Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus, kepada kedua belas suku di perantauan.[2]
Ayat 2
Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan. (TB)[4]
Kata "pencobaan" (bahasa Yunani peirasmos) menunjuk kepada penganiayaan dan kesulitan yang datang dari dunia atau Iblis.
1) Orang percaya harus menghadapi semuanya ini dengan sukacita (bandingkan Matius 5:11–12; Roma 5:3; 1 Petrus 1:6) karena pengujian akan mengembangkan iman yang tabah, tabiat yang mantap dan pengharapan yang dewasa (bandingkan Roma 5:3–5). Iman orang percaya hanya dapat mencapai kedewasaan penuh apabila diperhadapkan dengan kesulitan dan tantangan (Yakobus 1:3).
2) Yakobus menyebutkan aneka pencobaan ini "ujian terhadap imanmu". Pencobaan kadang-kadang menimpa kehidupan orang percaya supaya Allah dapat menguji kesungguhan iman mereka. Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa kesulitan di dalam hidup ini selalu menandakan bahwa Allah tidak senang dengan orang itu. Kesulitan tersebut dapat menjadi tanda bahwa Allah mengakui komitmen orang tersebut kepada Dia (bandingkan Ayub 1:1–2:13).[5]
Ayat 3
sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. (TB)[6]
Ayat 11
Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu,
sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya.
Demikian jugalah halnya dengan orang kaya;
di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap.[7]
Ayat 12
Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.[8]
Ayat 13
Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan ini datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. (TB)[9]
Tidak ada seorang pun yang berbuat dosa dapat mengabaikan kesalahannya dengan menimpakannya kepada Allah. Allah mungkin menguji seseorang supaya menguatkan imannya, tetapi tidak pernah untuk menuntun orang ke dalam dosa. Tabiat Allah menunjukkan bahwa Dia tidak dapat menjadi sumber pencobaan untuk berbuat dosa.[5]
Ayat 19
Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; (TB)[10]
^Willi Marxsen. Introduction to the New Testament. Pengantar Perjanjian Baru: pendekatan kristis terhadap masalah-masalahnya. Jakarta:Gunung Mulia. 2008. ISBN 9789794159219.