Ritme sirkadian adalah proses internal dan alami yang mengatur siklus tidur-bangun yang diulangi kira-kira setiap 24 jam.[1] Ini dapat merujuk pada proses biologis yang menampilkan osilasiendogen, entrainable sekitar 24 jam. Ritme 24 jam ini digerakkan oleh jam sirkadian, dan proses ini telah diamati secara luas pada tanaman, hewan, jamur, dan cyanobacteria.[2]
Istilah sirkadian berasal dari bahasa Latin; circa, yang berarti "sekitar" (atau "kira-kira"), dan diēm, yang berarti "hari". Studi formal tentang ritme biologis sementara, seperti ritme harian, pasang surut, mingguan, musiman, dan tahunan, disebut kronobiologi. Proses dengan osilasi 24 jam lebih umum disebut ritme diurnal; sebenarnya, hal tersebut tidak dapat disebut dengan ritme sirkadian kecuali sifat endogennya telah dikonfirmasi.[3]
Sejarah
Catatan mengenai proses sirkadian dapat dirunut dari abad ke-4 SM, ketika Androsthenes, seorang kapten kapal yang bekerja di bawah kekuasaan Alexander Agung, menggambarkan gerakan diurnal dari daun pohon pohon asam.[4] Pengamatan terhadap proses sirkadian atau diurnal pada manusia disebutkan dalam teks-teks medis Cina yang berasal dari sekitar abad ke-13, termasuk Pedoman Siang dan Malam Hari and the Ritme Mnemonic untuk Membantu Seleksi Acu-point Menurut Siklus Diurnal, Hari-Hari Dalam Sebulan, dan Musim-Musim Dalam Setahun.[5]
Pengamatan tentang osilasi sirkadian endogen yang pertama tercatat adalah yang dilakukan oleh ilmuwan Prancis Jean-Jacques d'Ortous de Mairan pada tahun 1729. Ia mencatat bahwa pola 24 jam pada gerakan daun tanaman putri malu terus berlanjut bahkan ketika tanaman disimpan dalam kegelapan konstan, pada percobaan pertama untuk mencoba membedakan jam endogen dari tanggapan menuju rangsangan sehari-hari.[6][7]
Pada tahun 1896, Patrick dan Gilbert mengamati bahwa selama periode berkepanjangan dari deprivasi tidur (proses kekurangan tidur), terjadi kenaikan dan penurunan rasa kantuk dengan jangka waktu sekitar 24 jam.[8] Pada tahun 1918, J.S. Szymanski menunjukkan bahwa hewan mampu menjaga pola aktivitas 24 jam tanpa adanya isyarat eksternal seperti cahaya dan perubahan suhu.[9] Pada awal abad ke-20, ritme sirkadian diperhatikan dalam ritme waktu makan lebah. Percobaan yang lebih luas dilakukan oleh Auguste Forel, Ingeborg Beling, dan Oskar Wahl untuk melihat apakah irama ini disebabkan oleh jam endogen. [butuh rujukan]Ron Konopka dan Seymour Benzer mengisolasi jam mutan pertama di Drosophila pada awal 1970-an dan memetakan "periode" gen, komponen genetik pertama yang ditemukan dari jam sirkadian.[10]Joseph Takahashi menemukan 'jam gen' mamalia pertama (CLOCK) menggunakan tikus pada tahun 1994.[11][12]
Istilah "sirkadian" diciptakan oleh Franz Halberg pada akhir 1950-an.[13]
Kriteria
Untuk dapat disebut sirkadian, suatu ritme/irama biologis harus memenuhi empat kriteria umum:
Ritme tersebut berulang satu kali sehari (suatu ritme memliliki periode 24 jam). Agar dapat melacak waktu dalam sehari, jam harus berada di titik yang sama pada waktu yang sama setiap hari, misalnya berulang setiap 24 jam.
Ritme tersebut bertahan tanpa adanya isyarat eksternal (endogen). Ritme tersebut tetap dalam kondisi konstan dengan jangka waktu sekitar 24 jam. Alasan dari kriteria ini adalah untuk membedakan ritme sirkadian dari tanggapan sederhana ke isyarat eksternal sehari-hari. Suatu ritme tidak dapat dikatakan endogen, kecuali telah diuji dalam kondisi tanpa masukan/input periodik eksternal.
