Dalam sistem persinyalan kereta api, istilah blok bergerak memiliki makna blok yang dibentuk secara real time oleh komputer untuk menentukan zona aman di sekitar kereta api. Sistem blok bergerak membutuhkan informasi yang akurat mengenai lokasi dan kecepatan semua kereta api pada waktu tertentu, serta komunikasi berkelanjutan antara sistem persinyalan pusat dan sistem persinyalan di kabin kereta. Blok bergerak memungkinkan jarak antar kereta (headway) yang lebih dekat, tanpa mengorbankan aspek keselamatan. Dengan demikian kapasitas keseluruhan jalur dapat meningkat.
Agar sistem ini dapat bekerja, dibutuhkan Sistem Kendali Kereta Berbasis Komunikasi (CBTC) atau Transmission Based Signaling (TBS) untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai keberadaan kereta pada waktu tertentu. Sistem kemudian memroses data yang didapat, kemudian mentransmisikan kembali informasi ke kereta yang bersangkutan dalam bentuk kecepatan operasi yang diizinkan.[1] Informasi tentang lokasi kereta dapat dikumpulkan melalui detektor aktif dan pasif yang dipasang di sepanjang lintasan, beserta takometer dan speedometer yang dimiliki oleh kereta. Sistem GPS berbasis satelit tidak digunakan karena tidak dapat bekerja ketika kereta berada di dalam terowongan.
Penerapan
Lintas perkotaan
Blok bergerak digunakan pada beberapa jalur London Underground, termasuk jalur Victoria, Jalur Jubilee, dan Jalur Utara serta Docklands Light Railway.[2][3] BMT Canarsie Line di New York City Subway (L train), Tren Urbano (Puerto Rico),[4] jalur MRT Singapura Utara, Timur Laut, Lingkar, dan Pusat Kota, dan SkyTrain Vancouver, juga menggunakan sistem persinyalan blok bergerak. Sistem ini juga digunakan oleh Hong Kong MTR, di jalur West Rail dan jalur Ma On Shan.
Di Indonesia, sistem blok bergerak sudah diterapkan di jalur MRT Jakarta dan rencananya akan diterapkan pula di jalur LRT Jabodebek.[5]
Antarkota
Teknologi ini seharusnya menjadi teknologi yang digunakan untuk modernisasi jalur West Coast Main Line Inggris, memungkinkan kereta berjalan dengan kecepatan maksimum yang lebih tinggi (230 km/jam). Karena teknologi persinyalan ini dianggap belum cukup matang untuk melayani jalur dengan banyak persimpangan, rencana itu akhirnya dibatalkan.[6]
Referensi