Ay
Ay adalah seorang firaun dinasti ke-18 Mesir Kuno. Ia berkuasa selama empat tahun (kemungkinan 1323–1319 SM[1] atau 1327–1323 SM, tergantung kronologi mana yang dipakai), meskipun ia adalah penasihat dekat dua atau tiga fir'aun sebelumnya. Ay juga merupakan kekuatan dibalik takhta Tutankhamun. Prenomen Ay atau nama kerajaan - Kheperkheperure - yang berarti "Keabadian adalah manifestasi dari Ra" sementara nama lahirnya Ay it-netjer dibaca sebagai "Ay yaitu Ayah dari Dewa. Catatan dan monumen yang berhubungan dengan Ay jarang ditemui. Hal ini disebabkan karena masa kekuasaannya yang singkat. Selain itu, Horemheb (penerusnya) melancarkan damnatio memoriae terhadapnya dan fir'aun lain yang berhubungan dengan periode Amarna yang tak populer. AsalAy diduga berasal asli Mesir dari Akhmim. Selama masa pemerintahannya yang singkat, ia membangun sebuah kapel pemotong batu di Akhmim dan mendedikasikannya kepada dewa setempat disana: Min. Ia kemungkinan adalah putra Yuya, yang bekerja sebagai anggota imamat Min di Akhmin serta pengawas ternak dikota ini dan istri Tjuyu.[2] Jika demikian, Ay bisa saja memiliki hanya setengah darah Mesir dan setengah Suriah karena nama Yuya tidak biasa di Mesir dan sugestif dari latar belakang asing.[3] Yuya adalah seorang bangsawan yang berpengaruh di istana kerajaan Amenhotep III yang diberi hak istimewa yang memiliki makam yang dibangun untuknya di Lembah Para Raja kemungkinan karena ia adalah ayahanda Tiye, Ratu Amenhotep. Ada juga kesamaan yang dicatat di dalam kemiripan fisik monumen yang dikatikan dengan Ay dan orang-orang dari mumi Yuya, dan keduanya memiliki nama dan gelar yang serupa.[4] Periode AmarnaSemua yang diketahui secara pasti adalah bahwa pada saat ia diizinkan membangun sebuah makam untuk dirinya sendiri (Makam Selatan 25) di Amarna dimasa pemerintahan Akhenaten, ia telah mencapai gelar "Mandor dari seluruh kuda Yang Mulia", pangkat tertinggi di dalam divisi pasukan kereta tempur yang elit, yang berada di bawah pangkat Jenderal.[5] Sebelum promosi ini ia tampaknya ia lebih dahulu menjadi komandan pasukan daripada pengawas kuda "biasa", gelar yang ditemukan di dalam sebuah kotak yang diduga adalah bagian dari perabot asli untuk makamnya.[6] Gelar lainnya yang tercantum di dalam makam ini termasuk, pembawa kipas disisi kanan raja, Jurur Tulis Raja yang disayang, dan Ayah dari Dewa. 'pembawa kipas disisi kanan raja' merupakan sebuah posisi yang sangat penting, dan dianggap bahwa pembawa kipas memiliki 'telinga' pemimpin. Yang terakhir Ayah dari Dewa gelar yang paling cocok untuk Ay, yang kemudian dimasukkan kedalam nama kerajaan ketika ia menjadi Firaun.[6] Gelar ini bisa berarti bahwa ia adalah ayah mertua dari Firaun yang menunjukkan bahwa ia adalah putra dari Yuya dan Tjuyu, sehingga menjadikannya saudara tiri Tiye, kakak ipar Amenhotep III dan pamanda Akhenaten dari pihak ibundanya. Jika Ay adalah putra Yuya, yang menjadi perwira militer senior dimasa pemerintahan Amenhotep III, maka ia mulai mengikuti jejak ayahnya, akhirnya mewarisi fungsi militer ayahandanya setelah kematiannya. Atau bisa juga berarti bahwa ia mungkin telah memiliki seorang putri yang menikah dengan Firaun Akhenaten, mungkin menjadi ayah dari istri Akhenaten Nefertiti. Pada akhirnya tidak ada bukti definitif yang membuktikan hipotesis itu.