Berbeda dengan tema cerita pewayangan lain di daerah Pulau Jawa dan Bali yang mengambil cerita Mahabarata, Wayang bambu dibawakan dengan mengusung cerita sehari-hari yang menggambarkan kehidupan masyarakat, khususnya warga Kota Bogor. Pada acara pagelaran seni, wayang bambu sering dibawakan dalam bahasa Sunda dialek Bogor agar lebih dekat dengan warga dan menghibur.[3]
Sejarah
Kesenian Wayang bambu ini diciptakan oleh Ki Darajat Iskandar yang merupakan budayawan Sunda di Kota Bogor. Sejak awal tahun 2000 sampai sekarang, beliau telah ratusan kali mengadakan pagelaran wayang bambu dan tak jarang beliau mendapat penghargaan dari ajang lomba-lomba yang diselenggarakan dari banyak pihak.[4]
Wayang ini terbuat dari bambu yang dianyam menjadi bagian tubuh dan kepala, lalu diberi hias-hiasan baju dari kertas, manik-manik dan kain. Hanya saja pada bagian wajah wayang ini tidak diberi cat, tidak memiliki mimik wajah seperti pada umumnya wayang golek atau wayang kulit. Ki Darajat Iskandar sengaja tidak memberikan wajah pada wayang-wayang ciptaannya dengan tujuan agar tidak menghilangkan unsur estetik dari anyaman bambu itu sendiri. Alasan lainnya adalah agar kepribadian si wayang tersebut bisa dimainkan leluasa mungkin oleh dalangnya dan sebagai ciri khas. Walaupun ada beberapa wayang yang wajahnya diberi cat merah atau putih sebagai peranannya dalam tokoh antagonis atau protagonis, menurut Ki Darajat Iskandar itu hanyalah opsional. Beliau lebih senang untuk tidak mewarnai wajah wayang tersebut.[5]
Pada masa awal penampilannya, kesenian wayang bambu ini pernah dipandu dengan musik gamelan khususnya gamelan Sunda. Seiring waktu Ki Darajat Iskandar mengganti alat musik perkusi gamelan dengan menggunakan alat musik yang terbuat dari bambu juga, seperti suling, angklung, karinding, celempung, dan lain-lain. Beliau seringkali berkolaborasi dengan banyak budayawan di lingkungannya, terutama para musisi yang menggunakan alat musik tradisional. Seperti rekannya Ki Banon yang ahli dalam alat musik karinding dan suling sunda, Kang Miftah sebagai pemain alat musik celempung, Kang Herawan pemain rain stick dan masih banyak lagi.
Satu hal lagi yang mencolok yang membedakan wayang bambu ini dengan wayang lainnya adalah dalam pertunjukannya Ki Darajat Iskandar tidak mengangkat cerita-cerita lama atau pakem-pakem kuno seperti kisah Ramayana atau Mahabarata. Beliau lebih suka mengangkat cerita-cerita modern yang terinspirasi dari problematika kehidupan era modern seperti kasus narkoba, perkelahian antar remaja, perilaku seks bebas, perjudian dan lain sebagainya.
Seolah kesenian wayang bambu menjadi semacam sarana bagi Ki Darajat Iskandar untuk menyebarkan pesan moral, khususnya bagi generasi muda. Salah satu tokoh wayang bambu yang terkenal bernama Raden Rangga Seta. Dia merupakan salah satu tokoh protagonis yang sering digambarkan sebagai pahlawan, pembawa pesan kebaikan dan semacamnya. Lewat tokoh ini, Ki Darajat Iskandar menyampaikan pesan moral, mendidik generasi muda dengan cara yang unik dan indah.[6]