Kawasan perkampungan tradisional Tinggam Kajai ini telah ada semenjak abad ke 16.[4] Lokasinya yang berada di Jorong Lubuak Sariak yang merupakan salah satu jorong yang berada di Nagari Kajai, menjadikan kawasan tersebut salah satu jorong yang memiliki wilayah yang cukup luas. Secara wilayah adat perkampungan tradisional yang ada di Jorong Lubuak Sariak berjumlah 3 kampung, dua diantaranya masih dalam satu kawasan yang dinamakan Perkampungan Tinggam, dan satu kampung lainya berjarak tidak jauh dari perkampungan Tinggam yang dinamakan perkampungan Kasiak Putiah. Artinya dalam satu jorong tersebut terdapat 3 kampung tradisional, yaitunya kampungTinggam Mudiak, kampung Tinggam Hilia, dan kampung kasiak Putiah. Ke tiga kampung tersebut disebut dalam satu kawasan perumahan tradisional yaitunya kawasan perumahan tradisional Tinggam Kajai. Perkampungan Tinggam Kajai ini pada awalnya didirikan oleh Siak Bonda disebut juga dengan sebutan Tongku atau Tuanku Imam yang mendapat tugas dari Yang Dipertuan Daulat Parit Batu yang berkedudukan di Simpang Empat. yang saat itu menjadi pusat pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan adat, masing-masing perkampungan dipimpin oleh masing-masing datuak. Kampung Tinggam Mudiak dipimpin oleh Datuak Sati yang berasal dari Suku Jambak, Kampung Tinggam Hilia dipimpin oleh Datuak Managun yang berasal dari suku Caniago. dan Kampung Kasiak Putiah dipimpin oleh Datuak Sutan Gumbalo yang berasal dari suku Caniago. Kedua perkampungan ini, kampung tinggam, baik hilia maupun tinggam mudiak dengan kampung kasiak putiah memiliki sebuah keunikan yaitunya memiliki arsitektur bangunan minangkabau yang berbeda dengan arsitektur minangkabau pada umumnya, Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk bangunan yang ada di kawasan tersebut. Bentuk perkampunganya yang berbeda dengan perkampungan minangkabau lainya tersebut menjadikan kampung tersebut menjadi salah satu cagar budaya yang berada di Kabupaten Pasaman Barat dan juga merupakan salah satu tujuan atau objek wisata sejarah yang ada di Kabupaten Pasaman Barat.[4]
Bangunan rumah
Kampung ini masih mempertahankan rumah-rumah tradisional berusia sudah puluhan tahun, bahkan ada beberapa yang telah mencapai ratusan tahun. Dua rumah gadang di sini sempat direnovasi atas bantuan pemerintah karena sudah amat rapuh. Selain itu pemerintah juga sudah memperbaiki jalan menuju ke lokasi tersebut yang membuat akses keluar masuk kampung menjadi lebih lancar.[6] Kawasan Perumahan Tradisional Tinggam merupakan perkampungan lama yang dihuni oleh sekitar 100 kepala keluarga. Perkampungan Tinggam merupakan salah satu bentuk perkampungan tradisional yang secara historiografi tradisional Minangkabau atau tambo merupakan wilayah rantau. Secara umum, bangunan yang ada di Tinggam berbahan kayu. Di perkampungan Tinggam setidaknya terdapat 52 bangunan kayu dengan perincian 49 bangunan rumah dan 3 bangunan rangkiang. Selain bangunan kayu, pada sisi timur pada perkampungan terdapat bangunan masjid yang telah menggunakan bahan semen dan bata.[4][4]
Rumah di Kawasan Kajai memiliki keunikan dan keunggulan, dimana masyarakatnya telah memahami penataan dan penggunaan ruang yang telah terlihat dari perkampungan yang tertata dengan sangat baik serta memiliki pola tata ruang yang teratur. Pola susunan bangunan termasuk dalam kategori pola linier, yang mana bangunan berada di sisi barat dan timur yang dipisah oleh jalan. Wilayah perkampungan tradisional Tinggam secara geografi berada di lembahperbukitan yang berada di sisi barat, utara dan selatan, sedangkan pada sisi selatan terdapat sungai yang oleh masyarakat setempat dinamakan Sungai Batang Tinggam. Bangunan rumah yang ada di Perkampungan memiliki beberapa variasi baik bentuk atap, bentuk pintu, bentuk jendela, tangga. Namun, secara umum, bangunan rumah tinggal berbentuk rumah panggung atau rumah kolong yang terlihat pada bagian yang kosong atau kolong pada bawah bangunan. Bagian kolong rumah ada yang masih memakai batu sandi dan adapula yang sudah diganti dengan semen.[4][4]
