Ulap doyo[2] (dari bahasa Benuaq) merupakan seni menenun kain dari suku Dayak Benuaq di Tanjung Isuy, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.[3] Disebut Doyo karena bahan utamanya adalah serat daun Doyo.[4] Daun Doyo dipilih sebagai bahan tenun karena seratnya yang kuat untuk dijadikan benang.[3] Perempuan suku Dayak Benuaq membuat tenun dalam bentuk pakaian, tas, kemeja, celana, dompet, dan lain sebagainya.[3]
Sejarah
Tenun Ulap Doyo sudah terkenal sejak masa Kerajaan Kutai, yang pada saat itu masih berlaku pembedaan sosial berdasarkan kelas dan strata.[5] Berdasarkan usia Kerajaan Kutai dan kondisi masyarakat kala itu yang beragama Hindu, Tenun Ulap Doyo diperkirakan telah ada dan berkembang sebelum abad ke-17.[5] Dahulu, motif Tenun Ulap Doyo bisa dijadikan pertanda/ciri atau identitas sosial sesorang.[5] Contohnya motif jaunt nguku digunakan oleh kaum mantiq (bangsawan/raja) dan motif waniq ngelukng digunakan oleh golongan marantikaq (orang biasa).[5]
Nilai dan Makna
Tenun Doyo merupakan salah satu wujud ekspresi dari keyakinan masyarakat suku Dayak Benuaq, di Kalimantan Timur.[5] Tenun Doyo dapat digunakan oleh laki-laki maupun perempuan dalam acara adat, tari-tarian, dan dalam kehidupan sehari-hari suku Dayak Benuaq.[6] Tenun Doyo yang dikenakan sehari-hari berwarna hitam, sedangkan Tenun Doyo yang berwarna-warni dan bermotif digunakan dalam upacara-upacara adat.[6] Penggunaan motif dan ragam hias memiliki nilai estetika dan nilai fungsional yang bersifat rohaniah.[6] Misalnya, motif naga melambangkan kecantikan seorang wanita, motif limar atau perahu melambangkan kerjasama, motif timang atau harimau melambangkan keperkasaan seorang pria, motif tangga tukar toray atau tangga rebah bermakna melindungi usaha dan kerjasama masyarakat, dan berbagai motif yang lain.[3] Penggunaan warna juga mengandung makna simbolik tertentu.[6] Misalnya, warna hitam pada daster dan sarung atau kain panjang artinya adalah pemakainya memiliki kemampuan dalam menolak sihir hitam (sihir jahat).[6] Jika pada warna hitam tersebut terdapat garis-garis putih, maka menandakan bahwa pemakainya dapat mengobati segala bentuk sihir dan juga dapat mengobati segala bentuk penyakit.[6]
Ragam
Dalam berbagai upacara adat, misalnya upacara kematian, pengobatan, upacara panen hasil bumi, dan sebagainya, kaum perempuan menggunakan Ulap Doyo yang kainnya panjang (tapeh).[7] Agar bebas bergerak, Ulap Doyo diberi belahan, apabila dikenakan, belahan tersebut berada di bagian belakang.[7] Biasanya Tenun Ulap Doyo dibuat dalam tiga warna, yakni: merah, hitam, dan cokelat muda.[8] Merah berasal dari buah buah Glinggam, kayu Oter, dan buah Londo, dan warna coklat muda berasal dari kayu Uwar.[8] Motif yang digunakan biasanya motif flora, fauna, dan alam mitologi.[8] Batu Lado, biji buah Glinggam, daun Putri Malu, umbi Kunyit, getah Akar, dan kayu Oter digunakan sebagai bahan baku pewarna motif Tenun Ulap Doyo.[8]
Lihat pula
Referensi
Bibliografi
- (Inggris) Anderson, E. N. (2010). "Material Choices: Refashioning Bast and Leaf Fibers in Asia and the Pacific". Ethnobiology Letters (dalam bahasa Inggris).