Suster-Suster Kasih (Sisters of Charity).
Biografi
Kehidupan awal
Elizabeth Ann Bayley lahir pada tanggal 28 Agustus 1774, anak kedua dari pasangan yang menonjol status sosialnya, Dr. Richard Bayley dan Catherine Charlton dari Kota New York.[3] Keluarga Bayley dan Charlton termasuk di antara para pemukim awal Eropa di daerah New York. Orang tua ayahnya termasuk kaum Huguenot Prancis dan tinggal di New Rochelle, New York. Sebagai Kepala Petugas Kesehatan Port of New York and New Jersey, Dr. Bayley mengunjungi para imigran yang turun dari kapal-kapal di Pulau Staten, dan juga merawat para warga New York ketika demam kuning melanda kota (pada tahun 1795, wabah tersebut mengakibatkan 700 orang meninggal dunia dalam waktu empat bulan).[4] Dr. Bayley kemudian menjabat sebagai profesor anatomi yang pertama di Columbia College.[5] Ibu Elizabeth adalah putri dari seorang pastor Gereja Inggris yang melayani sebagai rektorSt. Andrew's Church di Pulau Staten selama 30 tahun, dan Elizabeth dibesarkan dalam komunitas yang kelak (tidak lama setelah terjadinya Revolusi Amerika) menjadi Gereja Episkopal.
Sang ibu, Catherine, wafat pada tahun 1777 ketika Elizabeth masih berusia tiga tahun. Hal ini mungkin diakibatkan oleh komplikasi-komplikasi setelah kelahiran anak terakhir pasangan tersebut, juga bernama Catherine, yang meninggal dunia awal tahun berikutnya. Ayah Elizabeth kemudian menikahi Charlotte Amelia Barclay, dari keluarga James Jacobus Roosevelt,[3] untuk memberikan seorang ibu bagi kedua putrinya yang masih hidup di dunia ini. Nyonya Bayley yang baru berperan serta dalam pelayanan sosial gerejanya, dan sering mengajak Elizabeth muda dengannya untuk ikut serta dalam kegiatan karitatif, seperti ketika ia mengunjungi kaum miskin di rumah-rumah mereka untuk membagikan makanan dan barang-barang yang dibutuhkan.
Pasangan tersebut memiliki lima anak, namun pernikahan mereka berakhir dengan perpisahan. Perpisahan itu membuat sang ibu tiri menolak Elizabeth dan kakaknya. Ayah mereka kemudian pergi ke London untuk studi medis lanjutan, sehingga mereka tinggal sementara di New Rochelle dengan paman mereka dari sang ayah, William Bayley, dan Sarah Pell Bayley istrinya. Elizabeth mengalami suatu masa kegelapan selama periode itu, merasakan perpisahan tersebut sebagai hilangnya ibu kedua, sebagaimana tercermin kelak dalam jurnal-jurnal yang ia tulis. Dalam jurnal-jurnal ini, Elizabeth juga memperlihatkan rasa cintanya pada alam, puisi, dan musik, khususnya piano. Entri-entri yang ia tulis sering mengungkapkan aspirasi religiusnya, beserta bagian-bagian favorit dari bacaannya, memperlihatkan introspeksi dan kecenderungan alami dirinya pada kontemplasi. Seton juga fasih berbahasa Prancis, seorang musisi berbakat, dan penunggang kuda yang ulung.[6]
Menikah dan menjadi ibu
Pada tanggal 25 Januari 1794, ketika usianya 19 tahun, Elizabeth menikah dengan William Magee Seton, yang berusia 25 tahun, seorang pengusaha kaya dalam perdagangan barang impor. Samuel Provoost, uskup Episkopal New York yang pertama, memimpin upacara pernikahan mereka.[7] Ayah suaminya, William Seton (1746–1798), berasal dari suatu keluarga bangsawan rendah Skotlandia, yang beremigrasi ke New York pada tahun 1758 dan menjadi pengawas serta salah seorang pemilik dari tempat pengerjaan besi di Ringwood, New Jersey. Sebagai seorang loyalis, William Seton senior adalah notaris kerajaan yang terakhir untuk kota tersebut dan provinsi New York. Ia membawa para putranya, William (suami Elizabeth) dan James, terjun ke dalam perusahaan dagang ekspor-impor, William Seton Company, yang menjadi Seton, Maitland and Company pada tahun 1793. William muda pernah mengunjungi gedung-gedung pembukuan penting di Eropa pada tahun 1788, adalah teman dari Filippo Filicchi (seorang pedagang terkenal di Livorno, Italia, yang menjalin hubungan dagang dengan perusahaannya), dan membawa biola Stradivarius pertama ke Amerika Serikat.[4]
