Setelah lulus dari pusat pendidikan torpedo dan pusat pendidikan artileri angkatan laut, ia dipromosikan sebagai pembantu letnan dan ditugaskan di kapal tempur Aki dan kemudian di Kirishima, dan Sugi. Penugasan pertama kali sebagai komandan adalah di Kisaragi pada 15 Desember 1917.
Nagumo lulus dari Akademi Militer Angkatan Laut dan naik pangkat menjadi mayor laut pada tahun 1920. Kekhususannya di bidang strategi kapal perusak dan torpedo. Dari 1920 hingga 1921, ia ditugaskan sebagai nakhoda Momi. Namun tidak lama kemudian ditarik ke darat untuk menjabat beberapa posisi di Markas Besar Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Ia naik pangkat sebagai letnan kolonel pada tahun 1924. Dari 1925 hingga 1926, Nagumo ikut serta dalam delegasi Jepang ke Eropa dan Amerika Serikat yang ditugaskan belajar mengenai peralatan, taktik, dan strategi perperangan angkatan laut.
Sekembalinya di Jepang, Nagumo bertugas sebagai instruktur Akademi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dari 1927-1929. Ia dinaikkan pangkat lagi menjadi kolonel laut pada November 1929, dan ditugaskan sebagai komandan kapal penjelajah ringan Takao dari 1933 hingga 1934. Penugasan berikut adalah di Yamashiro dari 1934 hingga 1935. Kenaikan pangkat menjadi laksamana muda diperolehnya pada 1 November 1935.
Sebagai laksamana muda, Nagumo ditugaskan sebagai komandan Divisi VIII Kapal Penjelajah berada di Laut Kuning untuk mendukung pergerakan militer Angkatan Darat Kekaisaran Jepang di Cina. Sebagai perwira pimpinan "Faksi Armada", karier Nagumo yang cemerlang adalah berkat dukungan dari para petinggi militer satu faksi.
Dari 1937 hingga 1938, ia ditugaskan sebagai Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan Torpedo yang berlanjut dengan penugasan sebagai Komandan Divisi III Kapal Penjelajah. Nagumo naik pangkat sebagai laksamana madya pada 15 November 1939. Dari bulan November 1940 hingga April 1941, ia ditugaskan sebagai Komandan Akademi Angkatan Laut.
Secara fisik dan mental, ketika menjabat Panglima Tertinggi Armada Udara I, Nagumo sudah tua. Tubuhnya sudah lama menderita artritis yang mungkin disebabkan masa mudanya sebagai atlet kendo yang aktif. Secara mental, ia telah menjadi perwira yang sangat berhati-hati dalam setiap tindakan yang diambil. Setiap operasi militer dilakukan dengan lebih dulu merancang strategi secara terinci.[4]
Laksamana Nishizo Tsukahara merasa ragu dengan kecakapan Nagumo, dan berkomentar, "Nagumo adalah seorang perwira dari mahzab lama, spesialis torpedo dan manuver kapal laut.... Ia sama sekali tidak tahu soal kemampuan dan potensi penerbangan angkatan laut." Di rumah juga tidak ada pujian yang diberikan oleh keluarganya. Salah seorang dari dua putranya menggambarkan Nagumo sebagai ayah yang suka memikir-mikirkan hal-hal yang sedih, dan terobsesi (kemudian kecewa) memasukkan putra-putranya ke angkatan laut untuk mengikuti jejak sang ayah. Namun sebaliknya, perwira junior asuhan Nagumo memandangnya sebagai tokoh kebapakan.[5]
Walaupun kurang pengalaman di bidang penerbangan angkatan laut, Nagumo gigih dalam menganjurkan penggabungan kekuatan udara dan laut. Ia juga menentang usul Laksamana Isoroku Yamamoto untuk menyerang Amerika Serikat di Pearl Harbor.[6] Ketika menjadi panglima Armada Udara I, Nagumo menjadi saksi keberhasilan serangan Jepang atas Pearl Harbor. Namun kemudian ia dikritik karena tidak melancarkan serangan gelombang ketiga,[7] yang berpotensi menghancurkan gudang penyimpanan bahan bakar dan fasilitas bengkel angkatan laut. Bila Jepang melakukan serangan gelombang ketiga, Pearl Harbor sebagai pangkalan utama Amerika Serikat di Pasifik kemungkinan dapat dinetralisir. Setelah serangan Jepang, Pearl Harbor masih dapat berfungsi, dan digunakan sebagai pangkalan kapal selam dan markas intelijen yang menjadi penyebab utama kekalahan Jepang.[8]
Pada akhir penugasannya di Samudra Hindia, total kapal-kapal musuh yang menjadi korban armada Nagumo adalah lima kapal tempur, satu kapal induk, dua kapal penjelajah, tujuh kapal perusak, lusinan kapal pedagang, kapal angkut, dan berbagai jenis kapal lainnya. Ia juga berhasil menembak jatuh ratusan pesawat-pesawat terbang Sekutu dari enam negara. Penghancuran pelabuhan-pelabuhan Sekutu oleh armada Nagumo juga menggagalkan atau memperlambat operasi militer Sekutu. Semua itu dicapainya hanya dengan kehilangan beberapa lusin penerbang.[5]
Walaupun demikian, prestasi hampir sempurna Nagumo berakhir dalam Pertempuran Midway. Empat kapal induk tenggelam dalam Gugus Tugas Penyerang Kapal Induk yang dipimpinnya, dan merupakan awal kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik. Tewasnya penerbang dalam jumlah besar terbukti sangat melemahkan kekuatan angkatan laut Jepang dalam pertempuran-pertempuran berikutnya.
