Jalur kereta api lintas Surabaya
Jalur kereta api lintas Surabaya adalah jalur kereta api yang mengitari wilayah Kota Surabaya, Jawa Timur. Seluruh jalur kereta api ini termasuk dalam Daerah Operasi VIII Surabaya dan KAI Commuter. Jalur ini dibina oleh Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Surabaya dalam Direktorat Jenderal Perkeretaapian.[1] Jalur ini merupakan kumpulan dari banyak segmen jalur kereta api yang melayani kereta api antarkota, lokal, maupun komuter di lintas kereta api dalam kota Surabaya juga melayani kereta api lokal maupun komuter menuju berbagai tujuan di Gerbangkertosusila beserta Jawa Timur bagian utara, selatan, dan timur. SejarahAwal pembangunanPembangunan jalur kereta api lintas Surabaya dimulai dari pembangunan jalur kereta api yang digunakan untuk angkutan barang, yakni jalur cabang dari Stasiun Surabaya Kota menuju Pelabuhan Ujung, yang dibangun oleh Staatsspoorwegen (SS). Rencana proyek tersebut digagas pada 1883, bersama dengan jalur kereta api Cilacap–Yogyakarta dan rencana segmen Cilacap–Cicalengka. Berhubung masalah keuangan dan teknis, survei rencana jalur kereta api SS untuk rute Semarang–Willem I–Purworejo, serta calon jalur SS di timur Probolinggo, dihentikan berdasarkan perintah menteri, sementara Menteri Urusan Jajahan, Bloemen Waanders, memberitahukan Gubernur Jenderal pada Agustus 1883 bahwa ia telah menghapusnya dari APBN 1884, dan memilih menetapkan biaya untuk pembangunan jalur Surabaya–Ujung (semula anggaran untuk proyek-proyek ini dihapus pada APBN 1883 karena Perang Aceh, anjloknya harga kopi, dan upah pekerja proyek).[2] Meski rencana ini sempat dibatalkan, David Maarschalk dan J. Groll tidak patah semangat. Pada 29 Januari 1884, di hadapan Indisch Genootschap, Maarschalk mengembangkan gagasan baru mengenai jalur kereta api tersebut. Hal ini memicu kontroversi panas di media, bahkan dibahas beberapa kali dalam sidang Tweede Kamer yang berlangsung alot. Namun, Menteri Urusan Jajahan, Van Bloemen Waanders, menolak berpartisipasi, dan memilih mengundurkan diri saat hendak melengkapi berkas-berkasnya agar disetujui oleh Tweede Kamer. Penggantinya, J.P. Sprenger van Eyk, justru mendorong agar SS segera melaksanakan proyek Surabaya–Ujung dan Cilacap–Yogyakarta. Setelah melalui perdebatan sengit dalam sidang Tweede Kamer, akhirnya disetujuilah dana tersebut, sehingga Menteri dapat memasukkan dalam Staatsblad No. 110 dan 111 tertanggal 20 Juli 1884 tentang pembangunan jalur kereta api Surabaya–Ujung dan Yogyakarta–Cilacap dengan cabang dari Kutoarjo ke Purworejo. Ternyata, jalur yang lebih dahulu dibangun di Surabaya justru bukan Surabaya–Ujung, melainkan Surabaya–Kalimas (Kalimas Barat), yang otomatis terintegrasi dengan Pelabuhan Tanjung Perak. Jalur ini panjangnya 5 km dan dibuka 1 Januari 1886.[2] Sehubungan dengan perkembangan kawasan pelabuhan di Surabaya, disahkan undang-undang tanggal 22 Juli 1899 (Indische Staatsblad No. 272) yang memerintahkan pembangunan jalur kereta api pelabuhan di tepi timur Kalimas. Pembangunan jalur kereta api ini akan membangun stasiun barang terpadu yang diberi nama Station Fort Prins Hendrik (sekarang Stasiun Benteng), yang terletak di atas bekas Fort Prins Hendrik; panjangnya sekitar 4 km; juga membangun jalur menuju Bandaran (sekarang jalur tersebut mengarah ke depot minyak Pertamina Bandaran) Jalur ini selesai pada tanggal 1 Juli 1901.[2] Dalam perkembangannya, Madoera Stoomtram Maatschappij (Madoera Tram/MT) ikut mengembangkan Stasiun Fort Prins Hendrik.