[7] Kedua teori tersebut tidak saling eksklusif, tetapi hubungan tersebut akan menjelaskan status Ay yang dinaikkan selama masa selingan Akhenaten Amarna, ketika keluarga kerajaan berpaling dari dewa-dewa tradisional Mesir dan bereksperimen, selama dua belas tahun atau lebih, dengan monotheisme; Ay tampaknya menjadi penganutnya di bawah pemerintahan Akhenaten. Himne Besar ke Aten juga ditemukan di dalam makam Amarnanya yang dibangun ketika ia bekerja di bawah Akhenaten. Sangat memungkinkan bahwa hal ini diperlukan oleh Akhenaten, meskipun tidak terbukti bahwa Ay setuju dengan keputusan Akhenaten untuk mempromosikan Aten dari segala dewa. Hal ini menunjukkan bahwa ia percaya pada revolusi keagamaan Akhenaten. Istrinya Tey berasal dari rakyat jelata namun diberikan gelar Perawat Istri Firaun yang Agung.[7] Jika ia adalah ibunda Nefertiti ia diharapkan memiliki gelar kerajaan Ibunda Istri yang Agung Firaun sebaliknya, jika Ay adalah ayahanda Nefertiti, maka Tey adalah ibu tirinya.[7] Di dalam beberapa makam kapel Amarna ada seorang wanita yang namanya dimulai dengan "Mut" yang memiliki gelar Saudari Istri Firaun yang Agung. Ini juga bisa diartikan putri Ay dan istrinya Tey, dan diketahui bahwa ahli warisnya Horemheb menikahi seorang wanita yang bernama Mutnodjimet.[8] TutankhamunPemerintahan Ay didahului oleh Raja Tutankhamun, yang naik tahta pada usia delapan atau sembilan tahun, pada masa perselisihan besar di antara monoteisme baru dan politeisme kuno. Ia dibantu di dalam tugas-tugasnya sebagai raja dengan dua penasihat terdekat pendahulunya: Wazir yang Agung Ay dan Jenderal Horemheb. Pada masa kesembilan tahun pemerintahan Tutankhamun, sebagian besar di bawah pengarahan Ay, yang melihat kembali secara bertahap dewa-dewa kuno dan dengan itu pemulihan kekuasaan imamat Amun yang telah kehilangan pengaruh mereka di bawah kekuasaan Akhenaten. Ilmuwan Mesir yang bernama Bob Brier menduga bahwa Ay membunuh Tutankhamun untuk menyerap kekuasaannya, sebuah klaim yang datang dari hasil pemeriksaan X-ray tubuhnya yang dilakukan pada tahun 1968. Ia juga menuduh bahwa Ankhesenamun dan Pangeran bangsa Het yang akan menikah dengannya juga dibunuh atas perintahnya.[9] Teori pembunuhan ini tidak diterima oleh semua ulama, dan CT-scan mumi yang lebih rinci lagi dilakukan oleh National Geographic (yang diterbitkan pada akhir tahun 2005) yang menyatakan bahwa Tutankhamun tidak meninggal dari pukulan ke kepalanya seperti yang diteorikan oleh Brier. Para peneliti forensik di National Geographic sebaliknya menyajikan sebuah teori baru bahwa Tutankhamun meninggal dari sebuah infeksi yang disebabkan oleh tulang yang patah dikakinya karena ia kerap digambarkan berjalan dengan tongkat karena spina bifida, sebuah penyakit turun temurun yang berasal dari keluarga ayahandanya.[10] Fragmen tulang yang ditemukan di tengkorak Tutankhamun yang paling masuk akal adalah akibat dari kerusakan post-mortem yang disebabkan oleh pemeriksaan awal Howard Carter pada raja kecil tersebut "karena mereka tidak menunjukkan bukti pelumuran dengan cairan pembalseman yang digunakan untuk mengawetkan Firaun setelah meninggal."