Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan "[[" dan "]]" pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut). Mohon jangan memasang pranala pada kata yang sudah diketahui secara umum oleh para pembaca, seperti profesi, istilah geografi umum, dan perkakas sehari-hari.
Sunting bagian pembuka. Buat atau kembangkan bagian pembuka dari artikel ini.
Tambahkan kotak info bila jenis artikel memungkinkan.
Hapus tag/templat ini.
Pada umumnya, pertunjukan wayang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Ada yang berbentuk dua dimensi ada pula tiga dimensi. salah satu bentuk wayang dua dimensi adalah wayang beber. Wayang beber mewujudkan tokoh-tokohnya dengan cara digambar pada selembar kertas. Lembaran kertas tersebut melukiskan peristiwa yang terjadi dalam lakon yang dimainkan.
Pada awal kemunculannya, wayang beber merupakan pertunjukan yang bersifat ritual, digelar dalam konteks upacara tertentu yang menjembatani antara yang profan dan yang transendental. Penganut profan berhubungan dengan fungsi-fungsi sosial dan hiburan bagi masyarakat, sedangkan penganut transendental berhubungan dengan hal-hal spiritual yang menghubungkan dunia mikrokosmos dan makrokosmos, yakni manusia berada dalam sistem yang dipengaruhi oleh kekuatan ghaib.
Wayang beber ditemukan di Desa Gelaran, Kelurahan Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Lakon yang dimainkan adalah Kyai Remeng atau Remeng Mangunjaya, sehingga dinamakan wayang beber kyai remeng. Wayang beber kyai remeng terdiri dari 8 gulungan; ada yang memuat cerita tentang Jaka Tarub, Syekh Bakir, peperangan antara resi puyung Aking melawan Kyai Remeng (Haryono, 2009:8). Mangkunegara VII dari Surakarta pernah berniat membeli perangkat wayang beber dari pemiliknya, tetapi tidak diperbolehkan. Alasannya wayang beber tersebut merupakan pusaka yang diwariskan secara turun-temurun.[1]
Rujukan
^Iien, Dwiari Ratnawati (2018). Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Kebudayaan. hlm. 155–156.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)