Eko Tunas (lahir 18 Juli 1956) adalah seorang sastrawan Indonesia. Seniman serbabisa, ini menulis, melukis, dan berteater sejak masih duduk di bangku SMA. Saat ini tinggal dan menetap di Kota Semarang. Ratusan tulisan (puisi, cerpen, novel, dan esai) tersebar di berbagai media massa di Indonesia, antara lain; Pelopor Yogya, Masa Kini, Bernas, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Wawasan, Cempaka, Bahari, Dharma, Surabaya Pos, Jawa Pos, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Suara Karya, Pelita, Republika, Kompas, Horison, dan lain-lain. Di kalangan masyarakat Tegal dan sekitarnya, Eko Tunas juga dikenal sebagai pelopor penggunaan istilah John dan Jack, sebuah cara menyebut sesama rekan sejawat.[1]
Kehidupan pribadi
Tahun 1976 ia masuk Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) Yogyakarta jurusan Seni Lukis, dan bergabung di Sanggarbambu. Selama di Yogya, ia bergaul akrab dengan Emha Ainun Nadjib, Ebiet G Ade, dan EH Kartanegara. Beberapa kali mengikuti pameran besar Sanggarbambu, dan pameran Tiga Muda di Tegal, tahun 1978 bersama Wowok Legowo dan Dadang Christanto. Tahun 1981 masuk IKIP Semarang jurusan Seni Rupa, dan mengikuti pameran mahasiswa di Semarang dan Jakarta.
Novelnya, Wayang Kertas, memenangi Sayembara Cipta Cerita Bersambung Suara Merdeka, tahun 1990. Beberapa cerpennya diterbitkan bersama oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dalam buku Bidadari Sigarasa, tahun 2002, dan dibacakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Buku-buku karyanya yang pernah diterbitkan antara lain; Puisi-puisi Dolanan (1978), Yang Terhormat Rakyat (kumpulan puisi, 2000), dan Ponsel di Atas Bantal (kumpulan puisi, 2010).
Tahun 1978, bersama Yono Daryono dan YY Haryoguritno mendirikan Teater RSPD Tegal dan Studi Grup Sastra Tegal (SGST). Naskah pertama yang dipentaskan adalah Martoloyo Martopuro, sebagai penulis, sutradara, dan sekaligus pemeran utama. Hijrah ke Kota Semarang pada tahun 1981 masih menulis naskah drama untuk Teater RSPD yang disutradarai oleh Yono Daryono, juga untuk Teater Lingkar Semarang. Bergabung di Teater Dhome (1980) dan Teater Balling Semarang (2000). Mendirikan Teater Pedalangan Semarang, tahun (1990). Kini acapkali mementaskan monolog di beberapa kota di Indonesia. Tahun 2013 Eko Tunas meluncurkan kumpulan cerpennya, Tunas, kata pengantar ditulis oleh Afrizal Malna dan editor Joshua Igho, dalam rangkaian acara Reuni 4E bersama E.H. Kartanegara, Emha Ainun Nadjib, dan Ebiet G Ade di Taman Budaya Tegal. Menulis syair lagu untuk kelompok musik terapi jiwa Jayagatra Ungaran (2000—sekarang). Kemampuannya di bidang sastra dan teater menjadikan Eko sering diundang menjadi pembicara di sejumlah diskusi, juri berbagai kompetisi, dan kurator seni rupa.
Ia kini tinggal dan menetap di Semarang bersama istrinya Happy Astuti yang dulunya penyiar yang populer di Radio Imelda FM bersama 5 orang anaknya yakni Ken Ulinnuha, Bre Ikrajendra, Arya Samiaji, Zahid Paningrome dan Sekar Asyaka. Hingga kini Eko Tunas masih aktif berkarya di seni budaya.
Bibliografi
Cerpen/novel/puisi
- Wayang Kertas (novel, 1990)
- Bidadari Sigarasa (cerpen 2002)
- Puisi Dolanan (1978)
- Yang Terhormat Rakyat (puisi, 2000)
- Ponsel di Atas Bantal (puisi, 2010)
- Tunas (cerpen, CresindO Press, 2013)
- Puisi Komedi Biografi Sarimin] (Puisi, Cipta Prima Nusantara, 2020)
Naskah Drama
- Martoloyo Martopuro
- Ronggeng Keramat
- Menunggu Tuyul
- Gerbong
- Sang Koruptor
- Langit Berkarat
- Rumah Tak Berpintu
- Palu Waktu
- Surat dari Tanah Kelahiran
- Meniti Buih
- Pasar Kobar
- Nyi Panggung
- Menunggu Gepeng
- Blandong
- Pengadilan Sastra Chairil Anwar, sutradara Joshua Igho
Pranala luar
Referensi