Wardah Hafidz (lahir 28 Oktober 1952) adalah seorang aktivis Indonesia. Ia merupakan pendiri dari UPC (Urban Poor Consortium), sebuah organisasi non-pemerintah yang bergerak membela kaum miskin kota.[1]
Masa kecil
Wardah lahir di Jombang pada 28 Oktober 1952. Ia besar di dalam keluarga santri yang kental. Kakeknya seorang kiai pemilik pesantren sewaktu zaman pendudukan Jepang. Ayah Wardah melanjutkan aktivitas serupa. Selulusnya dari Pondok Pesantren Tebuireng, ayah Wardah menjadi penghulu kampung yang banyak berkecimpung melayani masyarakat dalam hal pendidikan keagamaan. Sebagai keluarga santri, keluarga Wardah memiliki hubungan kekerabatan yang cukup dekat dengan Gus Dur dan Cak Nun .
Meskipun latar belakang keluarganya banyak memberikan perhatian kepada agama, sejak kecil Wardah justru cenderung berbeda pandang dengan keluarga dan lingkungannya.
Pendidikan
Mengikuti tradisi keluarganya, Wardah menamatkan pendidikan SMP di madrasah milik keluarganya di Jombang. Lalu ia kembali melanjutkan pedidikan di sekolah pendidikan Islam di Muallimat Yogyakarta. Wardah remaja tidak setuju dengan penyeragaman pendidikan di keluarganya, dan menyatakan keinginannya untuk melanjutkan ke sekolah umum. Namun orangtuanya menolak dan ia tetap melanjutkan ke Muallimat selama enam tahun dengan terpaksa.
Setamatnya dari Muallimat, Wardah bertekad untuk melanjutkan pendidikan sesuai dengan pilihannya sendiri. Ia lalu kuliah di IKIP Malang jurusan sastra Inggris, dan mengajar di sekolah penerbangan Curug setelah lulus. Lalu ia mendapat tawaran untuk menjadi dosen di almamaternya, tetapi ia menolak dan memilih untuk melanjutkan sekolah ke Amerika Serikat melalui beasiswa di Ball State University, Muncie, Indiana di bidang sosiologi.
Aktivisme
Saat berkuliah di Amerika Serikat, Wardah mulai memahami dampak kapitalisme pada dirinya sebagai mahasiswa asing di Amerika Serikat. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Wardah kembali ke Indonesia dan mengajar sebagai bagian dari ikatan kerja. Namun ia menghadapi ketidakcocokan dengan lingkungan kerja.
Wardah lalu ke Jakarta bekerja dalam proyek penelitian LIPI soal Etos Kerja Pegawai Negeri dan Weltanschaung Ulama bersama konsultan peneliti Martin van Bruinessen. Lalu ia mulai masuk LSM terlibat urusan isu perempuan.
Pada tahun 1993 Wardah mulai terlibat di aktivitas kaum miskin kota melalui penelitian kaum miskin kota di Jelambar Baru, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Ekonomi Indonesia ketika itu sedang menanjak. Bonanza ide pembangunanisme dilakukan seraya diikuti praktik penggusuran-penggusuran.
Lalu pada tahun 1997 Wardah bersama kawan-kawannya mendirikan UPC (Urban Poor Consortium). Fokus utama UPC adalah menumbuhkan gerakan rakyat miskin kota untuk menjadikan mereka subjek strategis dalam perubahan.
Wardah pernah mendapatkan tantangan dalam aksinya yaitu ditangkap polisi pada Februari 2000 saat demonstrasi dengan para tukang becak yang ingin bertemu Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk mendapatkan keadilan. Bersama dengan 11 tukang becak serta anggota LBH Jakarta, ia kemudian dipulangkan dan tidak ditahan.[2]
Pada 2009, Wardah memimpin demonstrasi menolak Asian Development Bank atas pemiskinan akibat kebijakan yang mereka lakukan terhadap pertanian, pinjaman, akses air,kerusakan lingkungan hidup dan masyarakat adat.[3]
Penghargaan
Tahun 2000, Urban Poor Consortium (UPC) mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien. Wardah juga mendapat penghargaan Gwangju Prize for Human Rights dari Memorial Foundation di Korea Selatan pada tahun 2004. Tahun berikutnya ia menerima penghargaan Housing Rights Defender Award 2005 atas perjuangannya membantu kaum miskin mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Referensi
- ^ Meneladani Wardah Hafidz, Anak Kiai yang Jadi Pembela Kaum Miskin. Merdeka. Diakses 31 Maret 2022.
- ^ Rohmatin, Binti (2019-03-05). "Wardah Hafidz, Aktivis Perempuan Indonesia Asal Kabupaten Jombang". Radar Jombang. Diakses tanggal 2023-03-18.
- ^ Her Story: Perempuan Nusantara di Tepi Sejarah. Elex Media Komputindo. 2020-01-01. ISBN 978-623-00-2063-6.
Pranala luar