Seusai Pertempuran Midway, Nagumo menerima penugasan baru sebagai Panglima Tertinggi Armada Ketiga Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dan sebagai komandan kapal-kapal induk di kampanye Guadalkanal. Namun armada yang dipimpinnya tidak berhasil memperoleh kemenangan. Kalau dihitung-hitung di kemudian hari, tindakannya banyak memboroskan kekuatan angkatan laut Jepang.
Akhir hayat
Pada 11 November 1942, Nagumo mendapat penugasan baru di Jepang, sebagai komandan Distrik Angkatan Laut Sasebo. Ia kemudian dipindahkan ke Distrik Angkatan Laut Kure pada 21 Juni 1943. Dari Oktober 1943 hingga Februari 1944, ia ditugaskan kembali sebagai Panglima Tertinggi Armada I Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, tetapi waktu itu sebagian besar hanya melakukan tugas-tugas pelatihan.
Setelah situasi perang makin memburuk bagi Jepang, Nagumo sekali lagi menerima penugasan tempur. Kali ini ia diberangkatkan ke Kepulauan Mariana pada 4 Maret 1944. Tugasnya sebagai Panglima Tertinggi Armada Udara 14 Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang hanya berumur pendek, dan pada saat yang bersamaan menjadi Panglima Tertinggi Armada Kawasan Pasifik Tengah yang juga sama pendek umurnya.
Penyerbuan Amerika Serikat ke Saipan dimulai 15 Juni 1944. Hanya dalam beberapa hari, Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di bawah pimpinan Laksamana Madya Jisaburo Ozawa kewalahan dalam menghadapi Armada V Amerika Serikat dalam Pertempuran Laut Filipina yang sangat menentukan kalah-menang dalam Perang Pasifik. Jepang menderita kerugian sekitar 500 pesawat terbang. Nagumo dan rekannya dari angkatan darat, Jenderal Yoshitsugu Saito ditugaskan mempertahankan Saipan dari serangan Amerika Serikat tanpa mendapatkan pasukan bantuan. Pada 6 Juli 1944, dalam tahap akhir Pertempuran Saipan, Nagumo bunuh diri dengan menembakkan pistolnya ke arah pelipis. Jenazahnya ditemukan di sebuah gua oleh anggota Korps Marinir Amerika Serikat. Di dalam gua tersebut, ia menghabiskan hari-hari terakhirnya sebagai komandan tentara Jepang yang mempertahankan Saipan.[9] Pangkatnya dinaikkan secara anumerta menjadi laksamana.
Makam Nagumo terletak di sub-kuil Ōbai-in Engaku-ji di Kamakura, di sebelah makam putranya, Susumu Nagumo, yang gugur dalam pertempuran di kapal perusak Kishinami pada tanggal 4 Desember 1944.
^Klemen, L. "Vice-Admiral Chuichi Nagumo". Forgotten Campaign: The Dutch East Indies Campaign 1941–1942. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-30.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Blair, Clay, Jr. Silent Victory (Lippincott, 1975); Willmott, H. P. Barrier and the Javelin (United States Naval Institute Press, 1983); Holmes, W. J. Double-Edged Secrets (United States Naval Institute Press, 1979).