Tambang Panguna adalah tambang tembaga besar yang terletak di pulau Bougainville di Papua Nugini. Tambang ini merupakan salah satu tambang dengan cadangan tembaga terbesar di dunia dengan perkiraan jumlah bijih tembaga sebesar 1 miliar ton.[1]
Cadangan tembaga di kawasan Panguna ditemukan pada tahun 1969. Kemudian perusahaan Bougainville Copper Limited (yang merupakan anak perusahaan Conzinc Rio Tinto of Australia) mendirikan tambang tembaga besar di kawasan tersebut. Produksi dimulai pada tahun 1972 dan pemerintah Papua Nugini memegang 20% saham perusahaan ini, sementara rakyat Bougainville hanya menerima 0,5–1,25% total keuntungan. Tambang ini menghasilkan 45% pendapatan ekspor nasional Papua Nugini yang sangat membantu mendorong ekonomi Papua Nugini.
Namun, tambang Panguna telah mengakibatkan kerusakan lingkungan di Bougainville, seperti pencemaran Sungai Jaba oleh sedimen dan logam berat yang berasal dari tambang ini. Para pemimpin di Bougainville bahkan mengklaim bahwa pencemaran Sungai Jaba telah mengakibatkan kecacatan pada bayi yang lahir dan juga kepunahan kalong di Bougainville. Selain itu, para pemimpin di Bouganville mengklaim bahwa Bougainville Copper Ltd. telah memberlakukan sistem apartheid dengan mendirikan fasilitas yang terpisah untuk pekerja kulit putih dan pekerja lokal. Akibatnya, Francis Ona dari Angkatan Darat Revolusioner Bougainville mulai melancarkan pemberontakan pada tahun 1988 yang memicu Perang Saudara Bougainville. Produksi tambang secara resmi dihentikan pada tanggal 15 Mei 1989 dan kemudian personil Bougainville Copper Ltd. ditarik dari Bougainville pada tanggal 24 Maret 1990.[2]
Catatan kaki