Ada pula bangunan rumah tinggal yang berbentuk rumah bagonjong dengan jumlah gonjong genap (2 gonjong) yang dilengkapi dengan gonjong tambahan pada bagian pintu dan tangga. Rumah bagonjong yang masih tersisa terlihat memakai sistem tradisional (sistem pasak). Bangunan rumah tinggal ada yang berdenah empat persegi dan ada pula yang berdenah empat persegi panjang. Dari segi ukuran bangunan cukup variatif, ada yang memiliki ukuran panjang 5 m, 6 m, 8 m, dan juga lebar bangunan ada yang lebar 4 m, 5 m, 6 m. Selain bangunan rumah tinggal terdapat masih terdapat 3 rangkiang yang khusus berada di depan bangunan rumah tinggal yang berbentuk rumah bagonjong. Saat sekarang ini bangunan perkampungan tradisional Lubuak Sariak, kenagarian Kajai masih mempertahankan arsitektur aslinya. Perkampungan Tradisional Lubuak Sariak yang terletak di Kenagarian Kajai merupakan sebuah perkampungan yang dikelilingi perbukitan dan pegunungan, serta dilalui oleh beberapa aliran sungai. Masyarakat Perkampungan Tradisional Lubuak Sariak telah berkembang dan menyebar kemana-mana, tetapi kondisi tanah leluhur masih dipertahankan sampai sekarang. Sebagai sumber perekonomian masyarakat Lubuak Sariak sebagian besar menjadi petani, dengan kekayaan dan peninggalan arsitektur yang khas dan masih asli ini, maka perkampungan tradisional Lubuak Sariak memiliki potensi dan daya tarik yang besar sebagai objek wisata.[4][4]
Kehidupan masyarakat
Masyarakat kampung Tinggam Kajai tersebut menggantungkan hidupnya dengan bertani, berkebun, serta beternak. Selain itu ketika waktu senggang, mereka membuat kerajinan tangan seperti tempat penangkap ikan. Masyarakat setempat juga banyak yang jadi peternak ikan. Animo masyarakat disana cukup tinggi dalam usaha budidaya ikan, terutama ikan nila dan ikan mas.[7] Selain itu, Masyarakt Tinggam Kajai juga memiliki usaha tani dalam pengolahan minyak nilam. Minyak nilam merupakan salah satu minyak atsiri yang dihasilkan oleh nilam (Pogostemon cablin Benth.) serta merupakan komoditas unggulan nasional Indonesia. Minyak nilam sendiri punya banyak kegunaan, mulai dari pembunuh serangga, hingga bermanfaat pula sebagai obat-obatan. Sebanyak 90% kebutuhan minyak nilam dunia, disokong oleh Indonesia yang berasal dari penyulingan di pelosok-pelosok Nusantara.[8] Salah satu tempat penyulingan tersebut berada di Kampung Tinggam Kajai.[9]
Tutur bahasa
Kampung tradisional di Nagari Kajai juga memiliki perbedaan gaya berbahasa dengan nagari lainya yang berdekatan, seperti contoh dengan Nagari Sinuruik. perbedaan vokal yang paling banyak ditemukan antara Kenagarian Sinuruik dan Kenagarian Kajai adalah perbedaan vokal [a] dan [o]. Seperti pengucapan kata "kepala", di Nagari Sinuruik di baca dengan "kapalo" dan kalau di Nagari Kajai masyarakat setempat membacanya dengan "kopalo". Jadi artinya kebanyakan Vokal [a] di Sinuruik, menjadi vokal [o] di Kajai.[10] Contoh perbedaan pengucapan kata lainya yaitu kata "dahulu", kalau di nagari sinuruk di ucapkan dengan "dulu", kemudian kalau di Nagari Kajai diucapkan dengan "dolu". Selanjutnya kata "nangka" kalau di kenagarian sinuruk di ucapkan dengan "cibodak" sedangkan kalau di Kanagarian Kajai diucapkan dengan "cobodak". Artinya, dalam hal ini. pengucapan Bahasa Minangkabau Sinuruik memiliki banyak persamaan dengan Bahasa Minangkabau umum.[11] Contoh lainya, kata "makan" dalam Bahasa Minangkabau umum juga di ucapkan "makan" dalam bahasa masyarakat sinuruk. Namun berbeda dengan masyarakat kajai yang merubah huruf vokal nya menjadi huruf [e], sehingga kata "makan" berubah menjadi "maken".[12]
^Asni, Ayub (1993). Tata Bahasa Minangkabau. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
^Masnur, Muslich (2010). Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
^PERBEDAAN FONETIK BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINURUIK DAN KENAGARIAN KAJAI KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT. Padang: FBS Universitas Negeri Padang. 2013.Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)