Chiung Yao
Chen Che (20 April 1938 – 4 Desember 2024), dikenal luas dengan nama pena Chiung Yao (juga dieja Chung Yao atai Qiong Yao), adalah seorang penulis dan produser Tionghoa yang berbasis di Taiwan, sering dianggap sebagai novelis percintaan paling populer di dunia berbahasa Tionghoa.[1] Novel-novelnya telah diangkat menjadi lebih dari 100 film dan drama TV.[2] ProfilChen Che dan saudara kembarnya lahir semasa Perang Tiongkok-Jepang Kedua di Chengdu, Sichuan, dari orang tua yang melarikan diri dari Beiping (kini Beijing) yang jatuh ke tangan pasukan Jepang pada 1937. Baik ayahnya Chen Chi-ping (陳致平) dan ibunya Yuan Xingshu (袁 行 恕) berpendidikan tinggi. (Sepupu Yuan Xingshu termasuk Yuan Xiaoyuan, Yuan Jing, dan Yuan Xingpei.) Pada 1942, keluarganya pindah ke kampung halaman Chen Chi-ping di Hengyang, Hunan untuk bergabung dnegan kakek Chen Che, Chen Moxi (陳墨西). Pada tahun 1944, menyusul jatuhnya Hengyang, keluarga Chen selamat dari perjalanan yang sulit ke ibu kota sementara Chongqing, di mana mereka nyaris tidak lolos dari kematian dan pemerkosaan beberapa kali. Jatuhnya Tiongkok Daratan ke tangan Partai Komunis Tiongkok di tahun 1949, membuat keluarga Chen kembali mengungsi, kali ini ke Taiwan. Ia lalu menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Percobaan Universitas Taipei dan Sekolah Menengah Atas Perempuan Pemerintah Daerah Taipei, sebelum akhirnya menikah di tahun 1959 dengan penulis Ma Senqing[3] (bercerai di tahun 1964).[4] Chen mulai menulis pertama kali pada saat pelarian keluarganya ke Taiwan, dalam cerita pendek bertajuk "Xiao Ching Yang Malang". Karya resmi pertamanya berjudul Chuang Wai (窗外), atau dalam Bahasa Indonesia berarti "Jendela"; karya ini diterbitkan di tahun 1963 dan diambil dari pengalamannya jatuh cinta dengan guru bahasanya. Chuang Wai dengan cepat menjadi populer dan menjadi penanda Chiung Yao memulai karir kesusastraannya.[5][3][6] Banyak dari novelnya merupakan kumpulan dari cerita bersambung di majalah Crown yang diterbitkan Ping Hsin-tao, dimana Ping kemudian menjadi suami Chiung. Kolaborasi keduanya melahirkan banyak novel, serial televisi maupun film yang konsepnya disusun bersama oleh mereka.[6] Novel percintaan Chiung Yao diterima dengan sangat baik di Taiwan saat pertama kali diterbitkan, dan pada tahun 1990-an dia juga merupakan salah satu penulis terlaris di Tiongkok daratan.[7] Adaptasi filmnya pada tahun 1970-an sering menampilkan Brigitte Lin, Joan Lin, Charlie Chin, dan/atau Chin Han, yang saat itu secara bersama-sama dikenal sebagai "Dua Lin dan Dua Chin". Karya Chiung Yao banyak yang menampilkan cerita melodrama percintaan yang terkesan menguras air mata,[8][9] relasi yang seringkali menabrak batas-batas budaya,[6] dan menggunakan dialog yang panjang.[10] Hal ini mencerminkan jenis kelamin sang penulisnya maupun target pembacanya yang kebanyakan perempuan.[11] KaryaBanyak karya sang penulis yang sudah diubah menjadi film ataupun serial. Di Indonesia, novel karangan Chiung Yao maupun serial yang diadopsi darinya baru muncul di pertengahan 1990-an, seiring maraknya serial silat (wuxia) di televisi. Meskipun cerita Chiung tidak berkaitan dengan silat atau kungfu, namun latar belakang waktu dan tempatnya yang banyak diambil pada Tiongkok pra-modern membuat karyanya cukup dikenal saat itu. Adapun novelnya diterjemahkan dan diterbitkan mayoritas oleh Gramedia Pustaka Utama, sedangkan serialnya muncul di berbagai saluran TV nasional. Berikut beberapa novel Chiung Yao (dan tahun penerbitannya) yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia:
Selain itu, adaptasi serial Putri Huan Zhu bagian ketiga (baik buku dan serialnya muncul di tahun 2003) juga pernah ditayangkan di Indosiar, meskipun bukunya belum diterjemahkan sampai saat ini. KematianPada 4 Desember 2024, Chiung Yao ditemukan tewas dengan catatan bunuh diri di kediamannya di Distrik Tamsui, Kota New Taipei, Taiwan. Polisi setempat memastikan bahwa tidak ada intervensi eksternal dalam kematiannya.[12] Dalam catatan bunuh dirinya, dia menggambarkan kematiannya sebagai "tersandung", mengungkapkan keinginannya untuk menghindari penderitaan penyakit, dan menulis, "Saya sudah cukup hidup, tanpa penyesalan".[13] Dia berusia 86 tahun. Referensi
Pranala luar
|