Aliivibrio fischeri
Aliivibrio fischeri (yang juga disebut Vibrio fischeri ) adalah sebuah bakteri Gram-negatif berbentuk batang yang banyak ditemukan secara global di lingkungan perairan air laut .[2] A. fischeri memiliki sifat bercahaya (karena memiliki senyawa bioluminesensi), dan banyak ditemukan dalam simbiosis-nya dengan berbagai hewan laut, seperti dengan cumi-cumi bobtail Hawaii . Bakteri ini juga bersifat heterotrofik, oksidase-positif, dan motil karena memiliki aktivitas flagela-nya yang berkutub polar tunggal.[3] Sel A. fischeri yang hidup bebas dapat bertahan hidup dengan memanfaatkan bahan organik yang membusuk . Kemudian, secara umum bakteri ini juga pertama merupakan kunci organisme dalam penelitian untuk analisis bioluminesensi pada mikroba, kedua adalah dalam penginderaan kuorum (quorum sensing), dan terakhir dalam hal simbiosis antara bakteri-hewan.[4][5] Kemudian, bila dibahas mengenai perbandingan rRNA dari bakteri ini, sebenarnya merupakan penyebab dari terjadinya proses reklasifikasi spesies ini dari genus Vibrio ke Aliivibrio yang baru dibuat pada tahun 2007.[6] Namun sebenarnya perubahan nama tersebut masih banyak tidak diterima secara umum oleh sebagian besar peneliti, yang dapat dilihat bahwa masih ada yang menggunakan nama Vibrio fischeri dalam penelitiannya (yang dapat dicari di Google Cendekia pada tahun 2018-2019). GenomGenom A. fischeri sudah berhasil disekuensing secara keseluruhan pada tahun 2004 [7] dan diketahui terdiri dari dua kromosom, dengan satu kromosom berukuran lebih kecil (memiliki 1,3 juta pasang basa) dan satunya berukuran lebih besar (dengan ukuran 2,9 juta pasang basa), sehingga total genomnya menjadi 4,2 Mbp. A. fischeri juga memiliki kandungan G + C yang paling rendah jika dibandingkan dengan 27 spesies Vibrio lainnya, tetapi masih memiliki hubungan kekerabatan yang paling dekat dengan spesies yang memiliki tingkat patogenisitas tinggi seperti V. cholerae. [7] Terakhir, genom A. fischeri juga diketahui membawa elemen genetik yang bergerak . EkologiA. fischeri terdistribusi secara global di lingkungan laut yang memiliki iklim sedang (temperat) dan subtropis . Mereka dapat ditemukan dalam kondisi mengambang bebas di lautan, serta memiliki keterkaitan dengan hewan laut, sedimen, dan materi yang membusuk. Sampai sekarang, A. fischeri paling banyak dipelajari sebagai simbion hewan laut, seperti pada cumi-cumi dari genus Euprymna dan Sepiola, di mana A. fischeri dapat ditemukan di organ penghasil cahaya/fotofor cumi-cumi tersebut.[8] Hubungan ini paling baik dilihat karakterisasinya pada cumi-cumi bobtail Hawaii ( Euprymna scolopes ), di mana A. fischeri adalah satu-satunya spesies bakteri yang menghuni organ penghasil cahaya cumi-cumi tersebut.[9] Simbiosis dengan Cumi-Cumi Bobtail HawaiiSeperti yang sudah dikatakan, kolonisasi A.fischeri pada organ penghasil cahaya/fotofor pada cumi-cumi bobtail Hawaii saat ini banyak dipelajari sebagai model sederhana untuk simbiosis mutualistik, karena hanya mengandung dua spesies dan A.fischeri dapat dengan mudah dibudidayakan di laboratorium serta dimodifikasi secara genetik. Fungsi utama dari simbiosis mutualisme ini adalah kemampuan A.fischeri yang dapat mengkolonisasi organ penghasil cahaya/fotofor di cumi-cumi dan mengeluarkan cahaya di malam hari, yang dapat berfungsi sebagai kamuflase counter-illumination bagi cumi-cumi dan mencegah membentuk bayangan di dasar laut, sehingga tidak dapat terdeteksi oleh predatornya dan dapat melindungi diri. Kolonisasi A. fischeri umum terjadi pada cumi-cumi yang masih muda/remaja (juvenile) dengan cara menginduksi perubahan morfologi pada organ penghasil cahaya/fotofor pada cumi-cumi tersebut. Menariknya, perubahan morfologi tertentu yang dibuat oleh A. fischeri tidak akan terjadi ketika mikroba tidak dapat bercahaya, menunjukkan bahwa bioluminesensi (dijelaskan di bawah) benar-benar penting untuk proses simbiosis. Dalam proses kolonisasi, sel- sel bersilia di dalam fotofor (organ penghasil cahaya) hewan secara selektif akan menarik bakteri simbiosis. Sel-sel ini akan menginduksi pertumbuhan simbion dan secara aktif menolak kompetitor. Bakteri ini kemudian akan menyebabkan sel-sel ini mati begitu organ penghasil cahaya ini sudah cukup terkolonisasi. Selain itu, organ penghasil cahaya pada cumi-cumi tertentu mengandung pelat reflektif yang dapat memperkuat dan mengarahkan cahaya yang dihasilkan, karena keberadaan protein yang di dalamnya yang dikenal sebagai protein reflektin . Mereka dapat mengatur cahaya untuk kamuflase kontra-iluminasi, yang membutuhkan intensitas yang sesuai dengan permukaan laut bagian atas.