Pertempuran Saipan
Pertempuran Saipan adalah sebuah pertempuran di teater Pasifik selama Perang Dunia II yang terjadi di pulau Saipan yang merupakan bagian dari kepulauan Mariana. Pertempuran ini terjadi antara Amerika Serikat dan Jepang dari tanggal 15 Juni 1944 sampai tanggal 9 Juli 1944. Tentara Amerika Serikat dapat menaklukan tentara Jepang yang dikomando oleh Yoshitsugu Saito. Latar belakangDalam kurun tahun 1943 dan paruh pertama 1944, Sekutu telah merebut Kepulauan Solomon, Kepulauan Gilbert, Kepulauan Marshall dan Semenanjung Papua New Guinea, menyisakan Jepang dengan Filipina, Kepulauan Caroline, Kepulauan Palau dan Kepulauan Mariana. Amerika sebenarnya sengaja ingin melewatkan Carolines dan Palaus untuk langsung merebut Marianas dan Taiwan. Dari tempat ini basis kedua komunikasi antara tanah air Jepang dan pasukan Jepang di selatan dan barat bisa dipotong. Selain itu, jika Amerika berhasil menguasai Marianas, Jepang akan lebih mudah dijangkau dengan serangan udara mengandalkan jenis baru Boeing B-29 Superfortress jarak jauh bomber dengan radius operasional dari 1.500 mil (2.400 km). Meski bukan bagian dari rencana awal Amerika, Douglas MacArthur, komandan Asia Pasifik Barat Daya, mendapat izin untuk merengsek maju melalui Nugini dan Morotai, menuju Filipina. Ini memungkinkan MacArthur untuk mewujudkan janjinya membebaskan Filipina, yang tercantum dalam pidato "I Shall Return"nya. Hal ini juga memungkinkan penggunaan pasukan dalam jumlah besar di Pasifik Barat Daya. Jepang, yang sudah mengira serangan akan terjadi di sekitar perbatasan perimeternya, segera bersiap untuk serangan di Kepulauan Caroline. Untuk pergantian dan suplai, mereka membutuhkan superioritas laut dan udara. Sehingga Operation A-Go, dilancarkan pada bulan Juni 1944. Korban sipilSebagai wilayah bekas Spanyol dan kemudian Jerman, Liga Bangsa Bangsa menjadikan Saipan wilayah mandat Jepang setelah Perang Dunia Pertama, sehingga banyak sekali penduduk sipil Jepang di sana, sekitar 25.000. Setelah pertempuran, Amerika Serikat kemudian mendirikan kamp tahanan sipil pada tanggal 23 Juni 1944, yang dipenuhi 1.000 orang. Listrik dibiarkan menyala pada malam hari untuk menarik perhatian penduduk sipil Jepang lainnya dengan janji tiga kali makan tiap hari dan tidak akan ditembak selama perang terjadi. Ketakutan penduduk Jepang akan terbujuk dengan perlakuan baik dari Amerika Serikat, Jepang melancarkan propaganda pidato Kaisar Hirohito untuk menghasut mereka untuk bunuh diri saat kedatangan Amerika Serikat. Kepada penduduk yang mati selama pertempuran, dijanjikan tempat yang sama seperti tentara Jepang di kehidupan setelah kematian nanti. Pesan propaganda ini sempat ditahan oleh Jenderal Hideki Tōjō pada 30 Juni, namun akhirnya disampaikan juga. Saat Tentara Amerika sampai di Saipan, 1.000 penduduk Jepang terlanjur bunuh diri. Mereka yang tinggal di dekat tebing, melompat dan tewas. Tempat ini kini dikenal dengan nama Tebing Bunuh Diri atau Tebing Banzai. Salah satu sebab banyaknya bunuh diri adalah karena ditakut-takuti mitos bahwa tentara Amerika Serikat akan memutilasi mereka saat tertangkap. Pertempuran jarak dekat membuat korban sipil banyak berjatuhan. Mereka sulit dibedakan dengan tentara Jepang. Salah satu teknik yang menimbulkan banyak korban sipil adalah pembersihan bungker perlindungan dengan peledak berkekuatan tinggi dan ditambahkan cairan mudah terbakar. Daftar pustaka
Pranala luar
Referensi
|