[11] Namun Brier telah menyatakan bahwa fragmen tulang pada tengkorak tersebut tidak relevan dengan masalah apabila Tutankhamun mati terbunuh, mengakui bahwa kemungkinan tersebut disebabkan oleh pembalseman. Bukti Brier yang ia sajikan atas pembunuhan adalah sebuah tempat gelap yang terdapat pada dasar tengkorak yang menunjukkan adanya pukulan di atas kepala. Dr. Gerald Irwin setuju dengan Brier pada titik ini. ("The Murder of Tutankhamen" (March, 1999) ISBN 0-425-16689-9) Bila hasil pemeriksaa CT-Scan telah diterbitkan, banyak ilmuwan menerima temuannya, tetapi beberapa masih percaya pada misteri kematian Tutankhamun jauh pada penyelesaian dan terus mendukung teori pembunuhan yang lebih tua. Ada berbagai buku yang baru-baru ini diterbitkan mengenai teori pembunuhan asli dan sengketa kesimpulan yang dicapai oleh Tim CT scan, meskipun juga mengutip cara lain pembunuhan, seperti keracunan.[12][13] Pada tahun 2010, sebuah tim yang dipimpin oleh Zahi Hawass melaporkan bahwa ia telah meninggal dari suatu komplikasi yang disebabkan oleh malaria dan penyakit Köhler namun tim lainnya dari Bernhard Noct Institute untuk Tropical Medicine di Hamburg percaya bahwa kematiannya disebabkan oleh penyakit sel sabit.[14] Tutankhamun sangat mungkin meninggal akibat penyakit tersebut, yang dikombinasikan dengan infeksi pada lututnya. Ay juga dikebumikan di dalam makam yang ditujukan untuk Tutankhamun di Barat Lembah Para Raja (KV 23), dan Tutankhamun dimakam yang ditujukan untuk Ay di Timur Lembah Para Raja (KV 62). Memimpin sebagai FiraunKematian Tutankhamun pada usianya yang kedelapan belas atau sembilan belas tahun, bersama dengan kegagalannya menghasilkan ahli waris, meninggalkan kekosongan kekuasaan yang dengan cepat diisi oleh Wazir yang Agung Ay: Ay digambarkan melakukan sebuah ritual pemakaman bagi raja yang telah mangkat dan mengasumsikan peran sebagai ahli waris. Alasan di mana Ay dengan sukses mengklaim kekuasaan tidak sepenuhnya jelas. Komandan pasukan, Horemheb, sebenarnya telah ditunjuk sebagai "idnw" atau "Wakil Tuan dari Dua Wilayah" di bawah kekuasaan Tutankhamun dan diduga menjadi ahli waris raja kecil.[15] Tampaknya Horemheb telah kalah kuat untuk menguasai tahta dengan Ay yang menikahi Ankhesenamun, janda Tutankhamun, dengan upaya untuk melegitimasikan klaimnya atas tahta. Ay sudah pasti adalah seorang tokoh yang kuat: ia akrab dengan pusat kekuasaan politik diistana kerajaan selama 25 tahun di bawah baik Tutankhamun dan Akhenaten. Namun ini mungkin masih belum cukup untuk melegitimasikan klaim tahtanya di dalam masyarakat Mesir kuno yang sangat hirarkis, jika ia lahir bukan sebagai anggota kerajaan terutama pada saat pergolakan di dalam negeri tanpa pernikahannya dengan janda Tutankhamun. Karena ia telah berusia senja pada aksesinya, Ay memerintah Mesir dengan haknya sendiri hanya selama empat tahun saja. Selama periode ini, ia mengkonsolidasikan kembali tradisi agama kuno dan ia telah diinisiasikan sebagai penasihat senior dan membangun sebuah kuil makam di Medinet Habu untuk dirinya sendiri. Sebuah prasasti di Nakhtmin (Berlin 2074), seorang perwira militer di bawah kekuasaan Tutankhamun dan Ay—yang dipilih Ay sebagai ahli warisnya— bertanggal Tahun 4, IV hari Akhet 1 dimasa pemerintahan Ay.[16] Epitome Manetho menyatakan panjangnya pemerintahan 4 tahun dan 1 bulan untuk Horemheb dan ini biasanya ditugaskan untuk Ay berdasarkan Tahun 4 ini tanggal di atas prasasti tersebut; namun sekarang diyakini bahwa angka tersebut harus ditingkatkan satu dekade untuk [1]4 tahun dan 1 bulan dan dikatikan dengan Horemheb daripada yang dimaksudkan Manetho. Oleh karena itu, panjang pemerintahan Ay yang tepat tidak diketahui dan ia bisa memerintah selama 7 sampai 9 tahun karena sebagian besar monumen dan kuil makamnya di Medinet Habu