Barlian
Kolonel Inf. (Purn.) H. Barlian Bin H. Senapi Anggur (23 Juli 1922 – 24 September 1975) adalah salah satu mantan Panglima Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya sekaligus pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia pernah terlibat dalam awal pembentukan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).[1] Barlian membentuk Dewan Garuda di Sumatera Selatan pada Januari 1957, tetapi beliau memilih bersikap netral terhadap konflik pemerintah pusat dan PRRI. Hal ini untuk menghindari Sumatera Selatan menjadi medan pertempuran. Masa kecil dan pendidikanAyahnya bernama H. Senapi bin Anggur (1890-1969) dan ibunya Hj. Renimpan binti Kenadjib (1889-1985). Barlian merupakan anak ketiga dari 7 bersaudara, lahir di Tanjung Sakti, Lahat, Sumatera Selatan pada tanggal 23 Juli 1922. Tanjung Sakti sendiri adalah desa kecamatan yang indah dikelilingi perbukitan yang menghijau. Letaknya sekitar 10 km dari kota Pagaralam di kaki Gunung Dempo. Tahun 1929, Barlian dan kakaknya yang bernama Ramli, diantar oleh ayah mereka ke Bengkulu. Waktu itu Barlian baru berumur 7 tahun dan kakaknya berumur 11 tahun. Mereka berdua tinggal dirumah teman ayahnya yang bernama Demang Toha dan dimasukkan ke Sekolah HIS (Hollands Indlandsche School), tamat tahun 1937. Setamat dari HIS, Barlian melanjutkan pendidikannya ke Sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Malang dan tamat pada tahun 1941. Kemudian ke Sekolah Dagang Menengah (Handels Collegium Douwes Dekker) di Bandung tahun 1942, tetapi tidak melanjutkan karena Perang Pasifik (Perang Asia Timur Raya) pecah. Barlian juga mengikuti Sekolah Latihan Pegawai (Shonan Koa Kunrenzjo) di Singapura pada tahun 1942. Kemudian bekerja di Kantor Residen Bengkulu sebagai Calon Wedana pada tahun 1943.[2] Karier militerPada bulan Maret 1943, Jepang berusaha membentuk satuan militer yang dipimpin oleh orang-orang pribumi. Satuan militer pribumi itu dibentuk karena situasi Perang Pasifik menjadi semakin gawat. Tentara Sekutu telah mulai melancarkan serangan balasannya terhadap Tentara Jepang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Tentara Sekutu akan menyerbu Indonesia. Selain itu, Jepang tidak mungkin lagi menambah jumlah tentaranya dengan orang-orang Jepang karena personilnya sudah disebar ke seluruh wilayah Asia Pasifik, maka dari itu Pemerintahan Militer Jepang di Sumatra memutuskan membentuk Giyugun (Tentara Sukarela) dan kesempatan itu pun segera diambil oleh Barlian. Dan Barlian pun beserta para pemuda dari Sumatera Selatan yang telah lulus seleksi pendaftaran Giyugun di daerah masing-masing dikirim ke Kota Pagaralam, Sumatera Selatan untuk mengikuti pendidikan militer di Giyugun Kanbu Kyoiku dari tanggal 12 Desember 1943 sampai dengan bulan April 1944. Selulusnya dari sana, Barlian memperoleh pangkat Giyu-Shoi (Letnan Dua) dan bertugas menjadi Komandan Seksi Mortir hingga Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Pasca proklamasi kemerdekaan, Barlian bergabung kedalam BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang kelak menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) sebagai Ketua BKR di Bengkulu dan tidak lama kemudian saat BKR berganti nama menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) maka Barlian menjadi Komandan TKR Karesidenan Bengkulu dengan pangkat Mayor hingga pada puncaknya menjadi Panglima KDM IV/Sriwijaya periode 1956–1958 dengan pangkat Kolonel serta pensiun pada tanggal 31 Desember 1958. Riwayat Jabatan Militer
Kepangkatan
Kehidupan PribadiPada 15 Juni 1946 Barlian menikah dengan Suwela, yang lahir di Manna, Bengkulu Selatan pada 14 Agustus 1928. Suwela merupakan anak ketiga dari 9 bersaudara, anak dari pasangan Demang Bachsir bin Abdul Haris (1898-1950, menjabat sebagai Bupati Bengkulu Selatan periode 1948-1950) dan Hj. Halimah binti Tubagus Hasbullah Sastraatmadja (1902-1986). Barlian dan Suwela dikaruniai 10 orang anak yaitu: Poppy Ferial, Emir Feisal, Syah Rizal, Lydia Leili, Riza Ridwan, Dina Emeralda, Delia Devi, Mona Magnolia, Fil Athur dan Fathir Haris. PenghargaanSatyalantjana Kesetiaan 1 Oktober 1953, ttd. Djuanda Medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia 5 Oktober 1954, ttd. Mr. Ali Sastroamidjojo Tanda Djasa Pahlawan Perdjoangan Gerilja 17 Agustus 1958, ttd. Soekarno Satyalantjana Peristiwa Perang Kemerdekaan kesatu 17 Agustus 1958, ttd. Djuanda Satyalantjana Peristiwa Perang Kemerdekaan kedua 17 Agustus 1958, ttd. Djuanda Anggota Dewan Kehormatan Corps Sriwidjaja 5 Maret 1967, ttd. Makmun Murod Piagam Penghargaan Komando Daerah Militer II/SWJ 13 Februari 2023, ttd. Hilman Hadi, SIP.MBA.MHan. Setelah pensiun di usia yang sangat muda yaitu 37 tahun, Barlian bergiat di bidang sosial dan kemasyarakatan antara lain menjadi :
Disamping beliau sebagai Direktur Utama PT Pelita Upaya, joint venture dengan Jepang antara lain dibidang pengadaan dan eksportir aspal Buton. Pada tahun 1973, Barlian dan Suwela menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Keluarga Barlian menghabiskan waktunya di kediamannya di Jalan Tanjung, Menteng Jakarta Pusat. KematianBarlian meninggal bersama istrinya Suwela Bachsir pada tanggal 24 September 1975 dalam kecelakaan pesawat terbang Fokker F28 milik Garuda Indonesia Airways jurusan Jakarta-Palembang dan kemudian mereka dimakamkan secara militer dengan upacara kemiliteran yang dipimpin oleh Letnan Jenderal TNI Alamsyah Ratu Perwiranegara di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak Jakarta. Akan tetapi pada tahun 1979 atas permintaan dari DPRD dan Pemda Sumatera Selatan (melalui Gubernur Sainan Sagiman) serta didukung oleh keputusan Pangdam IV/Sriwijaya Brigadir Jenderal TNI Try Sutrisno, sekaligus memimpin upacara kemiliteran yang kedua kalinya, kerangka jenazah mereka dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Ksatria Ksetra Siguntang, Palembang, Sumatera Selatan. Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia