Demonstrasi Belarus 2020 atau Revolusi Sandal[14][15] dan Revolusi Anti-Kecoa,[16] adalah serangkaian demonstrasi politik terhadap pemerintah dan presiden Belarus Aleksandr Lukashenko.[16][17] Demonstrasi ini merupakan bagian dari Gerakan Demokrasi Belarus, yang pecah menjelang pemilihan umum presiden Belarus 2020, di mana Lukashenko mengincar masa jabatan keenam.[17][18]
Latar Belakang
Pada awal protes, Aleksandr Lukashenko merupakan kepala negara Belarus sejak tahun 1994, masa jabatannya selama 26 tahun merupakan yang terlama di antara negara-negara bekas Uni Soviet.[19][20] Dia dijuluki "diktator terakhir" Eropa, karena tidak memiliki penantang serius dalam lima pemilihan umum sebelumnya.[19] Di bawah pemerintahannya yang otoriter,[20] pemerintah sering kali menindas oposisi.[19][20]
Lukashenko menghadapi tentangan publik yang lebih besar di tengah penanganannya terhadap pandemi virus korona, yang kerap ia sepelekan.[19][21] Dari lima pemilihan umum yang dimenangkan oleh Lukashenko, hanya pemilu pertama yang dianggap bebas dan adil oleh pemantau internasional.[22]
Dalam kampanye presiden, capres pesaing Tsikhanouskaya menyatakan bahwa rakyat Belarus harus mencari cara untuk melindungi suara mereka. Oleh karena itu, semua protes terhadap Lukashenko berlangsung "tanpa pemimpin".[23]
Sebelum pemilu
Pengusaha dan bloger Siarhei Tsikhanouski menyebut Lukashenko sebagai "kecoa". Ia ditahan pada akhir Mei 2020 oleh otoritas Belarus yang menuduhnya sebagai agen asing.[24]
Pada Juni 2020, protes di jalanan terhadap Lukashenko terjadi.[21] Beberapa kandidat oposisi mendaftar untuk pemilihan berikutnya karena gerakan tersebut, tetapi banyak dari mereka yang ditahan.[24]
Pada 19 Juni, Lukashenko mengumumkan bahwa ia telah "menggagalkan upaya kudeta", yang mengakibatkan penangkapan saingan utama oposisi Viktar Babaryka atas kasus dugaan korupsi.[25] Menurut informasi yang diberikan oleh CNN, Babaryka menyatakan bahwa tuduhan suap dan korupsi dipalsukan dan penangkapan itu bermotif politik untuk menghentikannya memenangkan pemilihan.[26] Aktivis oposisi, jurnalis, dan blogger juga telah ditangkap sebagai bagian dari tindakan keras tersebut.[27] Kelompok hak asasi manusia Viasna memperkirakan bahwa sekitar 1.300 orang telah ditahan karena melakukan protes antara awal Mei dan awal Agustus.[28]
Lukashenko mengklaim bahwa protes oposisi adalah bagian dari skenario asing.[29] Dia menyalahkan demonstrasi sebagai plot yang diatur oleh orang asing, yang ia duga berasal dari Amerika, NATO, Rusia, atau Ukraina.[19] Istri Tsikhanouski, Sviatlana Tsikhanouskaya, mendaftar sebagai kandidat dalam pemilihan mendatang setelah penangkapan Babaryka.[24]
Protes tersebut menimbulkan dugaan bahwa konflik dapat berlangsung selama berbulan-bulan dan meningkat menjadi kekerasan.[30] Ini dapat berkembang menjadi revolusi besar-besaran, mirip dengan bagaimana protes Euromaidan berubah menjadi
revolusi di Ukraina pada tahun 2014.[31] German Marshall Fund, sebuah lembaga pemikir Amerika, mencatat bahwa protes lebih meluas, dan ditindas dengan lebih brutal, daripada protes sebelumnya di Belarus.[32]
Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE[33]) melaporkan bahwa mereka tidak akan memantau pemilu 2020 karena tidak diundang untuk melakukannya.[34] Ini adalah pertama kalinya sejak 2001 Kantor OSCE untuk Lembaga Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (ODIHR) tidak memantau pemilihan umum di Belarus. OSCE tak pernah mengakui pemilu di Belarus bebas dan adil sejak 1995,[34] dan pemerintah telah menghalangi misi pemantauan pemilu OSCE di negara itu.
Pada tanggal 23 Juli, Lukashenko mengklaim bahwa BBC dan Radio Free Europe / Radio Liberty telah mendorong kerusuhan dan mengancam akan mengusir media dan melarang mereka untuk meliput pemilu.[35]
Hari pemilihan
Pada 9 Agustus, sebagian besar akses jalan dan pintu masuk ke ibukota Minsk ditutup oleh polisi dan tentara pada pagi hari.[36][37]
Pada tengah hari, Internet di Belarus diblokir sebagian dengan alasan serangan DoS. Telegram adalah satu-satunya aplikasi IM yang berfungsi.[38][39]
Pada malam harinya, stasiun TV yang disponsori pemerintah Belarusia menyiarkan hasil hitung cepat yang menunjukkan Lukashenko memperoleh 80,23% suara, sementara Tsikhanouskaya hanya menerima 9,9%;[36] menyebabkan reaksi langsung oleh para pendukung Tsikhanouskaya untuk turun ke jalan di semua kota besar di Belarus (Brest-Litovsk, Minsk, Vitebsk, Hrodna, Mazyr, Pinsk, Homyel dan Babruysk). Orang-orang melakukannya untuk mengungkapkan ketidakpuasan mereka dan menyerukan penghitungan suara yang adil. Awalnya, aksi berlangsung damai di tengah malam, tetapi di Minsk, situasi berubah menjadi kerusuhan antara beberapa orang dan pihak berwenang. Orang-orang mulai membangun barikade untuk memblokir lalu lintas di jalanan.[40] Jumlah pengunjuk rasa di Minsk sulit diperkirakan karena tersebar di seluruh penjuru kota.
Pada malam hari, setelah membubarkan kerumunan besar orang, polisi mengejar kelompok pengunjuk rasa yang lebih kecil melalui pusat kota Minsk selama beberapa jam. Bentrokan melawan pasukan keamanan dan polisi berlanjut di semua kota besar di Belarus. Aparat penegak hukum bertindak menggunakan tongkat polisi, peluru karet (ditembakkan dari senapan), timah panas, meriam air dan gas air mata hingga granat untuk meredam protes, di mana orang-orang dikejar-kejar di pinggiran kota semalam suntuk.[41][42] Di Brest-Litovsk, pengunjuk rasa berangsur-angsur bubar menjadi 200-300 kerumunan dari perkiraan sebelumnya yang mencapai 5.000.[43] Malam itu, pasukan keamanan di Minsk menjatuhkan granat di dekat kerumunan orang, dan beberapa orang mengalami luka kritis.[43]
Protes ini dianggap yang terbesar sejak Belarus merdeka dari Uni Soviet. Pasukan keamanan menangkap sekitar 3.000 orang dalam semalam.[44] Beberapa pengunjuk rasa terluka parah, dengan setidaknya 50 pengunjuk rasa dibawa ke rumah sakit, beberapa di antaranya dalam kondisi kritis dan salah satu pengunjuk rasa meninggal.[45]
Setelah pemilihan
Pada 10 Agustus dini hari di Minsk, orang-orang mulai membawa bunga ke makam seseorang yang meninggal pada tanggal 9 Agustus malam. Otoritas setempat tidak mengkonfirmasi kematian tersebut. CEC (Komisi Pemilihan Umum Belarus) kemudian mengumumkan hasil pemilu yang dianggap kontroversial.