[10] Contohnya adalah cumi-cumi sepiolid yang dapat mengeluarkan 90% bakteri simbionnya di organ penghasil cahayanya setiap pagi dalam proses yang dikenal sebagai peristiwa "ventilasi". Proses ventilasi ini kemudian juga diperkirakan dapat menjadi sumber dari kolonisasi A.fischeri tersebut pada cumi-cumi yang baru menetas. BioluminesensiBioluminesensi yang ada pada A. fischeri secara spesifik dapat terjadi karena proses transkripsi lux operon, yang diinduksi melalui penginderaan kuorum (quorum sensing) yang perlu mencapai tingkat yang optimal (jumlah populasi tertentu) untuk mengakitfkan lux operon tersebut dan baru pada akhirnya merangsang produksi cahaya.[2] Selain itu, terdapat ritme sirkadian pula untuk mengontrol ekspresi cahaya, di mana pendaran akan jauh lebih terang di siang hari dan lebih redup di malam hari, seperti yang diperlukan untuk kamuflase. Sistem luciferin - luciferase yang ada di bakteri ini dikodekan oleh sekelompok gen yang diberi label <i id="mwiQ">lux</i> operon . Pada A. fischeri, diketahui terdapat lima gen seperti itu ( luxCDABEG ) yang telah diidentifikasi aktif dalam kemampuannya mengeluarkan emisi cahaya tampak, dan dua gen lainnya ( luxR dan luxI ) diketahui berperan dalam pengaturan operon . Penelitian juga menyebutkan bahwa beberapa faktor eksternal dan internal tampaknya juga dapat menginduksi atau menghambat proses transkripsi kumpulan gen ini dan dapat memproduksi atau mengurangi emisi cahaya yang dihasilkan. Selanjutnya adalah pembahasan A. fischeri yang merupakan salah satu dari banyak spesies bakteri yang umumnya dapat membentuk hubungan simbiosis dengan organisme laut.[11] Organisme laut yang mengandung bakteri biasanya menggunakan bioluminesensi dengan beberapa tujuan, yang pertama untuk dapat menemukan pasangan, kedua adalah untuk menangkal predator, kemudian menarik mangsa, ataupun juga untuk berkomunikasi dengan organisme lain.[12] Sebagai gantinya, organisme tempat bakteri tersebut hidup dapat memberi lingkungannya yang kaya akan nutrisi yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembang di dalamnya.[13] Hal selanjutnya yang penting dari bioluminesens adalah operon lux yang merupakan sebuah fragmen yang berukuran 9 kilobase dari genom A. fischeri yang mengontrol bioluminesensi melalui aktivitas katalitik dari enzim luciferase.[14] Operon ini memiliki urutan gen yang diketahui berasal dari luxCDAB (F) E, di mana luxa dan luxB mengkodekan subunit protein dari enzim luciferase, sedangkan luxCDE mengkodekan kompleks reduktase asam lemak, yang membuat asam lemak menjadi diperlukan untuk mekanisme luciferase. Kemudian terdapat luxC yang berperan dalam mengkodekan enzim asil-reduktase, lalu luxD untuk mengkodekan asil-transferase, dan luxE yang dapat membuat protein yang dibutuhkan untuk enzim asil-protein sintetase. Enzim luciferase dapat menghasilkan cahaya biru/ hijau melalui oksidasi mononukleotida flavin yang tereduksi dan aldehida rantai panjang oleh oksigen diatomik . Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:[15]
Mononukleotida Flavin yang tereduksi (FMNH) yang diperlukan untuk reaksi diatas disediakan oleh gen fre, yang juga disebut sebagai luxG . Letak gen tersebut pada A. fischeri adalah tepat di sebelah luxE yaitu dari dari urutan 1042306 hingga 1048745 [1] Sedangkan untuk menghasilkan aldehida yang dibutuhkan dalam reaksi di atas, dibutuhkan tiga enzim tambahan dalam produksinya. Selanjutnya, asam lemak yang dibutuhkan untuk reaksi diambil dari jalur biosintesis asam lemak dengan menggunakan enzim asil-transferase. Prosesnya adalah Asil-transferase akan bereaksi dengan asil- ACP untuk melepaskan R-COOH, yang merupakan sebuah asam lemak bebas. Nantinya, R-COOH akan direduksi oleh sistem dua enzim tertentu menjadi aldehida. Reaksinya adalah berikut:[13]
