Tanjung Pelumpong (Bahasa Melayu: Tanjong Pelumpong) adalah titik paling timur di daerah Brunei-Muara, Brunei Darussalam. Meskipun dinamai sebagai tanjung, kini tanjung ini menjadi sebuah pulau karena adanya penggalian Muara selebar 50 meter[1] dan sedalam 10 meter yang dibuat secara artifisial, yang memisahkan tanjung dari daratan utama untuk menyediakan akses ke Pelabuhan Muara.[2]
Lokasi dan geografi
Tanjung Pelumpong terletak di antara Teluk Brunei di selatan dan Laut Tiongkok Selatan di utara. Secara administratif, ini adalah bagian dari Mukim Serasa di daerah Brunei-Muara di Brunei Darussalam dan dipisahkan dari daratan di sebelah barat oleh celah Muara selebar 50 meter[1][3] dan sedalam 10 meter.[2] Saluran ini dilindungi di setiap sisi oleh pemecah gelombang yang memanjang ke arah laut ke arah timur laut.[4]
Pantai utara Tanjung Pelumpong terdiri dari pantai berpasir putih yang mirip dengan Pantai Muara. Hal ini karena pantai ini merupakan kelanjutan dari Pantai Muara hingga perpotongan Muara membaginya menjadi dua.[4] Namun, ada serangkaian bangunan pelindung pantai yang dibangun di sini untuk mencegah erosi tanah. Pulau ini ditumbuhi pohon pinus. Pulau ini berpenghuni dan hanya dapat diakses dengan perahu.
Sejarah
Sejarah Tanjung Pelumpong terkait erat dengan sejarah Brooketon dan Muara. Seluruh wilayah, termasuk Tanjung Pelumpong, disewakan kepada Charles Brook, Raja PutihSarawak pada tahun 1889.[5] Secara politik juga, meskipun ia hanya memiliki hak ekonomi, Brooke menjadi penguasa de facto wilayah tersebut. Baru pada tahun 1921 Muara "dikembalikan" ke Brunei. Jepang menduduki Brunei selama Perang Dunia Kedua, dan Tanjung Pelumpong pada tahun 1945 menjadi salah satu lokasi pendaratan pasukan Australia selama Perang Dunia II yang membebaskan Brunei dari Kekaisaran Jepang.[6]
Pemotongan Muara dimulai pada tahun 1960-an untuk menyediakan akses ke Pelabuhan Muara.[4] Hal ini dilakukan dengan menggali dan kemudian mengeruk saluran sepanjang 10 meter di titik tersempit Tanjung Pelumpong yang mengubah Tanjung Pelumpong dari sebuah tanjung menjadi sebuah pulau. Seekor paus minke terdampar di pulau tersebut pada tahun 2003.[7]
Ada rencana untuk memperdalam penggalian Muara hingga kedalaman 16 meter[8] untuk memfasilitasi perluasan Pelabuhan Muara ke Pulau Muara Besar.[9] Pasir keruk akan digunakan untuk reklamasi lahan di Pulau Muara Besar untuk pembangunan dan perluasan pelabuhan yang diusulkan.
Kegiatan
Tanjung Pelumpong dan Perpotongan Muara digunakan oleh masyarakat umum untuk kegiatan rekreasi. Perpotongan Muara merupakan tempat yang populer bagi para pemancing dan nelayan.[10] Pulau itu sendiri memiliki banyak pantai yang masih alami dan merupakan tempat yang populer untuk piknik. Ada sejumlah peternakan ikan di daerah terlindung Teluk Brunei antara Tanjung Pelumpong (pulau) dan Pulau Muara Besar.[7] Karena keterpencilannya, pulau ini juga digunakan untuk kegiatan terlarang lainnya seperti penyelundupan.[11]