Ketika protes melanda Belarus menyusul hasil yang diduga dipalsukan, kandidat oposisi utama Sviatlana Tsikhanouskaya membuat video yang menunjukkan dirinya sedang meninggalkan Belarus menuju Lituania. Dia dipaksa pergi sambil mengajukan pengaduan ke CEC, di mana dia ditahan selama tujuh jam.[8]
Di malam hari, protes berlanjut di semua kota besar Belarus, termasuk Brest-Litovsk, Homyel, Hrodna, Mahilyow, Vitebsk, Baranavichy, Maladzyechna, Navahrudak, Novopolotsk dan Zhodzina.[46] Di Minsk, pengunjuk rasa mengubah taktik mereka, berganti posisi dari satu bagian kota ke bagian lain, mirip dengan taktik "Be Water" yang digunakan dalam unjuk rasa Hong Kong 2019-2020.[47] Pengunjuk rasa memblokade area di sekitar Pasar Riga di pusat kota Minsk. Pasukan pemerintah menanggapi dengan melempar gas air mata kepada pengunjuk rasa dan menggunakan granat kejut.[48] Seorang pengunjuk rasa tewas akibat ledakan granat di dekat stasiun metro Pushkinskaya.[49]
Satuan polisi anti huru hara pemerintah (AMAP / OMON), pasukan internal, dan pasukan khusus elit anti-teroris "Almaz" terlibat dalam pembubaran protes di Minsk. Meriam air juga digunakan di dekat Pasar Riga, dan peluru karet digunakan di mana protes terjadi. Pasukan AMAP dilaporkan menyita beberapa ambulans atau menggunakan van yang mirip ambulans untuk menipu para pengunjuk rasa agar pasukan keamanan dapat melewati barikade.[50][51] Polisi terus menggunakan meriam air terhadap pengunjuk rasa selama unjuk rasa pendukung oposisi di Minsk pada hari Senin.
Pada 11 Agustus, protes dilanjutkan di Minsk dan kota-kota besar lainnya. Peluru karet dan granat kejut terus digunakan.[52] Kementerian Dalam Negeri mengkonfirmasi bahwa mereka menggunakan peluru tajam terhadap pengunjuk rasa di Brest; meski tidak ada kematian yang dilaporkan.[53][8]
Di Homyel, seorang pria berusia 25 tahun yang mungkin menderita penyakit jantung meninggal pada 12 Agustus. Menurut informasi awal, dia meninggal karena menunggu di mobil tahanan pasukan keamanan selama berjam-jam dalam cuaca panas. Dia tetap berada di dalam van, sementara pusat penahanan sementara kota itu penuh sesak. Dia dijatuhi hukuman 10 hari penjara tetapi tidak diberi perawatan medis yang tepat pada waktunya.[54][55][56][57] Sementara di Homyel, kerabat dan teman orang-orang yang ditangkap tidak diizinkan untuk membesuk. Total pengunjuk rasa di Homiel yang ditahan sebanyak lebih dari 500 orang. Polisi setempat tidak memberi tahu mereka apa pun tentang nasib kerabat dan temannya. Dilaporkan juga seorang polwan melecehkan wanita yang ditangkap di sana.[58]
Selama protes yang kian meluas di Hrodna, seorang anak berusia 5 tahun terluka, dan ayah mereka ditangkap setelah mobil yang mereka tumpangi ditabrak oleh pasukan pemerintah.[59]
Pada 12 Agustus, orang-orang di Minsk dan kemudian di kota-kota lain mulai berbaris di jalan-jalan untuk memprotes perlakuan keji pemerintah. Mayoritas pengunjuk rasa adalah wanita yang mengenakan pakaian putih.[60] Pemogokan umum berskala nasional terjadi. Orang-orang yang sebelumnya bertugas di pasukan keamanan khusus mengungkapkan solidaritas mereka dengan menerbitkan video di mana mereka membuang seragam ke tempat sampah dan menyerukan pihak berwenang agar berhenti bertindak represif.[61]