Thales dari Miletos adalah seorang filsuf yang mengawali sejarah filsafat Barat pada abad ke-6 SM.[1][2][3] Sebelum Thales, pemikiran Yunani dikuasai cara berpikir mitologis dalam menjelaskan segala sesuatu.[1] Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan berfilsafat pertama dan disebut sebagai bapak filsafat.[4] Karena mencoba menjelaskan dunia dan gejala-gejala di dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada rasio manusia.[1] Ia juga dikenal sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana (dalam bahasa Yunani hoi hepta sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar 'filsuf yang pertama'.[2] Selain sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli geometri, astronomi, dan politik.[2] Bersama dengan Anaximandros dan Anaximenes, Thales digolongkan ke dalam Mazhab Miletos.[1][5]
Thales tidak meninggalkan bukti-bukti tertulis mengenai pemikiran filsafatnya.[2] Pemikiran Thales terutama didapatkan melalui tulisan Aristoteles tentang dirinya.[2] Aristoteles mengatakan bahwa Thales adalah orang yang pertama kali memikirkan tentang asal mula terjadinya alam semesta.[2] Karena itulah, Thales juga dianggap sebagai perintis filsafat alam (natural philosophy).[6]
Riwayat Hidup
Thales (624-546 SM) lahir di kota Miletus yang merupakan tanah perantauan orang-orang Yunani di Asia Kecil.[2] Situasi Miletos yang makmur memungkinkan orang-orang di sana untuk mengisi waktu dengan berdiskusi dan berpikir tentang segala sesuatu.[2] Hal itu merupakan awal dari kegiatan berfilsafat sehingga tidak mengherankan bahwa para filsuf Yunani pertama lahir di tempat ini.[2]
Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke Mesir.[2] Di Mesir, Thales mempelajari ilmu ukur dan membawanya ke Yunani.[2][6] Ia dikatakan dapat mengukur piramida dari bayangannya saja.[2] Selain itu, ia juga dapat mengukur jauhnya kapal di laut dari pantai.[2] Kemudian Thales menjadi terkenal setelah berhasil memprediksi terjadinya gerhana matahari pada tanggal 28 Mei 585 SM.[2][6][7] Thales dapat melakukan prediksi tersebut karena ia mempelajari catatan-catatan astronomis yang tersimpan di Babilonia sejak 747 SM.[6]
Di dalam bidang politik, Thales pernah menjadi penasihat militer dan teknik dari Raja Krosus di Lydia.[6] Selain itu, ia juga pernah menjadi penasihat politik bagi dua belas kota Iona.[5][6]
Pemikiran
Air sebagai Prinsip Dasar Segala Sesuatu
Thales menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar (dalam bahasa Yunaniarche) segala sesuatu.[1][2][5] Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta.[2] Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan.[1] Menurut Thales air sebagai sumber kehidupan.[8] Argumentasi Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup.[9] Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan gas) tanpa menjadi berkurang.[5]
Selain itu, ia juga mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air.[5] Bumi dipandang sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.[5]
Pandangan tentang Jiwa
Thales berpendapat bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa.[2][5] Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda mati.[2][5][9] Teori tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme.[2][5] Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa raga karena mampu menggerakkan besi.[5][9]
Teorema Thales
Di dalam geometri, Thales dikenal karena menyumbangkan apa yang disebut teorema Thales, kendati belum tentu seluruhnya merupakan buah pikiran aslinya.[10] Teorema Thales berisi sebagai berikut:
1. Sebuah lingkaran terbagi dua sama besar oleh diameternya.[10]
2. Sudut bagian dasar dari sebuah segitiga samakaki adalah sama besar.[10]
3. Jika ada dua garis lurus bersilangan, maka besar kedua sudut yang saling berlawanan akan sama.[10]
4. Sudut yang terdapat di dalam setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.[10]
5. Sebuah segitiga terbentuk bila bagian dasarnya serta sudut-sudut yang bersinggungan dengan bagian dasar tersebut telah ditentukan.[10]
Pandangan Politik
Berdasarkan catatan Herodotus, Thales pernah memberikan nasihat kepada orang-orang Ionia yang sedang terancam oleh serangan dari Kerajaan Persia pada pertengahan abad ke-6 SM.[11] Thales menyarankan orang-orang Ionia untuk membentuk pusat pemerintahan dan administrasi bersama di kota Teos yang memiliki posisi sentral di seluruh Ionia.[11] Di dalam sistem tersebut, kota-kota lain di Ionia dapat dianggap seperti distrik dari keseluruhan sistem pemerintahan Ionia.[11] Dengan demikian, Ionia telah menjadi sebuah polis yang bersatu dan tersentralisasi.[11]
Referensi
^ abcdefSimon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 21-23.
^ abcdefghijklmnopqrsJuhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana. Hal. 71-75.
^(Indonesia)Linda Smith, William Raeper. 2000. Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang. Yogyakarta: Kanisius. Hal 10-11.
^"Filsafat Thales". Afid Burhanuddin. 2013-09-21. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-09. Diakses tanggal 2017-12-09.
^ abcdef(Inggris) Richard McKirahan. 2003. "Presocratic Philosophy". In The Blackwell Guide to Ancient Philosophy. Christopher Shields (Ed.). Malden: Blackwell Publishing. P. 5-6.
^(Inggris) Keimpe Algra. 1999. "The Beginning of Cosmology". In The Cambridge Companion to Early Philosophy. A.A. Long (Ed.). London: Cambridge University Press. P. 45-65.
^ abc(Inggris) Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin.
^ abcdef(Inggris) W.K.C. Guthrie. 1985. A History of Greek Philosophy Volume 1. London: Cambridge University Press.
^ abcd(Inggris) Kurt A. Raaflaur. 2005. "Poets, lawgivers, and the beginnings of political reflection in archaic Greece". In The Cambridge History of Greek and Roman Political Thought. Cristopher Rowe (Ed.). P. 43.