Tidak lama setelah mereka menikah, Elizabeth dan William pindah ke suatu kediaman populer di Wall Street. Keluarga Seton menonjol secara sosial dalam masyarakat New York, dan tergabung dalam jemaat Trinity Episcopal Church, di dekat Broadway dan Wall Street. Sebagai seorang umat yang taat, Elizabeth meminta Rev. John Henry Hobart (kelak menjadi uskup) menjadi pembimbing rohaninya. Bersama dengan saudari iparnya, Rebecca Mary Seton (1780–1804) (teman akrabnya dan orang yang sangat ia percayai), Elizabeth meneruskan pelayanan sosial mantan ibu tirinya—merawat orang sakit dan sekarat di antara kaum keluarga, teman, dan sesama yang membutuhkan. Karena pengaruh ayahnya, ia menjadi salah seorang pendiri The Society for the Relief of Poor Widows with Small Children (1797) dan juga menjabat sebagai bendahara organisasi.[8]
Ketika William Seton senior meninggal dunia, keluarga Seton mulai mengalami penurunan dalam iklim ekonomi yang bergejolak menjelang Perang 1812. Pasangan tersebut menerima enam saudara kandung William, yang berusia tujuh sampai tujuh belas tahun. Ditambah lagi mereka sendiri memiliki lima anak kandung: Anna Maria (Annina) (1795–1812), William II (1796-1868), Richard (1798–1823), Catherine (1800–1891) (yang menjadi orang Amerika pertama yang bergabung dengan Suster-Suster Kerahiman), dan Rebecca Mary (1802–1816).[6] Kenyataan ini mengharuskannya pindah ke kediaman keluarga Seton yang lebih besar.
Menjadi janda dan konversi ke iman Katolik
Perselisihan antara Amerika Serikat dengan Republik Prancis dari tahun 1798 sampai 1800 mengakibatkan serangkaian serangan terhadap layanan pengiriman via kapal Amerika Serikat. Blokade yang dilakukan Britania Raya atas Prancis dan kehilangan sejumlah kapalnya di laut menyebabkan William Seton mengalami kebangkrutan, dan keluarga Seton kehilangan rumah mereka di 61 Stone Street di Manhattan selatan.[7] Pada musim panas berikutnya, Elizabeth dan anak-anaknya tinggal bersama ayah Elizabeth, yang masih menjadi petugas kesehatan Port of New York di Pulau Staten.[6] Dari tahun 1801 sampai 1803 mereka tinggal di sebuah rumah di 8 State Street, di lokasi Church of Our Lady of the Most Holy Rosary saat ini (dibangun pada tahun 1964). Sepanjang hampir seluruh kehidupan perkawinan mereka, William Seton menderita penyakit tuberkulosis (TBC). Tekanan yang dialami memperburuk penyakit yang William derita; dokternya mengirim dia ke Italia agar dapat hidup dalam iklim yang lebih hangat, didampingi oleh Elizabeth dan putri tertua mereka. Saat mendarat di pelabuhan Livorno (Leghorn), mereka ditahan dalam karantina selama sebulan karena pihak berwenang khawatir kalau-kalau mereka membawa demam kuning dari New York. William meninggal dunia pada tanggal 27 Desember 1803[5] dan dimakamkan di Pemakaman Inggris Lama, Livorno. Elizabeth dan Anna Maria diterima oleh keluarga-keluarga dari rekan bisnis almarhum suaminya, yang menyebabkan ia berkenalan dengan iman Katolik.