Ritme tersebut dapat disesuaikan agar sesuai dengan waktu setempat (entrainable). Ritme tersebut dapat diatur ulang dengan pemaparan terhadap rangsangan eksternal (seperti cahaya dan panas), sebuah proses yang disebut entrainment. Alasan dari kriteria ini adalah untuk membedakan ritme sirkadian dari ritme 24 jam endogen bayangan lainnya yang kebal pengaturan ulang terhadap isyarat eksternal, dan dengan demikian tidak memenuhi tujuan memperkirakan waktu setempat. Perjalanan melintasi zona waktu menggambarkan kemampuan dari jam biologis manusia untuk menyesuaikan diri dengan waktu setempat; seseorang biasanya akan mengalami jet lag sebelum entrainment pada jam sirkadian disinkronkan dengan waktu setempat.
Ritme tersebut mempertahankan periodisitas sirkadian pada rentang suhu fisiologis, ritme tersebut menunjukkan kompensasi suhu. Beberapa organisme hidup dalam berbagai suhu, dan perbedaan energi panas akan mempengaruhi kinetika dari semua proses molekul dalam sel. Guna melacak waktu, jam sirkadian pada organisme harus mempertahankan periodisitas sekitar 24 jam meskipun kinetiknya berubah, suatu hal yang dikenal sebagai kompensasi suhu.
Masalah Terkait
Ritme sirkadian ini memengaruhi pola tidur atau yang lebih dikenal dengan siklus tidur-bangun. Kurang tidur atau pola tidur yang buruk dapat berdampak signifikan pada berbagai fungsi penting sehari-hari. Konsolidasi memori, penyembuhan tubuh, dan regulasi metabolisme terjadi selama siklus tidur. Siklus tidur-bangun ini dapat memengaruhi kebiasaan makan, pencernaan, suhu tubuh, pelepasan hormon, dan fungsi tubuh lainnya. Efek merugikan pada tidur dapat berdampak negatif pada kemampuan seseorang untuk berfungsi dengan baik dan dapat menyebabkan banyak gangguan. Berbagai kondisi kesehatan kronis yang terkait dengan ritme tidak teratur termasuk diabetes, obesitas, depresi, gangguan bipolar, gangguan afektif musiman, dan gangguan tidur lainnya.[14]
^Danchin, Antoine. "Important dates 1900–1919". HKU-Pasteur Research Centre. Paris. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2003-10-20. Diakses tanggal 2008-01-12.
^"Gene Discovered in Mice that Regulates Biological Clock". Chicago Tribune. 29 April 1994.
^Vitaterna MH; King DP; Chang AM; et al. (April 1994). "Mutagenesis and mapping of a mouse gene, Clock, essential for circadian behavior". Science. 264 (5159): 719–25. doi:10.1126/science.8171325. PMID8171325.Parameter |author-separator= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Koukkari, W.L.; Sothern, R.B. (2006) Introducing Biological Rhythms. Springer, New York
Martino, T.; Arab, S.; Straume, M.; Belsham, Denise D.; et al. (April 2004). "Day/night rhythms in gene expression of the normal murine heart". Journal of Molecular Medicine. 82 (4): 256–64. doi:10.1007/s00109-003-0520-1. PMID14985853.
Tomita, J.; Nakajima, M.; Kondo, T.; Iwasaki, H. (Januari 2005). "No transcription-translation feedback in circadian rhythm of KaiC phosphorylation". Science. 307 (5707): 251–4. Bibcode:2005Sci...307..251T. doi:10.1126/science.1102540. PMID15550625.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Moore-Ede, Martin C.; Sulzman, Frank M.; Fuller, Charles A. (1982). The Clocks that Time Us: Physiology of the Circadian Timing System. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press. ISBN0-674-13581-4.
Rodrigo G, Carrera J, Jaramillo A (2007). "Evolutionary mechanisms of circadian clocks". Central European Journal of Biology. 2 (2): 233–253. doi:10.2478/s11535-007-0016-z.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)