[3] Menjelang pertengahan dekade 1920-an, kebutuhan akan kereta api yang dapat berjalan langsung menuju Kalimas akhirnya terwujud dengan dibangunnya viaduk dan jembatan kereta api di rute Sidotopo–Kalimas. Beberapa viaduk di sekitar Stasiun Surabaya Kota pun dibangun, mulai dari viaduk Ngaglik, Gembong, Undaan, Sulung, Kapasan, Tugu Pahlawan, dan Pasar Turi. Selain itu, juga dibangun Stasiun Mesigit yang baru (Nieuw Missigit) untuk melayani angkutan dan juga untuk pengendalian perjalanan kereta api. Pada tahun 1926, dilaporkan bahwa proyek viaduk tersebut hampir rampung.[4] Pada 28 Oktober 1926, jalur viaduk ini resmi dibuka.[5] PascakemerdekaanRentetan peristiwa pertempuran SurabayaPada 15 November 1945, surat kabar The Argus mengabarkan bahwa, pasukan Inggris dan India (Gurkha) berhasil menguasai salah satu stasiun dan beberapa gedung pemerintahan di pusat Kota Surabaya. Di sepanjang segmen Kalimas–Surabaya Kota–Benteng terutama pada lintas Kalimas–Surabaya Kota, pertempuran sengit antara pasukan Indonesia melawan pasukan Inggris dan India berlangsung.[6] Rangkaian pengeboman dahsyat dan serangan strafing udara dari pesawat-pesawat Thunderbolt RAF, rentetan tembakan artileri dan mortir, serta tank-tank Stuart yang membantu mengambankan situasi berhasil membuat pasukan gurkha bergerak sejauh 500 yard dan melintasi railbed (tubuh jalan kereta api). Pasukan Indonesia yang diperkuat dengan artileri dan mortir memberikan perlawanan balasan dari bunker-bunker perlindungan udara yang dibangun sebelum kedatangan Jepang. Ketika pasukan gurkha mundur dan mengakses jembatan kereta api di atas Sungai Kalimas dekat Stasiun Surabaya Kota, pasukan Indonesia menyerbu dengan serangan bunuh diri. Sayangnya, mereka terjebak dalam tembakan dari senapan mesin hingga menewaskan 60 orang pejuang dan melukai beberapa diantaranya.[6] Kini, jejak pertempuran tersebut masih dapat dilihat bekasnya pada jembatan kereta api di Sungai Kalimas di dekat stasiun ini. Jejak-jejak tersebut ialah adanya rangka jembatan yang penyok akibat hantaman Peluru Shrapnel.[6] Pembangunan jalan pintas Pasarturi–GubengPembangunan jalur ini dimulai pada tahun 2007 dengan melihat analisis kegiatan langsiran di Stasiun Sidotopo yang melewati permukiman padat penduduk serta analisis dalam memudahkan pergerakan kereta api dari kedua stasiun utama di Surabaya tersebut.[7] Uji coba terhadap jalur ini telah direncanakan oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian pada bulan April 2011, namun belum ada layanan reguler yang dijalankan di jalur ini.[8] Saat ini kereta api penumpang yang dilayani di jalur ini adalah Jayabaya (per 18 Oktober 2014[9]), Commuter Line Arjonegoro (1 April 2015[10]), Commuter Line Sindro (10 Februari 2021[11]), Blambangan Ekspres (2 Desember 2022), dan Pandalungan (1 Juni 2023). Meskipun demikian, jalur pintas Surabaya Pasarturi–Surabaya Gubeng masih diklasifikasikan sebagai jalur percabangan dari lintas timur Pulau Jawa karena prioritas terhadap layanan kereta api antarkota sangat sedikit dan memprioritaskan untuk layanan KA lokal dan komuter yang menghubungkan Sidoarjo dengan Jawa Timur bagian barat melalui pusat kota Surabaya. Daftar segmen
Jalur terhubungLintas aktifLintas nonaktifTrem Surabaya (hanya melayani pindah moda) Layanan kereta apiKereta-kereta api berikut ini yang melintas di jalur KA lintas Surabaya. PenumpangAntarkota
Lokal dan komuter (Commuter Line)
Barang
Daftar stasiunSidotopo–Kalimas
Benteng–Surabaya Gubeng
Mesigit–Surabaya Pasarturi
Jalan pintas Surabaya Pasarturi–Surabaya Gubeng
Catatan kaki
Referensi
Pranala luarPeta rute:
|
Portal di Ensiklopedia Dunia