dihancurkan atau dirampas oleh penggantinya, Horemheb. Suksesi KerajaanSebelum kematiannya, Ay menunjuk Nakhtmin untuk menggantikannya sebagai Firaun. Namun rencana Ay untuk suksesi berjalan tidak lancar karena Horemheb-lah yang menjadi raja terakhir Dinasti kedelapan belas bukan Nakhtmin. Fakta bahwa Nakhtmin adalah pewaris Ay yang terpilih sangat terlihat pada sebuah prasasti yang diukir pada patung pemakaman Nakhtmin dan istrinya yang kemungkinan dibuat dimasa pemerintahan Ay. Nakhtmin jelas-jelas diberikan gelar rpat (Putra Mahkota) dan zA nzw (Putra Raja).[17] Satu-satunya kesimpulan yang dapat ditarik disini adalah bahwa Nakhtmin adalah salah satu anak angkat Ay dan bahwa Ay mempersiapkan Nakhtmin sebagai ahli warisnya daripada Horemheb. Ilmuwan Mesir Aidan Dodson dan Dyan Hilton mengamati patung tersebut:
AkibatTampaknya bahwa salah satu usaha Horemheb sebagai Firaun adalah menghilangkan semua referensi untuk percobaan monoteistik, sebuah proses termasuk menghapuskan nama pendahulu langsungnya, terutama Ay, dari catatan sejarah. Horemheb menodai pemakaman Ay dan memiliki sebagian besar cartouche kerajaan Ay di dalam lukisan-lukisan dinding makamnya WV23 dihapus dan sarkofagusnya dipecahkan menjadi sejumlah fragmen.[19] Namun tutup sarkofagus yang ditemukan pada tahun 1972 oleh Otto Schaden, Ilmuwan Mesir dari Amerika Serikat yang membuka makam KV63 di Lembah Para Raja pada tahun 2006. Masih ada cartouche Ay yang diawetkan. Sarkofagus itu telah terkubur di bawah puing-puing di dalam makam raja ini.[20] Horemheb juga merebut kuil makam Ay di Medinet Habu untuk digunakan sendiri. Uvo Hölscher (1878–1963) yang menggali kuil tersebut diawal tahun 1930 memberikan keterangan-keterangan yang menarik mengenai keadaan kuil makam Ay-Horemheb:
KeluargaAy dipercaya adalah putra Yuya dan Thuya, dna menjadikannya saudara Ratu Tiye, istri Amenhotep III, dan imamat Amun, Anen. Oleh karena itu ia adalah pamanda firaun-firaun Akhenaten dan Smenkhkare. Istrinya yang diasumsi adalah Iuy, ibunda Nakhtmin, ahli waris yang ditunjuk oleh Ay. Istrinya yang Agung adalah Tey, inang pengasuh Ratu Nefertiti. Ay dipercaya sebagai ayahanda Ratu Nefertiti, istri Akhenaten, dan Mutbenret atau Mutnodjmet tergantung dari bagaimana nama itu dibaca, Mutnodjmet menjadi istri Horemheb. Ibunda mereka mungkin adalah "Penyanyi pujian Isis Min" Iuy, yang dikenal sebagai ibunda Nakhtmin, ahli waris Ay, dan yang dianggap anak. Oleh karena itu ia dianggap sebagai kakek Ratu Meritaten, Meketaten, Ratu Ankhesenamun, Neferneferuaten Tasherit, Neferneferure dan Setepenre. Di dalam FiksiAy muncul sebagai karakter utama di dalam trilogi novel-novel Mesir kuno P. C. Doherty, An Evil Spirit Out of the West, The Season of the Hyaena dan The Year of the Cobra. Ia juga merupakan karakter di dalam novel sejarah Mika Waltari The Egyptian dan Wolfgang Hohlbein Die Prophezeihung (The Prophecy). Ia juga merupakan karakter utama di dalam novel terlaris Michelle Moran Nefertiti. Ay adalah tokoh jahat di dalam novel remaja Lucile Morrison tahun 1937 The Lost Queen of Egypt. Ia juga muncul sebagai tokoh jahat di dalam komik serial Lucien de Gieter Papyrus (buku ketujuh belas di dalam serial: Tutankhamun, the assassinated pharaoh). Novel Kerry Greenwood, "Out of the Black Land" menggambarkannya sebagai seorang penjahat yang serakah yang hanya mengejar kekayaan sebagai tujuan utamanya. Referensi
Pranala luar |