Melissos
Melissos adalah filsuf yang termasuk ke dalam Mazhab Elea.[1] Para filsuf lain dari mazhab ini adalah Parmenides dan Zeno.[2] Pemikiran Melissos mirip dengan Parmenides di dalam hal menyangkal adanya "perubahan" dan "pluralitas" di alam semesta.[3] Ada beberapa fragmen yang tersimpan dari buku yang ditulis Melissos dalam bentuk prosa.[4][5] Riwayat HidupTidak banyak yang dapat diketahui mengenai riwayat hidupnya.[4] Melissos berasal dari pulau Samos.[4][6] Ia hidup pada abad ke-5 SM.[1][3] Hal tersebut didapatkan berdasarkan sumber yang menyatakan bahwa ia menjadi panglima armada laut Samos yang melakukan penyerangan ke Athena pada tahun 440 SM.[4][6] Pada peperangan tersebut, Melissos pada awalnya berhasil meraih kemenangan atas armada laut Athena yang dipimpin Pericles.[5] Akan tetapi, pada akhirnya Melissos dan armada laut Samos dikalahkan oleh Athena.[5] Melissos dikatakan hidup sezaman dengan Zeno, tetapi berusia lebih muda dari Zeno.[2][6] Ia dikatakan sebagai murid Parmenides.[5][6] Buku yang ditulisnya merupakan buku yang merevisi dan memodifikasi buku karangan Parmenides.[5] Selain itu, menurut Diogenes, Melissos adalah seorang negarawan yang dihormati pada masanya.[6] Pemikiran tentang "Yang Ada"Menurut Melissos, "yang ada" itu bersifat: AbadiArgumen Melissos mengenai "yang ada" bersifat abadi sama dengan argumen Parmenides.[4] Melissos mengatakan bahwa jika sesuatu "tidak ada", apa yang dapat dikatakan dikatakan tentang itu?[5] Manusia hanya dapat mengatakan sesuatu bila sesuatu itu "ada".[5] Kemudian, "tidak ada" tidaklah mungkin hancur menjadi tidak ada.[3] Karena itu, "yang ada" bersifat abadi.[3] Tak TerbatasParmenides menyatakan bahwa "yang ada" bersifat abadi, tetapi berhingga di dalam ruang.[4] Hal itu ditolak oleh Melissos yang menyatakan bahwa "yang ada" tak terbatas oleh ruang.[4] Argumentasi Melissos adalah jika "yang ada" itu terbatas di dalam ruang, maka harus dikatakan bahwa di luar "yang ada" terdapat "yang tidak ada".[4] Itu berarti "yang tidak ada" ada sehingga premis keabadian "yang ada" menjadi hilang.[4] Karena itu, tidak mungkin "yang ada" itu terbatas, juga menurut ruang.[4] Yang SatuMelissos mengemukakan "yang ada" itu satu, sehingga "yang ada" itu disebut juga "yang satu".[4] Argumentasi Melissos adalah jika "yang ada" berjumlah lebih dari satu, maka ia tidak lagi tak terbatas sebab ada batas antara satu dengan lainnya untuk berhubungan.[3] HomogenMelissos juga menyatakan bahwa "yang ada" pastilah homogen.[3] Jika "yang ada" bersifat heterogen, maka pasti terdapat pluralitas, sedangkan pluralitas berarti tidak lagi satu.[3] Tidak BerubahTerakhir, Melissos juga menyatakan bahwa "yang ada" itu tidak berubah.[3] Argumentasi terhadap hal ini berhubungan dengan sifat abadi dari "yang ada".[3] Bila "yang ada" dapat berubah, maka ada kemungkinan ia tidak abadi.[3] Karena itu, pastilah "yang ada" itu tidak berubah.[3] Lihat JugaReferensi
|