Quorum SensingSalah satu sistem utama yang mengontrol bioluminesensi melalui regulasi operon lux adalah quorum sensing, sebuah sistem yang lestari di banyak spesies mikroba yang mengatur ekspresi gen sebagai respons terhadap jumlah populasi/konsentrasi bakteri tertentu. Quorum sensing akan berfungsi dengan adanya produksi suatu <i>autoinducer</i>, yang biasanya merupakan suatu molekul organik kecil, yang dihasilkan oleh setiap sel individu. Saat populasi sel meningkat, maka ingkat autoinduser juga akan meningkat, dan protein spesifik yang meregulasi transkripsi gen akan mengikat senyawa autoinduser ini dan mengubah ekspresi gen tersebut. Sistem ini yang akan memungkinkan sel mikroba untuk "berkomunikasi" satu sama lain dan mengontrol perilaku seperti aktivitas luminesensi, yang membutuhkan sel dalam jumlah besar untuk menghasilkannya.[16] Pada A. fischeri sendiri, terdapat dua sistem quorum sensing yang utama, yang masing-masing merespons pada lingkungan yang sedikit berbeda. Sistem yang pertama biasanya disebut sebagai sistem lux, karena sistem ini dikodekan di dalam operon lux, dan menggunakan autoinducer 3OC6-HSL.[17] Protein LuxI akan mensintesis sinyal ini (30C7-HSL), yang kemudian akan dilepaskan dari sel. Kemudian sinyal tersebut akan berikatan dengan protein LuxR, yang meregulasi ekspresi dari banyak gen yang berbeda, tetapi paling dikenal dalam aktivitasnya meningkatkan regulasi gen yang terlibat dalam bioluminesensi.[18] Sistem yang kedua, biasanya disebut sebagai sistem ain, karena menggunakan senyawa autoinducer berupa C8-HSL, yang diproduksi oleh protein AinS. Sama dengan sistem lux, senyawa autoinducer C8-HSL dapat meningkatkan aktivasi LuxR. Selain itu, C8-HSL dapat mengikat regulator transkripsi lain, yaitu LitR, yang dapat memberikan sistem quorum sensing pada ain dan lux yang sedikit berbeda (khususnya target genetik yang berbeda).[19] Target genetik yang berbeda dari sistem ain dan lux sangat penting bagi mikroba, dikarenakan kedua sistem ini merespons lingkungan seluler yang berbeda, sehingga dapat menyesuaikan dengan lingkungan yang tersedua. Sistem ain mengatur transkripsi sebagai respons terhadap lingkungan dengan kepadatan sel yang rendah, yang akan berakibat pada tingkat produksi luminesensi yang lebih rendah dan juga bahkan mengatur proses metabolisme seperti sakelar asetat .[20] Di sisi lain, sistem quorum sensing lux terjadi sebagai respons terhadap kepadatan sel yang tinggi, yang berakibat pada tingkat produksi luminesensi yang lebih tinggi, serta juga mengatur transkripsi gen lain, seperti QsrP, RibB, dan AcfA.[21] Kedua sistem quorum sensing tersebut penting untuk kolonisasi cumi-cumi dan dalam meregulasi berbagai faktor kolonisasi di dalam bakteri tersebut.[18] Transformasi alamiTransformasi bakteri alami adalah suatu proses adaptasi yang berguna untuk mentransfer DNA dari satu sel individu ke sel lainnya. Transformasi alami dalam A.fischeri telah dibuktikan melalui penelitian dan eksperimen , yang di dalamnya termasuk tentang pengambilan dan penggabungan DNA eksogen ke dalam genom resipien/penerimanya .[22] Proses ini dinyatakan membutuhkan induksi oleh kitoheksaosa dan kemungkinan besar aktivitas ini diatur oleh gen tfoX dan tfoY . Fungsi dari transformasi alami A. fischeri adalah memfasilitasi transfer gen mutan antar strain dengan cepat dan sekaligus menyediakan cara yang berguna untuk manipulasi genetik spesies ini dalam eksperimen di laboratorium. Status mikrobaPada tahun 2014, Senator Negara Bagian Hawaii Glenn Wakai mengajukan SB3124 untuk mengusulkan Aliivibrio fischeri sebagai mikroba negara dari negara bagian Hawaii .[23] Terdapat RUU lain yang bersamaan ingin menjadikan sebuah bakteri lain, yaitu Flavobacterium akiainvivens sebagai mikroba dari negara bagian Hawaii tersebut, tetapi keduanya tidak ada yang lolos. Kemudian pada tahun 2017, Undang-Undang yang mirip dengan RUU 2013 tentang F. akiainvivens kembali diajukan di Dewan Perwakilan Rakyat Hawaii oleh Isaac Choy [24] dan di Senat Hawaii oleh Brian Taniguchi .[25] Daftar sinonim
Lihat juga
Referensi
Pranala luar |