Untuk menafkahi diri dan anak-anaknya, Seton telah merintis suatu akademi yang diperuntukkan bagi para wanita muda, sebagaimana umumnya yang dilakukan para janda dengan status sosial seperti dia pada masa itu. Namun, setelah berita tentang konversi Elizabeth ke iman Katolik tersebar luas, sebagian besar orang tua menarik putri-putri mereka dari pengasuhannya. Pada tahun 1807, para murid yang menempuh pendidikan di suatu Akademi Protestan setempat dipondokkan di rumahnya di Stuyvesant Lane, di Bowery, dekat St. Mark's Episcopal Church.[9]
Seton hendak pindak ke Kanada ketika ia bertemu dengan seorang imam yang sedang berkunjung, AbbéLouis William Valentine Dubourg, S.S., yang adalah anggota dari suatu komunitas émigré Prancis, Para Imam Sulpisian, dan pimpinan dari St. Mary's College. Para Sulpisian mencari perlindungan di Amerika Serikat dari penganiayaan agama dalam Pemerintahan Teror di Prancis, dan pada saat itu sedang dalam proses mendirikan seminari Katolik pertama untuk Amerika Serikat, selaras dengan tujuan serikat mereka. Selama bertahun-tahun, Dubourg telah membayangkan berdirinya suatu sekolah religius untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dari komunitas kecil Katolik di negara baru ini.[8]
Ibu pendiri
Setelah berjuang melewati tahun-tahun yang sulit dan berat, pada tahun 1809 Elizabeth menerima undangan para Sulpisian dan pindah ke Emmitsburg, Maryland. Setahun kemudian ia mendirikan Saint Joseph's Academy and Free School, sebuah sekolah yang didedikasikan untuk pendidikan anak-anak perempuan Katolik. Hal ini dimungkinkan karena dukungan finansial dari Samuel Sutherland Cooper,[5] seorang konver Katolik yang kaya dan seminaris di Mount St. Mary's University yang baru didirikan, rintisan John Dubois, S.S. dan para Sulpisian.
Pada tanggal 31 Juli, Elizabeth mendirikan suatu komunitas religius di Emmitsburg yang didedikasikan untuk merawat anak-anak kaum miskin. Komunitas yang didirikannya merupakan kongregasi suster religius pertama yang didirikan di Amerika Serikat, dan sekolahnya merupakan sekolah Katolik gratis yang pertama di Amerika. Awal yang sederhana tersebut menandai dimulainya sistem sekolah Katolik parokial di Amerika Serikat.[10] Kongregasi tersebut pada mulanya disebut Sisters of Charity of St. Joseph's (Suster-Suster Kasih dari St. Yosef). Sejak saat itu, ia dikenal sebagai "Mother Seton" ("Ibu Seton"). Pada tahun 1810, para suster mengadopsi peraturan yang ditulis oleh St. Vincentius a Paulo bagi para Putri Kasih di Prancis.[10]
Kehidupan selanjutnya dan wafatnya
Sisa hidupnya di dunia ini dihabiskan untuk memimpin dan mengembangkan kongregasi barunya. Ibu Seton dideskripsikan sebagai seorang wanita yang menawan dan berbudaya. Keterkaitan dia dengan masyarakat New York dan tekanan-tekanan sosial yang mengiringi untuk meninggalkan kehidupan baru yang telah ia jalani bagi dirinya sendiri tidak menghalangi dia untuk merangkul panggilan religius dan misi karitatifnya. Kesulitan-kesulitan terbesar yang Ibu Seton hadapi lebih merupakan isu-isu internal, akibat sejumlah kesalahpahaman, konflik interpersonal, dan kemangkatan dua putrinya, orang-orang lain yang ia kasihi, serta suster-suster muda di komunitasnya.
Pada tahun 1830, para suster kongregasinya mengelola berbagai panti asuhan dan sekolah hingga ke daerah barat, yaitu Cincinnati dan New Orleans, dan telah mendirikan rumah sakit pertama di sebelah barat Mississippi, di St. Louis.[10]