Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia." Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. (Yohanes 6:32–35)[3]
Injil Yohanes tak memasukkan catatan soal pemberkatan roti pada Perjamuan Terakhir seperti dalam injil-injil sinoptik seperti Lukas 22:19. Meskipun demikian, amanat tersebut sering kali ditafisrkan sebagai ajaran mengenai Perjamuan Kudus yang sangat berpengaruh dalam tradisi Kristen.[4]
Meredith J. C. Warren dan Jan Heilmann menyangkal penafsiran Ekaristi terhadap ayat tersebut. Warren berpendapat bahwa ayat tersebut menunjukkan tradisi Mediterania kuno menyenai hidangan pengurbanan yang mengidentifikasikan tokoh utama dengan ilahi.[5]
Heilmann berpendapat bahwa pencitraan menyantap daging Yesus dan meminum darah-Nya bertentangan dengan latar kiasan pembentuk.[6]
Dalam konteks Kristologi, pemakaian sebutan Roti Hidup mirip dengan Terang Dunia dalam Yohanes 8:12 dimana Yesus berkata: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup."[7] Anggapan tersebut timbul pada tema Kristologi dari Yohanes 5:26 dimana Yesus menyatakan bahwa "Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri".[7][8] Pengucapan alternatif "roti Allah" muncul dalam Yohanes 6:33.[3]