Calotes adalah sebutan khusus untuk beraneka jenis kadal/bengkarung yang memiliki kemampuan mengubah warna kulitnya.[1] Secara umum, istilah "bunglon" digunakan untuk menyebut kadal-kadal dari suku Iguania termasuk Iguanidae, agamidae dan chamaeleonidae.[2]
Istilah dalam bahasa Inggris adalah Chameleon atau Chamaeleon.[3][4][5] Akan tetapi, istilah dalam bahasa Inggris tersebut lebih sering digunakan untuk menyebut jenis-jenis dari suku Chamaeleonidae. Untuk istilah bunglon dalam bahasa Indonesia lebih cocok diterjemahkan dengan istilah calotes, karena kadal jenis chameleonidae tidak ditemukan di kawasan Indonesia.[6]
Bunglon menyebar sangat luas mulai dari sebagian Asia bagian selatan, hingga kepulauan Nusantara. Di Indonesia sendiri, istilah bunglon digunakan untuk menyebut beberapa spesies dari marga Bronchocela Sp., misalnya bunglon surai.[7]
Pengenalan
Hampir semua jenis bunglon memiliki persamaan fisik dan sifat berikut:[8]
Kepala dengan bentuk bersudut.
Kulit kasar
Kelopak mata berukuran besar
Mampu berubah warna
Perubahan warna dan mekanismenya
Keistimewaan bunglon adalah dapat mengubah-ubah warna (bahkan juga kombinasi warna) kulit luarnya. Setiap jenis bunglon setidaknya memiliki beberapa warna dasar mulai dari hijau tua, hijau muda, kuning, merah, oranye, cokelat, abu-abu, pink, sian, bahkan ungu. Beberapa spesies bahkan memiliki kombinasi dari beberapa warna tersebut. Hal ini membuat bunglon menjadi salah satu kelompok kadal paling berwarna-warni di dunia.[9]
Mekanisme perubahan warna tersebut disebabkan karena zat nanokristal di permukaan kulitnya yang dapat memantulkan cahaya. Warna dari cahaya yang terpantul ini ditentukan oleh ruang dinamis antar-nanokristal tersebut. Hal ini pun juga mempengaruhi pigmen warna asli kulit bunglon yang terlihat oleh mata manusia atau hewan lain yang melihat bunglon tersebut. Sehingga, warna dan kombinasi warna dari kulit bunglon yang terlihat setiap waktu mungkin bisa berubah-ubah.[9]
Fungsi dari perubahan warna
Bunglon mengubah-ubah warna kulitnya untuk menyamarkan diri dengan lingkungannya, yaitu dengan mengubah warna kulitnya menyerupai warna tempat ia berdiri atau benda di dekatnya. Tetapi, bunglon juga mengubah warna kulitnya untuk menunjukkan reaksi atas perubahan suhu atau intensitas cahaya di sekitarnya atau untuk menunjukkan suasana hatinya. Biasanya setiap spesies memiliki tujuan mengubah warna kulit yang berbeda-beda. Ekspresi perubahan warna juga digunakan bunglon jantan ketika ada bunglon lain di wilayah kekuasaannya atau untuk memikat bunglon betina ketika musim kawin. Pada kasus pertikaian dua bunglon jantan, kombinasi warna cerah adalah tanda bahwa bunglon tersebut memiliki kekuasaan di tempat itu, sedangkan kombinasi warna kusam adalah tanda bahwa buglon menyerah.[10][11]
Lain-lain
Pada jenis-jenis dari suku Chamaeleonidae, memiliki keistimewaan lain berupa bola mata yang dapat diputar-putar menghadap ke depan, samping, atas, bawah, belakang, dengan putaran sebesar 360°. Bunglon juga memiliki pengelihatan yang tajam. Selain itu, sebagian besar spesies memiliki lidah yang sangat panjang dan lengket. Lidah ini digunakan untuk menangkap serangga yang sedang terbang atau hinggap di dekatnya. Makanan utama bunglon adalah serangga. Bunglon menangkap serangga dengan cara membuka mulut lalu menjulurkan lidah panjangnya yang dilapisi zat lengket ke arah sasarannya, lalu serangga tersebut menempel di lidah bunglon tersebut yang kemudian ditarik kembali ke mulutnya. Jarak jangkauan lidah bunglon adalah dua pertiga panjang seluruh badannya. Beberapa jenis bahkan memiliki lidah yang lebih panjang dari panjang total badannya. Bunglon yang dapat berubah warna menjadi merah saat di kata-katain dinamakan bunglon Pakur.[12][13]
^"Bunglon surai". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2019-08-14.
^Klaver, C.; Böhme, W. (1986). "Phylogeny and classification of the Chamaeleonidae (Sauria) with special reference to hemipenis morphology". Bonner Zoologische Monographien. 22: 1–64.
^Ott, M.; Schaeffel, F.; Kirmse, W. (1998). "Binocular vision and accommodation in prey-catching chamaeleons". Comparative Physiology A. 182 (3): 319–330. doi:10.1007/s003590050182.
^Higham, T. E.; Anderson, C. V. (2014), "Function and adaptation of chameleons", dalam Tolley, K. A.; Herrel, A., The Biology of Chameleons, Berkeley, CA: University of California Press, hlm. 63–83
^Hartmann T, Geissler P, Poyarkov NAJ, Ihlow F, Galoyan EA, Rödder D, Böhme W. (2013). A new species of the genus Calotes Cuvier, 1817 (Squamata: Agamidae) from southern Vietnam. Zootaxa3599 (3): 246–260.
Herrel, A.; Meyers, J. J.; Nishikawa, K. C.; De Vree, F. (2001). "Morphology and histochemistry of the hyolingual apparatus in chameleons". Journal of Morphology. 249: 154–170. doi:10.1002/jmor.1047. PMID11466743.